Bab 3

1541 Words
"Oh ya Bang, ngomong-ngomong nama Abang siapa?” tanya Adelia disela-sela kegiatannya membantu Tian menyusun barang-barang ke dalam rak. ’Na-ma saya Tian Mbak, eh Adel.” Entah mengapa seorang bos besar seperti Gustian Abraham seketika grogi ketika berbicara dengan Adelia, sosok wanita yang bekerja hanya sebagai seorang SPG. “Oh, kayaknya Bang Tian bukan asli orang Jambi ya?" Tian pun mengangguk. “Kok kamu bisa tau Del, kalau saya bukan asli orang Jambi.” “Ya, tau lah Bang, dari logat nya aja sudah beda dengan orang Sumatra. Kalau saya tebak, Bang Tian ini pasti berasal dari pulau Jawa, tebakan saya betul kan Bang?” Tian pun mengangguk menjawab pertanyaan Adel. “Sudah lama Bang tinggal di Jambi?” tanya Adel disela-sela kegiatannya membantu Tian menyusun barang “Hmm, saya disini baru Del.” “Tinggal sama siapa Bang disini?” tanya Adel lagi. “Saya ngontrak sama teman didekat supermarket ini.” “Oh, terus disini apa Abang punya keluarga? Tian pun menggeleng. “Nyari kerjaan di Jawa susah Del, makanya waktu ada teman yang ngajak kerja di Jambi, saya langsung mau. Itung-itung nyari pengalaman," ucap Tian beralasan kepada Adel. “Bagus dech Bang, seorang pria itu memang harus bekerja keras. Semoga Bang Tian betah ya kerja disini, semangat!” ucap Adel menyemangati Tian. Mereka berdua pun larut dalam sebuah obrolan. Sehingga Seli pun datang menghampiri mereka. ”Eh Del, mendingan lho biarin aja tu SPB baru yang menyelesaikan tugasnya. Kenapa juga lho repot-repot ngebantu dia. Memangnya kerjaan lho sudah selesai.” Seli pun terlihat sinis melihat keakraban antara Adel dan Tian. “Ya aku Cuma ngebantu Bang Tian aja Sel. Bang Tian kan baru disini, dia belum ngerti apa aja yang harus dikerjakan di supermarket ini," jawab Adel memberi penjelasan kepada Seli. “Terserah lho aja Del.” Seli pun berlalu pergi meninggalkan Tian dan juga Adel. “Jangan terlalu diambil hati ya Bang omongan Seli.” “Iya kamu tenang saja Del.” Tian pun mulai tersentuh dengan sikap Adel yang begitu baik pada dirinya. “Ya sudah kalau begitu Adel mau menyelesaikan pekerjaan Adel dulu. Kalau ada yang tidak Bang Tian mengerti, Abang boleh tanya sama Adel.” “Sekali lagi makasih ya Del. Hari ini kamu banyak membantu saya.” ”Jangan sungkan Bang, sama-sama pejuang receh harus saling membantu, hehe. Adel permisi dulu ya.” Adel pun segera pamit dari hadapan Tian untuk menyelesaikan pekerjaannya yang sempat tertunda. “Tidak hanya wajah mu yang cantik Del, tapi hati mu juga cantik.” Tian pun berkata dalam hati sambil menatap kepergian Adel. Disaat Tian asyik termenung memikirkan tentang Adel. “Hai Bos! Lagi mikirin apa ni.” Ucap Rendi yang kini telah berganti pakaian menjadi SPB juga sama seperti Tian. “Sst! Jangan keras-keras ngomongnya Ren, nanti ada yang dengar.” ”Ups! Maaf Bos.” “Ya sudah, ayo kita bicara diluar.” Tian pun menyeret Rendi keluar. Saat mereka berada ditempat yang cukup sepi. “Kamu nyamar jadi SPB juga Ren?" tanya Tian heran. “Iya Bos, ini demi totalitas. Saya sudah ngomong sama Pak Feri, dengan begitu saya bisa menjaga Anda.” “Memangnya