Bab 2

1343 Words
Tapi bagaimana caranya ya Ren, saya mendadak kere. Nggak mungkin kan saya membuat bangkrut perusahaan yang sudah saya rintis selama ini," tanya Tian yang kini sudah berada di rumah pribadinya bersama Rendi. Ya, saat diperjalanan Tian memutuskan untuk pulang ke rumah. Ia jadi tidak mood untuk bekerja karena memikirkan ide yang akan dijalaninya. "Pak Tian, memangnya Anda yakin ingin melakukan ide yang saya berikan tadi?" tanya Rendi sedikit ragu-ragu. "Ya yakin lah Ren, cuma ini cara satu-satunya agar saya bisa menemukan wanita yang saya cari." Tian pun tampak berpikir keras mencari cara agar dia bisa merubah menjadi laki-laki kere. Hingga sebuah ide terlintas dibenaknya. "Penyamaran Ren!" "Maksudnya Anda ingin menyamar Bos." "Good, saya akan berubah menjadi Sales Promotion Boy atau SPB disalah satu cabang supermarket kita yang ada di Kota Jambi. Bagaimana menurut kamu?" "Bagaimana kalau karyawan disana tau tentang penyamaran Anda Bos?" tanya Rendi agak sedikit khawatir. "Kamu tenang saja Ren, saya kan selalu memantau cabang supermarket kita yang ada di sana dari jauh. Jadi tidak ada satu pun karyawan yang mengenali wajah asli saya kecuali Pak Feri pimpinan supermarket disana. Nanti saya akan meminta sama Pak Feri, untuk merahasiakan identitas saya yang sebenarnya." "Terus urusan perusahaan di sini bagaimana Bos?" "Kamu tenang saja, saya akan mengontrolnya dari jauh. Makanya kamu doain saya semoga berhasil ya." "Kalau itu mah siap Bos, saya akan selalu mendoakan keberhasilan rencana Anda. Kapan pun dibutuhkan saya siap membantu Anda." "Thank's ya Ren, saya tidak salah mengangkat kamu sebagai sekretaris sekaligus asisten pribadi saya." "Kalau begitu ada tambahan bonus dong Bos untuk saya, hee." "Kamu tenang saja, kalau rencana saya ini berhasil, gaji kamu akan saya naikan tiga kali lipat." "Serius ni Bos, Pak Gustian nggak lagi bercanda kan sama saya?" "Kapan si saya pernah bercanda, saya kan bos tajir," ucap Tian dengan nada sombong sambil mengedipkan sebelah matanya kepada Rendi. Departemen Store Rembulan Jambi. "Bagaimana Del hasil penjualan produk kita bulan ini?" tanya Mira senior Adelia di supermarket tempatnya bekerja. "Alhmdulillah Mbak, mengalami peningkatan." "Syukurlah Del kalau begitu. Ngomong-ngomong, nanti kamu jadi lembur lagi?" "Iya Mbak jadi." "Jangan terlalu lelah, Del. Tubuh kamu itu juga butuh istirahat. Mbak takut nanti kamu jatuh sakit." Ucap Mira menasehati Adel. "Adel lagi butuh uang Mbak, untuk bayar uang semester Desi adiknya Adel." "Baik banget si kamu Del, salut Mbak sama kamu." "Ya mau bagaimana lagi Mbak. Semenjak Papa meninggal, mau tidak mau Adel yang harus menggantikan Papa untuk cari uang. Adel ikhlas kok Mbak, asal keluarga Adel bahagia dan nggak merasa kekurangan." "Mbak dukung kamu Del. Biarlah Tuhan yang membalas semua kebaikan kamu saat ini. Yang semangat ya kerjanya, Mbak pulang duluan." "Iya Mbak, hati-hati dijalan." Setelah kepergian Mira, Adel pun melanjutkan pekerjaannya. Tak terasa jam sudah menunjukkan pukul 10 malam. Adelia pun sudah bersiap-siap untuk segera pulang ke rumah. Sesampainya di rumah. Tok! Tok! "Assalamu'alaikum Ma." "Wa'alaikumsalam nak. Kamu pulang malam lagi, Nak. Memangnya sekarang kamu lembur tiap hari ya?" tanya Sarah mamanya Adelia. "Iya Ma, kita kan lagi butuh uang untuk bayar semesternya Desi," jawab Adelia. "Tapi Mama nggak tega lihat kamu harus kerja keras, Nak." "Adel nggak apa-apa kok Ma." Adelia pun berusaha untuk meyakinkan mamanya. Saat Adel sedang asyik berbicara dengan mamanya, Desi pun datang menghampiri mereka. "Kamu belum tidur Des?" tanya Adelia kepada adiknya itu. "Belum Kak, tadi habis ngerjain tugas kuliah. Kak Adel, Desi mau ngomong sama Kakak." "Kamu mau ngomong apa si Des?" "Desi mau berhenti kuliah aja Kak, Desi pengen kerja atau bantu Mama jualan kue." "Desi! Kenapa kamu ngomong seperti itu! Kakak masih sanggup kok untuk bayar kuliah kamu." "Tapi Desi nggak enak, terus-terusan nyusahin Kak Adel. Kuliah Desi cuma bikin beban buat Kakak." "Desi! Cukup Kakak yang cuma tamat SMA. Kalau kamu nggak kuliah kamu mau kerja apa?" Kamu mau jadi SPG seperti Kakak?!" "Desi nggak keberatan kok Kak, selagi itu halal dan menghasilkan uang." "Nggak Des, Kakak nggak setuju kalau kamu berhenti kuliah. Pokoknya kamu harus tetap kuliah!" Desi hanya diam tidak berani menjawab omongan kakaknya lagi. "Ya sudah Des, mendingan sekarang kamu istirahat di kamar. Jangan membantah lagi ucapan Kakak mu." Ucap Sarah berusaha menengahi. "Iya Ma, Kak Adel, Desi ke kamar dulu." Di saat Desi sudah kembali ke kamarnya." "Del, kamu jangan terlalu keras sama adik mu. Maksud Desi itu baik, Nak. Dia hanya tidak ingin membuat kamu susah." "Adel tau Ma. Adel hanya ingin melihat Desi sukses. Adel tidak ingin Desi menjadi seperti Adel." "Mama tau sayang. Andai Papa mu masih hidup dan perusahaan Papa mu tidak mengalami kebangkrutan, mungkin hidup kita tidak akan kekurangan seperti ini." "Ini sudah takdir Tuhan, Ma. Kita tidak bisa melawannya. Yang bisa kita lakukan sekarang adalah ikhlas menjalaninya." "Kamu benar nak. Sekarang ayo kita istirahat," ajak Sarah kepada putri sulungnya itu. Keesokkan harinya. "Bagaimana Ren, kamu sudah siapkan semua keperluan saya untuk berangkat ke Jambi." "Semuanya sudah beres Bos. Saya juga sudah menghubungi Pak Feri untuk merahasiakan kedatangan Anda ke sana." "Kerja bagus Rendi." "Ngomong-ngomong, Pak Gustian sudah memberi tahu keluarga Bapak tentang rencana ini." "Belum, nanti saja Ren kalau rencana saya sudah berhasil. Saya sengaja mau kasih kejutan sama nyonya besar. Kamu juga harus tutup mulut kamu rapat-rapat. Kalau sampai rencana saya bocor, kerjaan kamu jadi taruhannya." "Siap Bos!" "Good." Hari yang di nanti pun tiba. Kini Tian sudah mendarat di Bandar Udara Sultan Thaha Jambi. "Welcome to Jambi!" ucap Tian dengan penuh semangat. Rendi pun dengan setia selalu mendampingi kemana bos besarnya itu pergi. Dengan dua koper besar di tangan Rendi menyeretnya mengikuti langkah tegap Tian. Kini tibalah mereka di sebuah rumah kecil berukuran empat kali enam." "Kamu yakin Ren, mau jadiin rumah ini tempat tinggal saya." "Iya Pak Gustian, saya sangat yakin." "Apa tidak bisa saya tinggal di apartemen atau hotel saja?" "Kalau Bapak tinggal disana, sama juga bohong Pak. Dengan Bapak tinggal disini, orang-orang akan percaya kalau Anda memang benar-benar kere Pak." "Oh My God! Harus ya Ren." "Ya, itu si terserah Anda si Bos. Kalau Anda berubah pikiran, sekarang juga kita bisa kembali ke Jakarta." "No, no Ren. Saya siap, demi pencarian cinta sejati saya." "Kalau begitu, ayo Bos kita masuk ke dalam." Tian dan Rendi pun bergegas masuk ke dalam rumah yang akan menjadi tempat tinggal Tian untuk sementara waktu. Mampukah Tian menjalani kehidupan yang sangat bertolak belakang dengan kehidupan dia yang sebenarnya? "Whay not? Spirit!" teriak Tian dengan penuh keyakinan. Keesokkan hari pun tiba. "Ren, apa kita harus jalan kaki untuk menuju supermarket." Ucap Tian yang kini sudah mengenakan seragam barunya sebagai SPB, dan dengan gaya rambut culunnya. "Iya Bos, biar Anda tampak lebih meyakinkan lagi kalau Anda itu memang benar-benar tuan kere." "Aduh, ternyata susah juga ya jadi orang kere, bikin capek," ucap Tian yang mulai mengeluh. "Sabar Pak Gustian, ini baru permulaan. Saya doakan semoga misi Anda kali ini berhasil." "Hmm lihat Ren, tidak ada satu pun wanita yang melirik saya dengan penampilan saya seperti ini." Ucap Tian yang kini sedang berjalan kaki bersama Rendi untuk menuju supermarket nya. "Ya biasalah Bos, namanya juga hukum alam. Dimana-mana cewek akan melirik kita, kalau kita sudah berjas dan turun dari mobil mahal." "Kalau begitu susah dong Ren saya menemukan wanita yang bisa menerima saya kalau penampilan saya seperti ini." "Sabar Bos, ini baru permulaan, jangan patah semangat dulu. Ayo masuk!" ajak Rendi ketika mereka sudah sampai di depan supermarket tempat Tian akan melakukan penyamaran. "Pagi Mbak, saya SPB baru disini. Nama saya Tian Perdana, mohon arahannya," ucap Tian sopan kepada Seli salah seorang SPG di supermarket itu. "Oh, pegawai baru. Ya udah, kamu beresin tu barang yang bertumpuk. Susun yang rapi ya." Tian sedikit kesal ketika Seli memerintah dia dengan seenaknya. Ia pun menyusun secara asal barang-barang tersebut ke rak. Hingga sebuah suara mengagetkan dirinya. "Kalau nyusun barang itu harus sesuai dengan daftarnya Bang. Biar memudahkan pembeli untuk mencari barang yang mereka inginkan." Tian hanya diam memandang wanita yang memanggilnya dirinya dengan sebutan Bang." "Perkenalkan nama saya Adel, Abang SPB baru disini ya?"  tanya Adelia. "I-iya Mbak Adel," jawab Tian agak sedikit terbata-bata. "Panggil saya Adel saja," pinta Adelia dengan senyum ramahnya, yang mampu membuat cenat cenut hati seorang Mr Tajir. Bersambung
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD