Panji terbiasa mendengar orang lain mengolok Laksamana di belakang, tetapi memuja ketkka berhadapan langsung. Keluarga Laksamana memang memiliki kutuka penebar benih, tetapi kontribusinya terhadap Kota Sabin tidak terukur. Sejak berdirinya Kota Sabin, keluarga Laksamana lah yang memiliki andil besar.
Sebab sebagai panglima perang, yang paling kuat, keluarga Laksaman tidak terkalahkan.
Sebagai ganti dari kekuatan tubuhnya yang spesial, mereka harus selalu menebar benih mereka. Dan kutukan itu hanya ditujukan pada kepala keluarga. Oleh karena itu Bayu menolak menjadi kepala keluarga dan menjadikan Orion sebagai gantinya.
Karena Orion sudah tiada, maka Bayu yang naik menjadi kepala keluarga. Panji tidak bisa mencegah pamannya, sebab dia pun tak memiliki solusi yang tepat. Sebagai wujud mendukung pamannya, Panji menghindari menyebut nama Bayu di hadapan Arunika. Terlebih dia sudah menguping pembicaraan Arunika dan Bagaskara. Arunika sudah tahu tentang hal itu.
Sayangnya pilihan sulit yang telah diambil oleh pamannya itu, diolok-olok oleh orang yang bahkan tidak mampu melawan wewe sendirian. Cih, Panji tidak terima. Dia ingin membantah semua olokan itu.
"Lihat, dia anggota Laksamana kan? Maka gadis itu pasti mainannya," sembur pengunjung dua.
Panji meledak. Dia tidak bisa memaafkan orang itu. Tinjunya bergerak lebih dulu.
"Panji!" Jerit Arunika.
Semua pengunjung warung mulai berdiri dan mengerumuni mereka. Mereka berbisik-bisik sambil menunjuk Panji dan Arunika.
Dua teman yang dipukul Panji itu, tidak terima. Mereka pun menyerang Panji bersamaan. Panji bisa menghindar dengan mudah. Salah satu dari dua orang itu terjatuh dan menghantam meja berisi makanan. Meja pun terguling karena tak muat menahan berat badannya. Semua makanan tumpah. Pemilik warung kini mulai meraung-raung menangisi dagangannya hancur.
Arunika tidak tahu harus berbuat apa dengan semua kekacauan ini. Panji sedang berusaha mengendalikan amarahnya. Dia tahu, mereka tidak seimbang dengannya. Mereka hanyalah orang biasa yang bermulut besar.
Sopir pick up mengambil alih situasi. Dia mendatangi pemilik warung dan meminta maaf.
"Kami minta maaf atas kekacauan yang terjadi. Kami akan mengganti kerugian yang bapak alami," kata sopir itu.
Pemilik warung sudah sangat kenak dengan sopir pick up. Dia mengangguk-angguk. "Kalau Pak Erik yang bilang begitu, baiklah."
Sopir pick up yang bernama Erik itu juga meminta maaf kepada seluruh pengunjung yang hadir dan memberikan mereka uang saku sebagai ganti rugi. Agar mereka bisa membeli makanan di tempat lain. Tiga orang pengunjung yang membuat masalah tadi, dikumpulkan dan disuruh duduk.
"Aku tidak bisa memaafkan mereka," kata Panji. "Mereka harus dihukum," kata Panji.
Arunika tidak setuju. "Sudahlah, mereka sudah dapat tinjumu," desak Arunika.
"Nggak bisa, mereka juga sudah melecehkanmu, Arunika. Aku tidak bisa melepaskannya begitu saja," kata Panji tetap dengan keputusannya.
"Mereka akan mendapat hukuman. Tetapi serahkan semuanya pada keluarga Oriza Sativa," bujuk Erik. "Mereka bisa menyelesaikan masalah ini dengan baik."
Panji ingin menolak. Dia akan membuat tiga orang yang berkata jelek itu dihukum sesuai hukum Apiabadi. Bisa dengan potong tangan. Tetapi begitu mendengar nama Oriza Sativa dari mulut Erik, ketiga orang itu berwajah pucat.
"Kami minta maaf, tolong, tolong ampuni kami. Jangan beritahu keluarga Oriza Sativa. Kami mohon," pinta pengunjng satu dan tiga dengan bersujud.
Panji merasa heran. Kenapa mereka begitu takut dengan Oriza Sativa. Bahkan mendengar namanya saja sudah membuat mereka gemetar ketakutan. Sehebat apa Oriza Sativa itu? Darah Panji berdesir, ingin bertarung melawan pendekar mereka.
"Kalau kami mendapat hukuman dari Oriza Sativa, keluarga kami juga akan kena imbasnya, Tuan. Tolong, maafkan kami!"
Ah, Panji mengerti sekarang. Oriza Sativa memang berkuasa atas persawahan dan ladang yang ada di sini. Bisa dibilang mereka adalah tuan tanah di sini. Sekali membuat masalah, maka orang-orang ini bisa kehilangan pekerjaan mereka sebagai buruh. Dilihat bagaimanapun mereka hanyalah buruh sawah, dengan pakaian lusuh yang menempel tanah liat di seluruh kainnya.
"Bagaimana Tuan Panji?" tanya Erik.
Panji bergeming. Dia memang marah dengan tindakan mereka, tetapi bila keluarga mereka juga ikut mendapat hukuman, maka hal itu tidak sesuai hati nuraninya.
"Siapa nama kalian?" tanya Panji. "Aku akan menjadikan nama kalian sebagai jaminan."
Ketiga orang itu saling berpandangan. Mereka takut-takut untuk menjawab.
"Sudahlah Panji, ayo pergi," ajak Arunika.
"Tapi Arunika,"
Arunika menatap galak pada Panji. Dia menggelengkan kepalanya. AKhirnya Panji menuruti saran Arunika,
Panji memandang tiga lelaki di depannya. Dan memberi isyarat 'awas kalian'. Kemudian meninggalkan mereka, dia masuk ke bak pick up.
"Biar aku yang bayar Pak," kata Arunika.
"Ndak perlu Non, sudah menjadi tanggung jawab Pakubumi untuk melayani pendekar ApiAbadi," tolak Erik.
Pemilik warung yang wajahnya muram durjana berubah dengan cepat menjadi senyum gembira menerima ganti rugi yang diberikan oleh Erik. Setalah urusan tersebut selesai, Arunika dan Erik kembali ke mobil pick up dan melanjutkan perjalanan mereka ke kediaman Oriza Sativa.
"Sayang, nggak jadi ngicipin nasi jagung ya Non," kata Erik sedih.
"Nggak apa Pak. Masih ada lain kali. Ngomong-ngomong seperti apa keluarga Oriza Sativa?"
Mendapat pertanyaan itu, Erik hanya tersenyum. "Mereka orang biasa saja Non," jawab Erik.
"Masa sih? Tapi tiga orang itu bisa ketakutan begitu. Mungkin mereka bentukannya seram ya?" tanya Arunika lagi.
Erik terkekeh mendengar Oriza Sativa dikatakan seram. "Mereka orang yang sangat biasa Non, nanti Non bisa melihatnya."
Dalam setengah jam, mobil pick up itu sudah memasuki kediaman Oriza Sativa. Rumahnya lebih sedehana dibanding dengan rumah Pakubumi. Rumah Pakubumi seperti vila pedesaan. Sedangkan rumah Oriza Sativa benar-benar rumah gubuk.
Apa benar, ini rumah Oriza Sativa yang terkenal kaya dengan hasil sawahnya?
Ketika mobil pick up sudah berhenti di halaman rumah, Arunika melihat beberapa keluar rumah dan menyambut mereka. Mereka sangat mungil. Eh?
Arunika melihat mereka dengan bingung. Kemudian menoleh ke arah Erik. Erik membalas tatapan Arunika dengan senyum. Arunika balas tersenyum singkat, bingung.
"Ehm, Nona Arunika, mereka inilah keluarga Oriza Sativa," kata Erik.
Arunika memasang senyum, meski dia merasa senyumnya aneh. Awalnya Arunika merasa canggung, namun mereka bersikap sangat hangat menyambutnya. Panji bahkan sudah menghilang entah kemana.
"Mari, mampir di gubuk. Nona Arunika pasti lelah," sambut kepala keluarga Oriza Sativa.
Erik mohon pamit, tugasnya susah selesai. Dia menepuk pundak Arunika, "mereka adalah orang yang baik. Kau akan betah di sini," kata Erik menenangkan Arunika.
Arunika masuk ke dalam gubuk. Gubuk ini hanyalah tampak luarnya saja. Di dalamnya full dengan peralatan teknologi dengan harga mahal. Arunika menganga. Inikah orang biasa?
"Mungkin Nona bingung dengan semua ini, tetapi bolehkah kami bertanya lebih dulu?" tanya kepala keluarga Oriza Sativa.
Arunika mengangguk saja. Dia merasa sedikit tertekan. Apakah mereka akan bertanya soal identitasnya? Soal pedang dewa, soal Bayu? Soal apa yang akan ditanyakan. Keringat dingin mulai membasahi keningnya. Kakinya bergetar. Dia menggenggam jepit hitam miliknya. Apapun yang terjadi, dia tetap harus tetap hidup.
"Nona, mau makan apa?"
"Eh apa?"