saya lagi mau ke medan perang apa Ren, pakek acara dijaga.” “Ya, sekarang kan Anda seorang pejuang cinta Bos. Lebih tepatnya, sekarang anda sedang berperang demi merebut hati seorang wanita, hehe.” “Sok puitis Lho Ren. Tapi ngomong-ngomong, ada seorang cewek yang berhasil memikat hati saya," ucap Tian sambil tersenyum membayangkan sosok Adelia, wanita yang baru dijumpainya beberapa menit yang lalu. ”Secepat itukah bos?” “Ini yang dinamakan cinta pada pandangan pertama Ren. Dia berbeda dari cewek yang lain.” ”Ya, tapi sebaiknya Anda jangan terlalu gegabah Pak Gustian.” “Seorang Gustian Abraham tidak pernah salah Ren dalam menentukan targetnya," ucap Tian dengan penuh keyakinan. Kini Tian dan Rendi pun sudah kembali ketempat kerja baru mereka. Ketika mereka baru saja datang. “Eh, kalian! Dua SPB baru, kalian darimana saja? Keluyuran di jam kerja.” Lagi-lagi seli berbicara dengan sinis kepada Tian. “Maaf Mbak, kami tadi tidak keluyuran.” Jawab Rendi membela diri. ”Lho, nama lho siapa? Berani banget jawab omongan gue.” “Saya Rendi Mbak. Asal Mbak tau aja, kami tadi habis dari ruangannya Pak Feri bukan keluyuran," jawab Rendi yang merasa agak kesal. Karena Seli terlalu mencampuri urusannya. “Keruangannya Pak Feri, ada urusan apa kalian sama beliau?” Seli pun mulai penasaran dengan jawaban Rendi. “Maaf Mbak, sepertinya itu buka urusan Mbak," jawab Rendi yang mulai jengah dengan pertanyaan yang dilontarkan oleh Seli. ”Eh lho pegawai baru! Lho mulai berani ya sama saya. Nggak ada sopan santunnya lho sama senior.” Seli pun mulai terpancing emosinya atas jawaban Rendi. “Maaf sebelumnya Mbak senior. Saya tidak bermaksud melawan Anda. Anda memang senior saya, tapi pangkat kita sama. Anda SPG dan saya serta teman saya SPB. Jadi saya rasa Anda tidak perlu tau urusan kami dengan Pak Feri.” Seketika Seli terdiam mendengar ucapan Rendi. “Kalau tidak ada yang ditanyakan lagi, kami permisi dulu ya Mbak senior. Ayo Tian kita pergi," ucap Rendi sambil menarik tangan Tian. “Hehe, salut saya sama kamu Ren. Ternyata pintar juga kamu menaklukan seorang singa," ucap Tian yang dari tadi menonton perdebatan Rendi dengan seorang wanita. “Wanita seperti itu memang harus diberi pelajaran Bos. Biar dia nggak semena-mena sama kita.” ‘Good, ucapan kamu benar Ren. Yuk, kita susun lagi barangnya. Biar si nenek lampir tidak menunjukkan taringnya lagi," ajak Tian kepada Rendi, agar orang tidak curiga dengan penyamaran mereka. Jam kerja pun telah berakhir. Kini Tian dan Rendi sudah bersiap-siap untuk segera pulang kerumah. Ketika Tian melewati lorong supermarket. Tanpa sengaja ia melihat Adel yang lagi sibuk melayani beberapa pembeli. Dengan memberanikan diri, Tian pun menghampiri Adel diikuti Rendi dari belakang. “Kamu belum pulang Del?” tanya pria itu. “Eh Bang Tian, Adel lagi lembur Bang.” ”Kalau lembur, biasanya kamu pulang jam berapa Del? “Jam 10 malam Bang," jawab Adelia sambil tersenyum. “Nggak takut kamu pulang sendirian.” Adel pun menggeleng menjawab pertanyaan Tian. “Sudah biasa Bang, lagi pula rumah Adel dekat supermarket ini kok.” ‘Oh, ya sudah saya bantu ya," ucap Tian menawarkan diri. “Nggak usah Bang, ini kerjaan Adel. Abang pulang aja. Adel nggak apa-apa kok.” “Hmm, tadikan kamu sudah membantu saya, jadi sekarang ijinkan saya membantu kamu.” Lama Adel berpikir. “Ya sudah dech Bang, makasih ya sudah mau membantu Adel. Tapi teman Abang bagaimana? Sepertinya dia sedang menunggu Bang Tian?" tanya Adel sambil menunjuk kearah Rendi. “Oh dia teman satu kontrakan saya namanya Rendi. Dia juga SPB sama seperti saya. Bentar ya Del saya mau kasih tau teman saya dulu.” Adel pun mengangguk menjawab ucapan Tian. ‘Ren, kamu pulang duluan saja. Soalnya misi saya belum selesai.” Tian pun berbisik kepada Rendi agar tidak didengar oleh Adel. “Oh, jadi itu ya Bos yang namanya Adelia?” Tian pun mengangguk menjawab pertanyaan Rendi. “Kalau modelnya seperti itu, saya juga mau Bos," ucap Rendi berusaha menggoda Tian. “Jangan macam-macam kamu ya Ren.” “Hehe bercanda Bos. Ya sudah saya pulang dulu, selamat berjuang Bos.” Ucap Rendi menyemangati bosnya itu. Kini Tian pun berjalan pulang bersama Adel, setelah Adel menyelesaikan lemburnya. “Ternyata rumah kita searah ya Bang.” Ucap Adel ketika mereka sudah berjalan memasuki gang sempit untuk menuju rumah mereka. “Iya, jadi lain kali kita bisa pulang bareng dong Del.” Tian berusaha mencari cara agar bisa selalu dekat dengan Adel. “Adel setiap hari lembur Bang. Sekarangkan hanya kebetulan saja, karena tadi Bang Tian bantu Adel lembur.” “Ya sudah, kalau begitu saya akan lembur juga sama seperti kamu.” “Nanti capek Bang, kalau belum terbiasa.” “Memangnya kamu nggak capek Del lembur setiap hari?" tanya Tian penasaran. “Capek si Bang, tapi mau bagaimana lagi. Adel perlu uang untuk bayar semester adik Adel. Kalau cuma mengandalkan gaji bulanan aja, ya mana cukup Bang.” “Kenapa harus kamu yang membiayai kuliah adikmu Del? Memangnya, orang tua kalian kemana?” Tian pun semakin penasaran mendengar cerita adel. “Papa Adel sudah meninggal tiga tahun yang lalau Bang. Mau tidak mau, karena Adel anak tertua, jadi Adel harus menjadi tulang punggung untuk menafkahi Mama dan juga adik Adel.” “Maaf ya Del, saya tidak tau kalau papamu sudah meninggal. Saya juga turut prihatin, kamu yang sabar ya.” Adel pun tersenyum mendengar ucapan Tian. “Makasih ya Bang, oh ya itu rumah Adel. Maaf ya nggak nawarin Bang Tian mampir, soalnya sudah malam.” “Iya nggak apa-apa Del, besok saja saya mampir, sekalian kita berangkat kerja bareng. Tapi itu pun kalau kamu nggak keberatan.” ”Adel malah senang kok Bang, soalnya ada teman ngobrol dijalan, hehe. Ya sudah, kalau begitu Adel masuk dulu ya, Bang Tian hati-hati dijalan.” Tian pun mengangguk sambil melihat Adel yang sudah berlalu pergi dari hadapannya. “Ternyata masih ada wanita baik didunia ini seperti kamu Del. Aku benar-benar terharu mendengar ceritamu. Kamu sosok wanita tangguh yang patut untuk diperjuangkan. Semoga kelak kamu lah jodoh yang dikirimkan Tuhan untuk ku, amin," ucap Tian dalam hati dan berlalu pergi. Bersambung.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD