15 tahun yang lalu.
Saat itu Luna baru saja pulang dari pasar malam bersama sang ibu untuk menikmati waktu kebersamaan bersama dengan sang ibu. Karena sang ibu beberapa hari terakhir sedang sibuk bekerja di rumah sakit. Sebagai seorang perawat sang ibu harus bekerja sesuai dengan shift yang diberikan oleh rumah sakit. Apalagi sebagai sebagai single parents membuat sang ibu harus bekerja keras untuk menghidupi mereka berdua. Jadi terkadang sang ibu sering mengambil shift tambahan untuk menambah pendapatan. Karena membesarkan seorang anak butuh banyak uang. Terkadang Luna suka merasa kasihan jika sang ibu harus bekerja keras untuk dirinya. Tapi sang ibu sang selalu mengatakan kepada Luna jika apapun yang dilakukan sang ibu saat ini hanya untuk bisa memberikan kehidupan yang lebih baik kepada dirinya.
"Ibu Luna senang banget hari ini ibu udah ajak Luna main. Apalagi tadi aku bisa main banyak mainan disana," kata Luna dengan suara khas anak kecilnya.
"Iya sayang ini sebagai permintaan maaf ibu karena beberapa hari ini ibu harus lembur kerja dan meninggalkan kamu di rumah sendirian. Semoga Luna suka main-main disini. Nanti kalau ibu punya uang lagi ibu akan ajak Luna main-main disini," jawab sang ibu dengan wajah yang sendu.
"Gak apa-apa kok Bu. Luna tahu ibu sibuk kerja buat Luna sekolah juga kan. Apalagi hari ini ibu udah kasih boneka lucu ini buat Luna. Bagi Luna ibu bisa bersama dengan Luna saja udah senang banget," kata Luna sambil memperlihatkan boneka Teddy bear yang ia gendong.
Memang tadi sang ibu membelikan Teddy bear untuk putrinya Luna. Sang ibu hanya bisa tersenyum bahagia karena bisa membahagiakan sang putri walaupun bukan dengan hal yang mahal. Baginya sekarang kebahagian Luna adalah hal utama yang harus ia berikan untuk putrinya. Dahulu Shinta pernah mencintai seorang laki-laki yang merupakan ayah dari sang putri. Tapi banyak hal yang membuat mereka tak bisa bersama lagi. Setelah Shinta meninggalkan orang yang begitu ia cintai karena orang tua laki-laki itu tak setuju dengan hubungan mereka. Lagi-lagi karena status sosial yang sangat berbeda dengan laki-laki itu. Setiap hari Shinta selalu mendapatkan hinaan dari orang tua sang lelaki hingga lama-lama Shinta tak tahan apalagi ketika laki-laki yang ia cintai mulai di musuhi orang tuanya karena lebih memilih dirinya. Bahkan ketika mereka sudah memiliki Luna, Shinta memilih untuk pergi dari hidup laki-laki itu karena ia tak ingin membuat laki-laki yang ia cintai dibenci oleh keluarganya terutama orang tuanya sendiri. Dan Shinta memilih untuk bekerja keras membesarkan Luna seorang diri. Karena ia selalu yakin jika dirinya bisa dan mampu membesarkan Luna dengan tangannya sendiri.
"Luna mau makan apa? Hari ini ibu akan beliin apapun yang Luna mau." Shinta memang sengaja memberikan apapun yang diinginkan oleh sang putri termasuk membelikan makanan yang enak untuk Luna.
"Yang bener Bu. Kalau gitu boleh Luna minta ayam goreng di restoran cepat saji di dekat rumah sakit ibu? Luna suka banget ayam goreng disana," jawab Luna dengan wajah yang sumringah.
"Boleh dong sayang. Kalau gitu kita kesana dan makan ayam kesukaaan Luna," kata Shinta menampilkan senyum manisnya.
"Hore....."
Luna tampak sangat bahagia ketika mendengar permintaannya di setujui oleh sang ibu. Luna dan sang ibu bukan berasal dari keluarga kaya jadi makan makanan seperti itu bisa dibilang hal yang langka dan mungkin hanya bisa dihitung dengan jaru kapan mereka bisa memakannya. Jadi kesempatan ini membuat Luna sangat bahagia. Setidaknya ia bisa merasakan makan makanan yan enak.
Sementara itu di sebuah daerah kumuh tampak sedang terjadi perkelahian antar anggota geng. Mereka tampak berkelahi dengan sangat beringas dan juga tanpa ampun. Dan diantaranya ada seorang remaja berusia 15 tahun yang tampak garang dan tanpa rasa takut menghabisi para musuhnya. Dengan wajah tanpa ekspresi dan tatapan yang tajam bisa membuat siapapun orang yang melihatnya akan takut dibuatnya. Walaupun usianya masih sangat muda tapi ia memancarak aura yang bisa membuat siapapun malas untuk menghadapi dirinya. Anak remaja itu mungkin kalah soal usia ataupun postur tubuh tapi ketika ia berkelahi maka siapapun akan takut dibuatnya.
Hingga pada suatu titik anak remaja itu lengah dan ada yang menusuk punggungnya hingga membuat kaos putihnya berlumuran darah akibat tusukan itu. Tanpa memperdulikan rasa sakit ditubuhnya ia membalas orang yang menusuknya dan berimbas pada orang itu mati dalam sekejap. Walaupun dengan keadaan terluka pun anak remaja itu masih membunuh orang yang membuatnya terluka. Jadi tak salah jika anak remaja itu sangat di takuti oleh preman ataupun orang-orang jalan yang berani berurusan dengan dirinya.
Ketika suasana semakin memanas tiba-tiba polisi datang untuk mengamankan keadaan. Semua orang pun kabur untuk menyelamatkan dirinya sendiri. Sebisa mungkin mereka tak mau berurusan dengan polisi karena akan berakibat fatal. Dan mereka juga memang tak suka jika polis terlalu ikut campur dengan urusan mereka. Peperangan antar kelompok sendiri harus diselesaikan oleh kelompok itu sendiri bukannya melibatkan polisi. Karena mereka berprinsip lebih baik mati daripada di penjara.
Anak remaja itu pun melakukan hal yang sama. Ia pun kabur menyelamatkan dirinya sendiri tapi karena luka di punggungnya cukup dalam sehingga membuat darah terus mengalir sehingga membuat wajah anak remaja itu pucat pasi karena mulai kehilangan darah. Dan lama-lama membuat anak remaja itu tak sadarkan diri tanpa tahu dimana tempatnya saat ini.
"Makanannya enak sayang?" tanya Shinta pada sang putri.
"Iya ibu enak banget. Makasih ibu udah beliin Luna ayam goreng yang enak banget," jawab Luna dengan wajah yang sumringah.
"Ya udah kita pulang aja udah malam. Angin malam gak bagus buat kita." Shinta pun segera mengajak Luna pulang ke rumah.
Dengan terus menggenggam tangan sang ibu Luna pun berjalan menuju rumahnya. Sepanjang perjalanan menuju rumah Luna bersenandung dengan riangnya. Sedangkan shinta hanya tersenyum mendengarkan sang putri bersenang-senang dengan riangnya. Shinta ikut senang melihat sang putri bisa sedikit merasa senang. Walauapun hanya hal-hal sederhana yang Shinta bisa beri kepada Luna tapi itu sudah membuat Luna bahagia. Dan Shinta akan terus berusaha untuk membuat Luna bahagia dan memberikan kehidupan yang terbaik. Terutama ia ingin bisa menyekolahkan Luna hingga ke jenjang yang lebih tinggi lagi.
Beberapa meter sebelum sampai rumahnya Shinta melihat ada anak remaja yang terluka parah dan tergeletak tak sadarkan diri di jalan. Shinta pun mempercepat langkahnya untuk melihat keadaan anak itu. Shinta mempercepat langkah kakinya untuk melihat keadaan anak remaja itu.
"Ya ampun kamu terluka parah," kata Shinta ketika melihat keadaan anak remaja itu.
Anak remaja itu sepertinya pingsan jadi tak menanggapi perkataan Shinta. Shinta pun berpikir jika anak ini dibiarkan seperti ini akan meninggal karena kehabisan darah.
"Luna cepat kesini bantu ibu," perintah Shinta pada Luna.
Luna yang mendengar panggilan dari sang ibu pun langsung berjalan mendekat kearah sang ibu.
"Ibu kakak ini siapa? Kenapa dia tidur disini?" tanya Luna dengan wajah yang polos.
"Sayang kakak ini terluka jadi kita harus membawanya ke rumah untuk kita obati," kata Shinta menjelaskan dengan mudah kepada sang putri.
Setelah itu di bantu Luna Shinta membawa anak itu menuju rumah tinggalnya urnik bisa di obati.
Sinar matahari masuk di celah jendela sebuah rumah yang tak terlalu besar. Di sebuah ranjang tampak seorang anak remaja yang sedang terbaring di ranjang dengan perban yang membelit tubuhnya. Sang anak remaja pun perlahan membuka matanya dan ketika ia mulai sadar ia bingung berada dimana. Apalagi tubuhnya terasa sakit semua. Ketika ia mencoba untuk bangun ia merasakan punggungnya terasa sangat sakit.
"Kamu jangan bangun dulu. Luka kamu masih belum kering betul. Sebaiknya kamu tidur lagi," kata Shinta yang masuk ke kamar anak remaja yang ia tolong.
"Ibu siapa? Dan saya ada dimana?" tanya anak remaja itu.
"Pekenalkan nama saya ibu Shinta orang yang menemukan kamu pingsan di dekat rumah ibu. Dan sekarang kamu ada di rumah ibu," jawab Shinta ramah.
Anak remaja itu kaget ketika masih ada orang yang mau merawatnya seperti ini. Padahal bisa dibilang penampilannya seperti berandalan tapi ibu ini masih aja mau menolongnya bahkan merawatnya.
"Siapa nama kamu? Kamu tinggal dimana? Apa kamu punya nomer telepon orang tua kamu biar ibu bisa hubungin mereka agar bisa menjemput kamu disini," kata Shinta tetap dengan ramah.
"Nama saya Bastian. Dan saya tidak memiliki orang tua ataupun keluarga. Jadi saya akan pergi dari sini saja," kata anak laki-laki bernama Bastian itu.
"Kamu tidak boleh pergi sekarang karena luka kamu belum sembuh. Jadi untuk sementara kamu boleh tinggal disini sampai luka kamu sembuh. Saya tahu bagaimana sulitnya hidup seorang diri dengan luka seperti itu. Jadi kamu bisa tinggal sampai sembuh. Dan jangan menolak tawaran ibu. Karena jika kamu pergi saat ini maka kamu bisa saja tak selamat karena luka kamu belum sembuh total." Shinta pun mencoba untuk berbuat baik.
Shinta memang seorang yatim piatu jadi dia tahu bagaimana hidup sendiri. Apalagi anak remaja bernama Bastian ini harus tinggal sendiri di usianya yang sangat muda. Jadi Shinta pun tak tega membiarkan anak ini pergi dengan keadaan yang belum sembuh sepenuhnya.
"Ibu bawakan sarapan buat kamu. Kamu bisa makan dan jangan lupa minum obatnya," kata Shinta sambil meletakkan nampan berisi makanan.
Shinta pun meninggalkan anak yang bernama Bastian itu sendiri karena ia juga harus menyiapkan sarapan untuk Luna. Sedangkan Bastian masih menatap piring di sampingnya. Ia kembali bisa merasakan bagaimana rasanya diberi perhatian seperti ini. Dulu ia selalu mendapatkan perhatian dan kasih sayang dari ibu Darrell sahabatnya yang memang sudah menganggap dirinya seperti anaknya sendiri. Dan sekarang ada wanita asing yang tak ia kenal memperlakukan Bastian dengan penuh kehangatan. Dan itu sedikit membuat Bastian tersentuh. Dengan perlahan Bastian pun memakan makanan yang sudah disediakan oleh orang yang menyelamatkan dirinya.
"Ibu kakak itu siapa?" tanya Luna sambil menyuapkan nasi goreng ke mulutnya.
"Namanya kak Bastian. Untuk sementara kakak itu akan tinggal disini sampai sembuh jadi Luna harus ikut menjaga juga ya," pinta Shinta.
"Apa kakak itu gak punya ayah dan ibu? Kenapa harus tinggal disini?" tanya Luna polos.
"Kakak itu memang tidak punya ayah dan ibu. Jadi dia akan tinggal disini sampai lukanya sembuh. Jadi Luna harus jaga kakak itu juga ya," pinta Shinta lagi.
"Ok ibu," jawab Luna sambil tersenyum.
Shinta selalu suka melihat putrinya tersenyum seperti itu karena senyum Luna mengingatkannya kepada laki-laki yang ia cintai. Entah dimana dia saat ini tapi Shinta hanya bisa berharap laki-laki itu bisa hidup bahagia.
See you next chapter...
Happy reading....