Ketika Dewanti menyebut nama Laksamana dengan marah, Bayu mengerti. Kemunculan penjaga gerbang di bawa bumi, di wilayah Pakubumi adalah perbuatan kepala keluarganya, Orion Laksamana.
Ketika melihat simbol di dinding goa, Bayu tahu simbol itu milik keluarga Laksamana. Dia menyembunyikan fakta itu dari lainnya karena ingin memastikan terlebih dahulu. Panji tidak boleh tahu hal ini. Panji akan mencari Laksamana dan membuat masalah yang parah. Bayu butuh beripikir.
Namun Dewanti tidak memberikannya waktu. Dia tahu kalau semua itu adalah perbuatan Laksamana. Yang artinya, Laksamana adalah musuh Apiabadi yang harus dilenyapkan.
Pertimbangan Bayu bukan karena kasihan pada laksamana, atau loyalitas terhadap kepala keluarga. Dia hanya perlu orang yang mengambil kutukan 'penebar benih'. Seperti apapun orangnya, apapun perbuatannya, Bayu masih bisa menolerir. Namun bila membahayakan seluruh warga Kota Sabin, itu lain cerita.
Kalau dia yang dulu, mungkin dia tidak peduli kalau kota ini hancur berkeping-keping. Tetapi sekarang? Didikan Lukman merasuk ke dalam sumsumnya, mencintai kota Sabin, dan juga sekarang ada gadis itu.
Gadis dengan rambut sebahu yang telah menyelamatkannya dari wewe. Gadis itu jugalah yang telah membuka pintu hatinya. Dia tidak tahu alasannya, dia hanya merasa begitu.
"Tidak ada alasan yang pasti, kenapa kau jatuh cinta. Kau hanya merasa hidupmu hampa tanpanya," petuah Lukman yang selalu membuatnya geli.
Sekarang petuah itu, dia memahami sepenuhnya. Bukan hanya paham, tetapi merasakannya juga.
Jadi untuk melindungi semuanya, dia tetap harus memberikan hukuman pada Laksamana. Awalnya Bayu akan mengurung Laksamana di ruang bawah tanah. Membatasi interaksi dengan para asistennya.
Tetapi Dewanti tidak setuju. Laksamana tetap harus mati.
"Aku bisa mengurusnya, dia tanggung jawabku," bantah Bayu.
"Setelah melecehkan Arunika, dan sekarang membuat perjanjian dengan wewe. Kau masih memberian ampunan padanya? Sebaiknya kau turun tahta, petinggi agung," ejek Dewanti. "Kota ini akan hancur ketika kau sadar telah salah mengampuni seseorang."
Kepala Bayu sakit. Tetapi Dewanti benar, bila dia mengampuni Laksamana sekarang, bukan tidak mungkin dia akan membuat masalah lagi. Lebih baik membereskannya sekarang. Tetapi apakah dia siap menjadi penebar benih?
Tanda tanya itu memenuhi kepala dan rongga hatinya.
Sedangkan Dewanti terus-terusan memprovokasi Bayu, agar segera menjadi kepala keluarga Laksamana. Maka dia memiliki kekuatan absolut dalam keluarga Laksamana dan Apiabadi. Namun untuk apa semua itu? Hatinya akan sakit melihat Arunika sedih dengan pilihannya ini.
Maka dia memutuskan untuk berbicara dengan Laksamana terlebih dulu, baru memutuskan. Namun dia melihatnya sendiri. Perempuan yang menyerangnya saat bersama Arunika, kali ini sedang membuat rencana dengan Laksamana.
Tidak ada ampun untuknya. Demi Arunika. Demi Kota Sabin. Demi kedamaian.
"Kau yang membuka gerbang kan?" kata Bayu tajam pada Laksamana.
Bayu mencengkram jemari Laksamana, membuatnya kesakitan. Krak... membuat jemari Laksamana patah.
Laksamana menjerit kesakitan, meminta ampun pada Bayu. Para asistennya ikut menangis dan menarik-narik baju Bayu agar menjauh, namun Bayu tak bergerak sedikitpun.
"Kau tahu, aku bukan bonekamu," desis Bayu. "Kali ini tindakanmu sudah melewati batas. Aku tidak bisa tutup mata lagi."
Bayu memukul dua asisten itu agar pingsan. Menyingkirkan para penganggu. Kekuatan Bayu mengepung Laksamana. Gelembung hitam itu perlahan menyedot sari-sari hidup Laksmana. Dan Bayu menutup matanya.
Laksamana tidak bersuara lagi. Tidak bernyawa.
***
Bayu kembali ke tempat Panji dan Arunika berada. Dia membersihkan dirinya terlebih dulu. Berusaha mengenyahkan kenangan pahit tersebut. Membasmi wewe dengan melenyapkan nyawa manusia, terlebih saudaranya sendiri.
Bayu bersyukur Panji tidak bertanya apapun. Dia hanya melihat Bayu dengan tatapan takut. Bayu mengeluarkan aura kemarahan yang menakutkan. Oleh karena itu dia lebih baik membaca laporan-laporan yang dikerjakan Betari.
Ketika Arunika bangun, hati Bayu terasa sakit. Dia ingin dihibur, tetapi dia takut bila Arunika tahu dia sekarang adalah penebar benih. Dia takut melihat Arunika memandangnya dengan jijik. Karena itu dia bersikap dingin.
Arunika kembali tidur, bayu bisa bernafas lega. Ponselnya berbnyi darurat. Dari pendekar ApiApabadi yang berasal dari keluarga Haya.
"Ya, ada apa?" tanya Bayu.
"Tuan Bayu, aku melihat banyak kepala babi bergerak menuju asrama haya. Aku juga merasakan perlindungan Asraam melemah," katanya dengan cepat.
"Tenangkan dirimu dulu, katakan dengan pelan-pelan," saran Bayu dengan kalem.
Pendekar yang bernama Nina Haya mengulang informasinya lagi.
"Aku akan ke sana!" kata Bayu tenang.
Nina mengucapkan terima kasih berulang kali pada Bayu.
Maka setelah mendapat informasi tersebut, dia keluar pondok dan emncari Pakubumi. Wilayah Pakubumi dan Haya seperti kutup selatan dan utara. Ujung dengan ujung.
"Ada apa Tuan Bayu mencari Pakubumi?"
"Antarkan aku ke tempat Haya," kata Bayu.
Pakubumi menggerlingkan matanya. "Itu mudah, Tuan. Apakah ada yang bisa kubantu selain itu?"
"Apa yang bisa kau lakukan selain itu?" pancing Bayu.
Pakubumi terkekeh. "Aku menyarankan panti asuhan Haya dipindah ke wilayahku. Padang rumput sebaiknya diurus oleh Airlangga."
Bayu tertarik dengan ide itu. Dia tidak pernah memikirkan hal itu. Dia tidak berniat mengubah letak kekuasaan para bangsawan. "Kenapa harus demikian?"
Pakubumi memberikan gelas berisi wine pada Bayu. Tetapi Bayu menolak. Pakubumi memegang gelas tersebut dan memandangi warna merah yang bergerak seiring digoyangkan gelasnya.
"Haya tidak bisa bertahan lama. Cincinnya telah hilang, dia masih ada lantaran Dina keras kepala," kata Pakubumi.
Perlu beberapa detik untuk Bayu menyadari kenapa Pakubumi begitu tertarik dengan Haya. "Apakah kau kekasih Dina?"
Pakubumi memberikan senyum sedih.
"Kisah cinta tidak pernah bahagia ya?" tanya Bayu muram.
"Tos untuk kita," kata Pakubumi.
Setelah itu, Pakubumi membuatkan jalan untuk Bayu agar sampai ke tempat Haya dengan cepat. Namun meskipun cepat, pertarungan sudah usai ketika dia sampai di sana. Sihir perlindungan Dina sudah hancur tak bersisa. Berganti dengan sihir milik Naraya.
"Perkuat sihir perlindungannya," perintah Bayu pada Naraya.
Setelah kematian Laksamana, otomatis tongkat kuasa berpindah kepadanya. Bayu melupakan tentang kutukan keluarganya sejenak. Dia harus mengutamakn keselamatan semua orang.
"Hei Bayu, kau serius jadi kepala keluarga Laksamana?" pertanyaan Naraya mengingatkannya pada kutukannya.
"Kalau kau jadi penebar benih, Arunika gimana?"
Bayu merasa hati dan kepalanya sakit. Dia tidak tahu harus memberikan alasan apa pada mereka. Rasanya langit di atas dan bumi yang dipijaknya hancur lebur. Bayu merasa tubuhnya linglung. Dia jatuh terduduk.
Naraya dan Bagaskara saling berpandangan.
Bayu tidak ingin mereka tahu, betapa kacau dirinya sekarang. Jadi Bayu bangkit berdiri dan keluar dari ruangan tempat Dina dan Candy dirawat. Dia butuh nikotin, dia butuh sesuatu untuk mengalihkan pikirannya.
Dia menyelipkan rokok di bibirnya. Dan menyalakan korek. Namun sudah beberaoa kali dia memencet korek itu, tidak ada api yang keluar.
Bagaskara menyalakan korek miliknya.
"Terima kasih," kata Bayu.
Bagaskara menyalakan rokok miliknya dan ikut berdiri di samping Bayu. "Kau seperti bom yang akan meledak," kata Bagaskara.
Bayu diam membisu.
"Kenapa kau datang kemari? Apa ada hubungannya dengan Candy?"
Tidak ada jawaban. Bagaskara mulai kesal. "Kalau kau tidak ingin aku ikut campur, bersandiwalah dengan lebih baik. Bilang kalau kau hanya mempermainkan Arunika. Bilang kau mencintai perempuan lain? Bukannya," Bagaskara menginjak rokoknya. "Bukannya seperti mayat hidup seperti ini."
Kesal karena Bayu tetap membisu, Bagaskara meninggalkan Bayu sendirian.
Bagaskara mengambil keputsan sendiri. Dia menelpon Arunika.
"Aru, ada yang harus kau tahu," kata Bagaskara di telepon.