Bab 4

2249 Words
"Cie-cie yang baru pulang sama gebetan. Bagaimana Bos PDKT nya, berhasil?" tanya Rendi ketika melihat bosnya itu baru sampai di kontrakan mereka. "Ternyata saya tidak salah menentukan target Ren. Adel seorang wanita pekerja keras. Dia rela lembur setiap malam karena dia merupakan tulang punggung keluarganya. Dia harus membiayai ibu dan juga adiknya yang masih kuliah. Salut saya sama dia. Disaat saya suka menghambur-hamburkan uang, ada sosok wanita yang bekerja keras untuk mencari uang." "Itulah yang dinamakan kehidupan Bos. Kita harus banyak-banyak bersyukur, karena Tuhan memberikan kita kesempatan untuk mencari uang dengan mudah. Banyak orang di luar sana harus membanting tulang, mengeluarkan seluruh tenaganya untuk mendapatkan uang. Itupun terkadang jumlah yang didapatkan mereka tidak sebanding dengan waktu dan tenaga yang mereka keluarkan." "Kamu benar Ren, mungkin setelah ini saya harus lebih memperhatikan kesejahteraan karyawan saya lagi. Saya tidak boleh bersikap seenaknya kepada mereka yang sudah bekerja keras demi kesuksesan perusahaan-perusahaan saya." "Berarti termasuk kesejahteraan saya juga dong Bos, hehe." "Pasti Ren, apalagi kalau misi saya ini berhasil. Saya akan memberikan bonus besar buat kamu." "Amin ya Rabb, semoga Engkau mengabulkan do'a Bos hamba biar hamba bisa ketiban durian runtuh." Doa Rendi sambil melirik ke arah bosnya itu. Pagi pun tiba. "Ayo cepatan Ren, nanti Adel ke buru berangkat kerja duluan."  "Iya Bos sabar. Bos nggak lihat apa saya lagi sarapan, kan sayang Bos kalau makanannya nggak habis. Dosa lho Bos, kalau kita membuang-buang makanan." "Ya sudah, kamu jangan kelamaan ngunyah nya, langsung telan saja," ucap Tian yang sudah tidak sabaran lagi ingin cepat-cepat bertemu Adel. "Sadis amat si Bos. Kasihan dong lambung saya kalau main telan. Tinggal tiga suapan lagi ni, sabar ya." Akhirnya Rendi pun menghabiskan makanannya dengan desakan Tian. "Bos jangan cepat-cepat jalannya, nanti perut saya sakit ni. Saya kan baru habis makan." "Makanya jalan kamu jangan kayak siput Ren. Besok-besok kamu bangun lebih cepat lagi, jadi kita nggak keburu seperti ini." "Iya Bos. Tapikan malam tadi Bos yang ngajakin saya bergadang."  "Lalu kenapa kamu mau?" "Ya salah lagi dech gue. Beginilah nasib kalau jadi bawahan, Bos selalu benar." Gerutu Rendi pelan tapi mampu di dengar Tian. Tian sama sekali tidak menghiraukan ucapan Rendi, yang ada dalam pikirannya sekarang bagaimana ia bisa cepat sampai di rumah Adel. Kini Tian pun telah tiba didepan pintu rumah Adel. Dengan memberanikan diri ia pun segera mengetuk pintu. Tok! Tok! "Assalamu'alaikum." Ceklek! "Wa'alaikumsalam, cari siapa ya nak?" tanya Mama Adel yang membuka pintu. "Nama saya Tian, Buk. Saya teman kerjanya Adelia. Apa Adelia nya ada Buk?" "Oh ada, Nak Tian. Bentar ya, Ibu panggilkan. Oh ya itu temannya di luar nggak diajak masuk kedalam," tunjuk Ibu Adelia kearah Rendi. "Nggak apa-apa, Buk, dia lagi kegerahan makanya nunggu diluar." "Oh ya sudah, Nak Tian. Silahkan duduk. Ibu panggilkan Adel dulu ya." "Iya Buk, terimakasih." "Del! Adel!" "Iya Ma, ada apa?" "Ada teman kerja kamu tu nunggu diluar, kalau nggak salah namanya Tian." "Oh Bang Tian." "Benaran dia teman kerja kamu Del, bukan pacar kamu." "Bukan Ma, Bang Tian itu SPB baru di tempat kerja Adel. Dia baru bekerja kemarin. Kebetulan rumah kita searah, jadi ya sekalian Bang Tian ngajakin Adel pergi kerja bareng." "Oh begitu rupanya. Tapi orangnya ganteng ya Del. Dia itu kalau Mama lihat cocoknya jadi Bos, bukan jadi SPB." "Ya nggak apa-apalah Ma jadi SPB, semua pekerjaan itukan sama aja. Yang penting halal Ma." "Iya si Del kamu benar. Tapi kalau kamu mau jadiin dia pacar, Mama juga nggak keberatan kok, hehe." "Apaan si Ma, saat ini Adel mau fokus kerja aja karena pacaran itu cuma buang-buang waktu. Sudah ah Buk, Adel kedepan dulu ya, kasihan Bang Tian nanti lama nungguin Adel." "Iya sayang." Selepas kepergian Adel, Mama Sarah pun berdoa didalam hati. "Ya Allah berikanlah jodoh yang terbaik buat anak hamba. Karena sibuk memikirkan keluarganya, Adel sampai tidak punya waktu untuk memikirkan kehidupan pribadinya. Semoga kelak kamu bahagia nak, bersama pria yang mencintaimu dengan tulus dan mau menerima kamu dengan segala kekuranganmu. Amin ya Allah."  "Maaf ya Bang, sudah nunggu lama," ucap Adel yang datang menghampiri Tian diruang tamu dan merasa sedikit tidak enak. "Nggak kama kok Del, Abang juga baru sampai." "Itu teman Abang kenapa diluar?" "Biarin Del, dia bilang enakkan duduk diluar." "Oh ya sudah, kalau begitu kita berangkat sekarang Bang. Bentar ya Adel panggil Mama dulu." "Iya Del." "Ma, Adel mau berangkat kerja sama Bang Tian." Mama Sarah pun datang menghampiri putrinya. "Ya sudah, kamu hati-hati dijalan ya nak. Kalau kamu capek, lebih baik malam ini nggak usah lembur." "Adel masih kuat kok Ma." "Ibu tenang saja, nanti malam rencananya saya juga bakalan lembur Buk. Jadi biar saya jagain Adel sekalian," ucap Tian berusaha meyakinkan Mama Sarah. "Kalau begitu terima kasih ya, Nak Tian. Ibu senang kalau Adel ada temannya. Terus terang ibu merasa khawatir setiap Adel pulang larut malam. Maklumlah Adel inikan perempuan, Ibu takut saja kalau-kalau ada laki-laki iseng yang gangguin dia pulang malam." "Pokoknya mulai sekarang Ibu nggak usah khawatir lagi." "Iya nak Tian." "Ya sudah, kalau begitu Adel sama Bang Tian berangkat kerja dulu ya Ma. Assalamu'alaikum." "Wa'alaikumsalam nak." Adel pun segera mencium telapak tangan mamanya sebelum pamit, dan itu semua tidak luput dari pandangan Tian. "Saya juga permisi Buk. Assalamu'alaikum." "Wa'alaikumsalam nak Tian." Ketika Tian ingin berjabat tangan, Mama Sarah langsung menolaknya dengan telapak tangan yang bersimpuh di dada.  "Bukan muhrim Bang," ucap Adel mejelaskan. "Oh ya maaf Buk kalau begitu." "Iya tidak apa-apa nak Tian." "Ayo Bang Ren, kita berangkat kerja sekarang." Sapa Adel kepada Rendi yang tengah duduk di kursi teras depan rumah Adel. "Ayo Mbak Adel." "Panggil Adel aja Bang." "Ok, Siap Nona Adelia." "Hehe, serasa jadi Nona besar saya Bang." "Ya sudah Del, ayo kita berangkat. Rendi jangan diladenin, nanti kita bisa telat." "Dasar lho Yan, terlalu." Tian pun melirik kearah Rendi sekilas. "Hehe, kapan lagi gue bisa manggil lho dengan sebutan nama Bos," ucap Rendi dalam hati dengan penuh kemenangan. Ketika di perjalanan menuju supermarket. "Abang yakin mau lembur juga Bang." "Iya yakinlah Del, dengan lembur Abang bisa cepat ngumpulin uang." "Ya Adel merasa nggak enak aja, kalau Bang Tian lembur itu cuma gara-gara Adel." "Nggak kok Del, kamu jangan merasa nggak enak gitu. Bukannya kemarin kamu bilang, sama-sama pejuang receh itu harus semangat. Jadi selagi muda dan masih diberikan kesehatan sama Tuhan, kita harus semangat mengumpulkan pundi-pundi uang." "Hehe, iya juga si Bang." "Aduh, pintar banget Bos gue nyari alasan," ucap Rendi dalam hati sambil menguping pembicaraan antara Adel dan bosnya itu. Saat ini di kediaman keluarga Gustian di Jakarta. "Ma, minta uang dong. Rekening aku udah habis nih," ucap Galang adik laki-laki Tian. "Kamu ini ya Lang, kalau mau uang itu ya kerja. Contoh kakak kamu, dari dulu mana pernah dia minta uang sama Mama sama Papa." "Ya Kak Tian kan beda Ma. Dia punya perusahaan sendiri, uangnya juga sudah banyak. Mana butuh lagi dia uang dari Mama sama Papa." "Justru itu Lang, kamu harus tiru kakak kamu. Sudah cukup dech kamu main-mainnya, menghambur-hamburkan uang nggak jelas. Mendingan kamu bantu Papa kamu urus perusahaan." "Mulai dech, itu lagi itu lagi. Ngomong sama Mama nggak ada habisnya. Dapat ceramah ia, dapat uang nggak." "Kamu ini ya Lang kalau dibilangin, ada aja jawabannya." Akhirnya Galang pun pergi menemui papanya di kantor. "Lagi sibuk Pa." "Apa kamu nggak lihat Papa lagi ngapain?" "Pa, minta uang dong. Galang mau bayar hutang sama teman." "Hutang apa? Hutang kalah judi atau hutang habis mentraktir cewek-cewek matre kamu itu." "Ih Papa, kok sama anak sendiri ngomongnya gitu." "Tapi omongan Papa memang benarkan." "Please dech Pa, kasih Galang uang. Galang akan lakukan apapun yang Papa mau asal Papa mentransfer sejumlah uang ke rekening Galang." "Enak saja kalau kamu ngomong. Memangnya omongan kamu itu bisa dipercaya." "Papa kok sama anak sendiri nggak percaya amat si." "Ya sudah, kalau begitu mulai besok kamu kerja di kantor Papa." "Ya, kok kerja di kantor Papa. Syarat yang lain deh Pa." "Kalau kamu nggak mau ya nggak apa-apa." Lama Galang berpikir. Akhirnya dengan berat hati dia pun menerima syarat yang diajukan papanya. "Ok dech Pa, Galang setuju. Tapi transfer uangnya sekarang ya, Pa." "Ok, Papa akan transfer uang sepuluh juta sebagai gaji pertama kamu. Itu Papa anggap sebagai kasbon, jadi bulan depan kamu jangan minta gaji lagi." "Ya kok sepuluh juta si Pa, dikit banget. Galang perlu uang tiga puluh juta Pa." "Gaji segitu sudah cukup besar Galang, buat karyawan yang belum punya pengalaman seperti kamu. Lagian untuk apa kamu uang sebanyak itu. Mulai sekarang kamu harus lebih mengontrol pengeluaran kamu, karena Papa sudah menyetop uang bulanan kamu." "Papa sama Mama sama aja. Sama anak sendiri tega banget." "Kami melakukan ini juga demi kebaikan kamu. Mulai sekarang kamu harus lebih menghargai uang Galang, stop menghambur-hamburkan uang untuk keperluan yang tidak penting kamu itu." "Iya Pa, iya. Kalau begitu Galang pamit dulu." "Jangan lupa, besok kamu ke kantor Papa. Jangan sampai telat." "Siap Bos! Assalamu'alaikum." "Wa'alaikumsalam, mudah-mudahan dengan cara ini kamu bisa berubah nak. Ini salah saya yang terlalu memanjakan kamu, sehingga kamu menjadi anak yang kurang bertanggung jawab dan tidak menghargai uang seperti ini," ucap Pak Bagas dalam hati menyesali semua kesalahannya yang telah gagal mendidik putra bungsunya itu. Karena merasa kurang dengan uang yang diberikan oleh papanya, Galang pun memutuskan untuk pergi ke kantor Tian kakaknya. "Siang Mbak, Kak Tian nya ada?" tanya Galang pada Aurel sekretarisnya Tian. "Maaf Mas, kebetulan Pak Tian lagi pergi keluar kota." "Keluar kota, sama siapa Mbak?" "Sama asisten pribadinya Mas, Pak Rendi." "Oh ya sudah dech, saya coba telpon aja." "Maaf, nomor yang Anda hubungi sedang tidak aktif. Silahkan tinggalkan pesan setelah nada berikut ini." "Aduh, operator lagi yang jawab." "Kenapa Mas?" "Nomornya nggak aktif Mbak. Saya boleh minta nomor asisten Kak Tian nggak Mbak." "Boleh Mas, bentar ya." Aurel pun segera menyerahkan nomor ponsel Rendi kepada Galang. "Ini Mas nomor ponselnya Pak Rendi." "Oh ya Mbak Aurel, makasih ya." Galang pun segera menghubungi Rendi lewat ponselnya. Drrt! Drrt! "Halo! Assalamu'alaikum." "Wa'alaikumsalam Ren, ini gue Galang adiknya Kak Tian." "Oh Mas Galang, ada perlu apa Mas?" "Kak Tian nya ada nggak Ren? Gue tadi sudah coba telpon ke ponselnya tapi nggak aktif." "Sepertinya Pak Tian lagi sibuk Mas Galang, nggak bisa diganggu." "Memangnya kapan si Kak Tian pulang dari luar kotanya Ren?" "Kalau itu saya kurang tau Mas, sepertinya agak lama. Soalnya ada beberapa urusan yang harus diselesaikan disini." "Ya udah dech, kalau gitu nanti lho bilangin sama kak Tian kalau gue nelpon. Suruh dia telpon balik ke gue ya." "Ok siap Mas Galang." Galang pun mengakhiri panggilan telponnya terhadap Rendi. "Susah ya jadi orang sibuk, padahal saudara sendiri mau ketemu aja susahnya minta ampun." Gerutu Galang dalam hati sambil berlalu pergi meninggalkan kantor Tian.  "Bos, makan siang yuk. Sudah waktunya ini," ajak Rendi yang datang menghampiri Tian. "Iya bentar lagi Ren, nanggung ni. Makanya kamu bantuin saya biar cepat." "Rajin amat si Bos." "Ya iyalah Ren, kamu bilang kita harus totalitas dalam menjalankan misi kita." Mau tidak mau Rendi pun membantu Tian menyelesaikan pekerjaan Tian yang belum selesai. "Oh ya Bos tadi Mas Galang telpon. Katanya ponsel Bos nggak aktif jadi dia nelpon ke ponsel saya." "Mau ngapain dia?" "Mana saya tau Bos. Pesan Mas Galang, Bos disuruh telpon balik. Mungkin ada yang penting kali Bos." "Kalau penting, dia saja yang telpon balik saya. Palingan juga si pemalas itu cuma mau minta uang." "Ya dikasih saja Bos. Uang Bos kan banyak, sama adik sendiri nggak boleh pelit-pelit Bos." "Saya bukannya pelit Ren, Galang itu kerjaannya cuma menghabiskan uang saja tanpa mau bekerja. Dia tidak melihat orang-orang disekitarnya yang bekerja siang malam untuk mendapatkan uang." "Benar juga si Bos. Kalau begitu saya no comment deh," ucap Rendi sambil membantu Tian menyelesaikan pekerjaannya." "Alhmdulillah selesai, ayo kita makan siang sekarang Bos. Cacing-cacing di perut saya sudah pada demo ni." "Iya-iya, dasar perut karet kamu." Ketika di perjalanan menuju kantin karyawan yang ada di supermarket. "Bentar Ren, saya mau ngajak pujaan hati saya dulu untuk makan siang," ucap Tian ketika melihat Adel yang sedang sibuk menyusun barang kedalam rak. "Ya Bos, lama dong kalau saya nungguin. Saya sudah nggak tahan, lapar." "Kalau gitu kamu duluan saja, nanti saya nyusul." "Nah, itu baru good Bos. Saya duluan ya, saya juga nggak mau jadi obat nyamuknya kalian." "Ya sudah sana, dasar jomblo." "Wah si Bos nggak nyadar, diakan juga jomblo. Sama-sama jomblo aja belagu lho Bos." Gerutu Rendi dalam hati sambil melanjutkan perjalanannya menuju kantin. "Lagi sibuk Del," sapa Tian ketika menghampiri Adelia "Eh Bang Tian. Ya biasalah Bang, rutinitas harian hehe," jawab wanita itu. "Kamu nggak makan siang Del, ini sudah waktunya makan siang lho." "Nggak Bang, Adel puasa." "Apa? Kamu puasa." "Iya Bang, Adel puasa sunah Senin Kamis. Inikan hari Kamis, sayang dong kalau Adel nggak puasa nanti nggak dapat pahala." "Apa kamu sanggup Del, kerja sambil puasa?" "Insya Allah Adel sanggup Bang, lagi pula Adel sudah terbiasa kok. Jadi nggak terasa berat lagi buat Adel." "Salut Abang sama kamu Del, kapan-kapan Abang boleh ikutan puasa juga nggak?" "Ya bolehlah Bang, nggak ada larangannya. Oh ya, tadi Abang bilang mau pergi makan siang. Ya sudah Abang pergi aja, nanti jam makan siangnya habis." "Ya sudah, kalau begitu Abang duluan ya Del." Hati Tian merasa tersentuh dengan sosok wanita berhijab yang baru saja dikenalnya itu. "Ternyata, bukan hanya paras mu saja yang cantik Del, tapi hati dan akhlak mu juga cantik. Aku benar-benar bersyukur Tuhan mau mempertemukan aku dengan wanita sepertimu. Terima kasih Tuhan, terimakasih Engkau telah mengirimkan seorang wanita seperti Adelia dalam kehidupanku," ucap Tian dalam hati sambil merapalkan do'a sebagai wujud tanda syukur karena telah dipertemukan dengan wanita pujaan hatinya. Bersambung.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD