Nasi Jagung

1158 Words
Arunika menjalani hari yang tenang. Tanpa bertarung dengan Wewe. Dia malah merasa gelisah. Kepergian Bayu tanpa pamit, dia ingin tahu apa alasannya. Beberapa kali memancing Panji, dia tidak mendapat informasi apapun. Arunika membereskan barang-barangnya. Dia tidak merasa perlu berada di pondok ini lebih lama. Dia harus kembali ke asrama, tetapi apa yang akan dia lakukan selanjutnya? Dia masih berstatus dicurigai. Namanya belum bersih. Dia juga sedang dalam masa cuti sebagai pendekar. Ah. Dia sudah mulai bosan dengan kegiatan di sini. Makan tidur. Ponselnya berdering. Dia sudah lama tidak mengecek ponsel pintarnya. Ternyata Bagaskara. "Hai, aku sudah mulai bosan di sini, Bagas, kau kenapa?" Tanya Arunika gelisah. Bagaskara pasti memiliki kabar buruk. Biasanya dia selalu berisik di telepon. "Aru, aku harus memberi tahumu suatu hal," kata Bagaskara tenang. Mendengar nada suara Bagaskara, malah membuat gelisahnya bertambah. "Ya?" Jawab Arunika dengan jantung berdebar keras. Arunika mendengar Bagaskara mengehela nafas berulang kali. "Aru, kau harus melupakan Bayu," kata Bagaskara singkat. Arunika tahu, ada yang tidak beres dengan Bayu. "Kenapa Bayu?" Arunika menarik daun telinganya sampai memerah. "Bayu akan menjadi kepala keluarga Laksamana. Dia akan menjadi seorang penebar benih." Arunika mengerjapkan matanya berlang kali. Dia membutuhkan waktu untuk mencerna ucapak Bagaskara. Memangnya kalau menjadi kepala keluarga kenapa? Sedetik kemudian dia iangat, keluarga Laksamana memiliki kutukan penebar benih.  Perut Arunika serasa mual. Membayangkan Bayu harus berlaku sama dengan Laksamana yang dia temui tempo hari. Arunika menjatuhkan ponselnya dan berlari ke kamar mandi. Dia merasa perutnya serasa akan memuntahkan isinya. Panji menggedor-gedor pintu kamar mandi. "Aru, kau kenapa?" tanya Panji berteriak.  Arunika tidak bisa muntah. Meskipun perutnya terasa mual dan tubuhnya lemas. Akhirnya dia tahu, kenapa Bayu bersikap dingin padanya. Mungkin saja, Bayu akan mulai menjaga jarak dengannya. Arunika merasa hatinya sakit. Arunika membuka pintu kamar mandi. Panji menghujani dia ribuan pertanyaan, namun Arunika hanya memandangnya kesal dan meninggalkan Panji yang masih bertanya ini itu. Arunika memutuskan untuk keluar pondok. Dia harus pergi ke perpustakaan. Dia tidak bisa berdiam diri begitu saja. Arunika berjalan keliling di skeitar pondok. Menyapa orang-orang yang tinggal di sana. Arunika juga menanyakan arah perpustakaan.  "Perpustakaan itu apa ya?" tanya seorang penduduk. "Eh? Ehm. Tempat yang ada banya bukunya," jawab Arunika. Dia berpikir mungkin saja perpustakaan di sini memiliki nama yang berbeda. Jadi dia mendiskripsikan yang mudah. Semoga saja mereka juga mengenal buku. "Oh yang banyak bukunya, sekolah ya? Kalau sekolah lewat jalan ini terus lurus saja. Kanan jalan," orang itu bersemangat menunjukkan arahnya. Arunika tersenyum masam. Dia pamit, dan tetap menuju sekolah. Dia berharap di sekolah ada perpustakaan yang lengkap. Atau paling tidak, orang yang berpendidikan tentu akrab dengan kata perpustkaan. *** "Cewek jadul, ayo naik!" Seru Panji dari belakang.  Ketika Arunika menoleh, Panji sudah naik di bak mobil pick up. Arunika heran dengan anak ini, lama-lama sifatnya mirip Bagaskara. "Aku mau ke sekolah itu," tunjuk Arunika ke sebuah bangunan yang paling tinggi. "Ngapain? Kita disuruh ke tempat Oriza Sativa sekarang. Barangmu sudah kukemasi tadi," kata Panji tidak membiarkan Arunika menolak. "Sekarang?" "Iya, kita akan berburu wewe di sana. Cutimu sudah dihapus. Sekarang kau harus mengabdi pada ApiAbadi," goda Panji. Arunika tersenyum. Akhirnya ada yang bisa dia lakukan untuk melupakan Bayu.  Arunika naik bak belakang dibantu oleh Panji. Dia tidak pernah naikmobil di bak seperti ini. begitu mobil berjalan, angin berhembus kencang menerpa wajahnya. Dia bersyukur rambutnya pendek, sehingga lebih mudah untuk di tata lagi nanti. Panji melambai ke setiap orang yang ditemuinya. Dia juga berteriak 'sampai jumpa' pada mereka semua. Mereka pun membalas lambaian Panji dengan senyum lebar. Barangkali baru kali ini mereka melihat pendekar gila. Arunika memeriksa tasnya sekali lagi. Panji memasukkan seluruh barangnya tanpa ditata. Isi tasnya campur aduk. Dia melirik sebal pada Panji. Yang dilirik tidak peduli. "Kenapa tiba-tiba kita ke sana?" tanya Arunika. Dia hampir saja mengucap nama Bayu.  "Sebab sudah ditentukan dari pusat begitu," jawab panji cengegesan. Arunika menatap Panji lekat-lekat. Dia menyadari Panji pun menghindari menyebut nama Bayu atau paman seperti biasanya. Mereka sama-sama tidak ingin menyebabkan suasana canggung bila nama itu terucap.  Sebetulnya Arunika ingin bertanya langsung pada Bayu, apa alasan dia harus menjadi kepala keluarga. Selama ini dia terlihat alergi menjadi seornag kepala keluarga, dan mendadak dia sudah jadi kepala keluarga. Setelah, setelah kejadian di goa belerang dan Arunika pingsan. Ketika sadar, semua orang bersikap aneh. Arunika sadar, ada yang terjadi ketika dia pingsan.  Mobil melaju melewati hutan jati ratusan kilometer. Selama perjalanan berikutnya, Arunika dan Panji lebih memilih saling diam. Arunika mencatat beberapa informasi baru yang dia dapat selama di Pakubumi. Sedangkan Panji menyumpal telinganya dengan headset. Arunika juga menggambar pepohonan jati yang dia lihat.  Ada satu tempat di mana pohon-pohon jati itu meranggas kering, Suasananya pun nampak muram. Sedang lainnya pohon-pohon itu nampak segar. Aneh sekali.  "Hoaam," Arunika merasa matanya mengantuk.  "Kau pindah ke depan aja," saran Panji. Panji mengetuk -ketuk jendela kaca tempatnya bersandar, supaya sopir mendengar. Mobil pick up berhenti.  "Kenapa Tuan?" tanay sopit pick up. "Biar temanku pindah ke depan. Dia mengantuk."  "Silahkan Nona," sopir pick up membuka kunci pintu dan jendela. Arunika melompat turun dari pick up. Dan pindah ke depan. Mobil pun melaju lagi. Arunika sdah terlelap.  Ketika dia terbangun, mereka sudah keluar dari hutan. Sekarang yang terhampar hanyalah persawahan. Dari kejauhan nampak pegunungan yang menjulang. Arunika merasa matanya langsung segar menatap pemandangan di depannya. Dia membuka kaca jendela dan merasakan dinginnya angin gunung menip wajah dan rambutnya.  "Kita sudah memasuki wilayah Oriza Sativa, nona. Kita akan mampir ke warung di depan untuk makan," kata sopir. Arunika pun sudah merasakan perutnya keroncongan. Dia ingin makan mi instan ditambah sawi, irisan cabe dan bawang putih. Lauknya telur setengah matang.  "Menu nasi jagung di sini enak Non," kata sopir.  "eh, nasi jagung?"  "Iya, ayo Non."  Mobil pick up berhenti di warung sederhana. Warung yang lebih tepat disebut gubuk di pinggir sawah, gubuk tanpa dinding. Bagian depan hanya ditutup baner warung. Kursinya juga hanya kursi dari bambu yang dibuat seadanya. Benar-benar khas pedesaan. Arunika tidak doyan  nasi jagung. Dia mengintip menu yang disajikan. Makanan ditaruh di meja, dan para pembeli mengambil sendiri nasi dan sayurnya. Sedangkan ikannya, ditaruh di cobek dari tanah liat. Menu ikan kali dengan sambel trasinya. Arunika mengambil nasi putih, dan sayur lodeh. Panji tentu saja nasi jagung. Mereka memilih tempat duduk yang berada di bawah pohon jati. Dan sedang menanti ikan digoreng. "Katanya si Laksamana jadi petinggi agung," seru pengunjung satu. "Waduh bahaya ini kalau dari keluarga itu. Keluarga mata keranjang," seru pengunjung dua. Panji membengkokkan sendoknya. Arunika duduk gelisah. "Tapi yang ini si Bayu. Bayu si kucing. Pasti dia berbeda," bela pengunjung tiga. "Sama saja. Siapapun itu, namanya Laksamana tetap sama. Kutukan mereka tidak bisa musnah," seru pengunjung satu. Panji meletakkan piringnya dan berdiri. Dia tidak terima pamannya diolok-olok seperti itu. "Memangnya tahu apa kalian tentang Bayu hah?" hardik Panji. Tiga pengunjung itu pun menengok ke Panji. "Lihat, dia juga anggota Laksamana kan? Lihat gadis itu, pasti mainannya," olok pengunjung dua menunjuk Arunika. Habis sudah kesabaran Panji. Bukan hanya pamannya, tetapi Arunika juga. Dia meninju wajah pengunjung dua. Arunika menjerit. "Panji!"
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD