A City Called Shanghai

1654 Words
Setelah dua jam, lima belas menit berada diatas ketinggian, burung besi yang membawa dokter Gu dan Frofesor Jiang akhirnya sampai di bandara Pudong, Shanghai. Mereka sampai tepat pukul delapan malam. Perjalanan berlanjut menuju rumah Profesor Jiang dengan menaiki taksi selama lima belas menit. Waktu lima belas menit tidak terasa setelah mata kedua dokter forensik itu menyapu papan-papan reklame jalanan yang membuat kota Shanghai menjadi terang. Dokter Gu Wei dan Profesor Jiang akhirnya sampai dirumah yang pernah dokter Gu tinggali semasa kuliah itu, rumah yang sama sekali tidak memiliki banyak kenangan indah untuknya. Tatapannya berhenti saat Gu Wei menatap jendela kamar yang dulu pernah dia tempati untuk tidur. "Jangan melamun. Ayo masuk." kata profesor Jiang. Gu Wei menyeret kopernya dan mengikuti langkah kaki professor Jiang. Keduanya akhirnya masuk ke dalam sebuah rumah yang memiliki kesan retro. Di dalam rumah yang cukup besar inilah Profesor Jiang, istri, dan putra tunggalnya tinggal. Tapi karena putra tunggal sang profesor, Jiang Qing, tengah sibuk dengan pekerjaan sebagai dokter bedah, maka hanya tinggal professor Jiang dan nyonya Yin Ah yang tinggal di rumah besar ini. “Bibi, bagaimana kabarmu?” Gu Wei membungkuk kepada wanita yang berusia sama dengan ibunya itu. Senyuman Gu Wei sangat tulus ketika wajahnya menatap wajah nyonya Yin. Nyonya Yin hanya mendengus, ekspresinya sangat kelam ketika dia melirik ke arah Gu Wei. Dia bahkan tidak mau repot-repot menjawab salam Gu Wei dan hanya berbicara pada suaminya, "Kenapa kau membawanya lagi?" “Jangan begitu, Xiao Gu akan tinggal disini untuk sementara waktu. Dia akan bekerja di Shanghai mulai besok.” Ujar Profesor Jiang. "Maafkan kedatanganku yang begitu tiba-tiba ini bibi. Aku hanya akan merepotkanmu malam ini saja.”Rencana berhari-hari untuk merepotkan keluarga Jiang seketika hilang. Walau pun Gu Wei tidak marah dengan sikap nyonya Yin, tapi dia merasa tidak enak jika harus melihat wanita tua ini terus mengomeli professor Jiang yang telah membawanya ke Shanghai. "Biarkan dia tidur dikamar Xiao Jiang." kata Profesor Jiang. "Tidak bisa!! Aku sudah membersihkannya, lusa anak kita akan pulang." kata wanita galak itu. Profesor Jiang, "Bagaimana dengan kamar ta.." Bahkan sebelum suaminya berbicara lebih banyak, nyonya Yin sudah terlebih dahulu memotong ucapan Profesor Jiang, "Tidak boleh! Temanku akan datang besok!!" Dokter Gu tidak merasa kaget lagi dengan sikap nyonya Yin ini. Dia memamg tipikal perempuan yang akan bicara blak-blakan. Karena tidak boleh tidur dikamar manapun, dokter Gu akhirnya berakhir diruang kerja Profesor Jiang. "Ini memang tidak nyaman. Aku minta maaf atas nama istriku yah. Beristirahatlah, Xiao Gu." Profesor Jiang menepuk pundak Gu Wei. “Jiang Pa tidak perlu khawatir. Ini bahkan jauh lebih baik dari ruang kerjaku, selamat beristirahat Jiang Pa.” Gu Wei masih tersenyum meski dia masih harus tidur dengan posisi meringkuk seperti udang karena tubuh tingginya tidak muat di sofa. Tapi beruntung masih ada sofa itu diruangan kerja Profesor Jiang, kalau tidak, Gu Wei pasti sudah tidur beralaskan lantai yang dingin. Gu Wei tidak langsung tidur, dia mengamati ruangan yang penuh dengan buku-buku medis itu dengan matanya yang masih menolak untuk tertutup. Hingga kemudian tatapannya berakhir di model kerangka manusia yang berada tepat di sampingnya. Dokter Gu terkekeh seperti orang gila saat jarinya menyentuh jari-jari rangka tengkorak itu, "Namamu siapa? Jangan tiba-tiba hidup dan mengagetkanku yah." *_ Pagi sudah tiba, dokter Gu sudah rapi ketika dia keluar dari ruang kerja professor Jiang. Kopernya bahkan belum di buka sejak kemarin, dan dia masih memakai pakaian yang dia kenakan sewaktu berangkat dari Beijing. “Xiao Gu, kau mau kemana? Ini bahkan masih pagi.” Profesor Jiang melirik koper silver milik dokter Gu dan bertanya karena keheranan. Sementara nyonya Yin tampak acuh tak acuh ketika dia melihat pemuda itu. “Ah, tentu saja aku akan pergi bekerja Jiang Pa. Koperku akan aku bawa, aku menemukan rumah di Shanghai. Tadi malam aku mencarinya melalui agen properti online.” Dokter Gu tersenyum cerah saat dia berbicara. Tentu saja ucapannya itu hanyalah bualan belaka, dia tentu saja belum mendapatkan rumah. Hanya agar professor Jiang tidak khawatir padanya, dokter Gu memilih untuk berbohong. “Ah begitu yah, syukurlah kalau begitu. Tapi kemarilah dulu untuk sarapan, setidaknya kau harus makan. Setelah itu kita akan berangkat bekerja bersama-sama.” Profesor Jiang yang kolot tidak bertanya lebih jauh tentang dokter Gu yang sudah mendapatkan rumah. Mungkin dia terlalu takut jika istrinya akan membuat masalah pada pemuda itu. Mendengar tawaran ayah angkatnya itu, Gu Wei secara sukarela duduk di kursi untuk sarapan. Walau tatapan nyonya Yi yang kejam tidak pernah berpindah darinya, Gu Wei masih berusaha menahannya dan mengabaikan tatapan rubah tua itu. Kesabaran dokter Gu Wei selama bertahun-tahun yang lalu dalam menghadapi nyonya Yi itu tidak akan ada artinya jika dia tiba-tiba marah pada saat ini. Dia juga sangat menghormati professor Jiang, dan tidak ingin membuat ayah angkatnya itu khawatir. “Bibi, terimakasih karena telah membiarkanku bermalam disini. Aku pamit bibi.” Dokter Gu membungkuk lalu kemudian menyeret kopernya keluar rumah. Profesor Jiang dan dokter Gu Wei berangkat menuju Badan Forensik Shanghai (BFS). Walau bukan badan forensik terbaik nomer satu di China, tapi badan forensik Shanghai ini menduduki posisi kedua di China, sekaligus menjadi badan forensik yang memecahkan kasus terbanyak di China. Bangunan besar ini sebenarnya tidak asing bagi seorang dokter Gu, dia pernah menginjakkan kakinya disini semasa dia menjalani praktik ketika statusnya sebagai mahasiswa kedokteran beberapa tahun yang lalu. "Wah tempat ini benar-benar sudah berubah." Tangan dokter Gu menyeret kopernya sementara matanya tidak pernah berhenti menatap bangunan besar putih berlantai dua itu. Profesor Jiang tersenyum, "Itu berarti kau sudah tua. Bawa kopermu ke dalam, kau bisa meletakkannya di ruanganku dulu.” Sesuai arahan dari professor Jiang, dokter Gu menaruh kopernya di ruangan Profesor Jiang. Lalu kemudian dia berjalan mengikuti sang Profesor ke sebuah meeting room. Saat memasuki ruangan itu, wajah dokter Gu yang tampan penuh dengan senyuman sehingga orang yang berada di dalam ruangan langsung melirik ke arahanya. Di dalam ruangan itu sudah banyak orang, ada sekitar 10 orang, 3 perempuan dan 7 orang laki-laki yang memakai jas putih. Semuanya serentak berdiri saat Profesor Jiang masuk ke dalam ruangan. Posisi Profesor Jiang tidak bisa di anggap enteng di bidang ini. Dia memegang posisi sebagai wakil ketua Badan Forensik Shanghai sejak 5 tahun yang lalu. Oleh karena itu saat dia berbicara, tidak ada satupun orang yang berani mengganggunya. "Ini adalah dokter Gu. Dia adalah anggota tim patologi forensik yang baru menggantikan professor Yun yang telah pensiun. Dia juga adalah senior kalian di universitas Fudan.” Ujar professor Jiang. Bahkan sebelum dokter Gu sempat membuka mulutnya untuk memperkenal diri, para tim forensik wanita sudah terlebih dahulu memerah karena melihat ketampanan yang jarang mereka temukan di tempat menyeramkan itu. "Semuanya, perkenalkan aku Gu Wei. Gu berarti klasik dan Wei berarti melindungi, aku harap kalian bisa bekerja sama dengan orang kolot sepertiku. Mohon bantuannya.” Dokter Gu berbicara dengan suara lantang dan renyah. Senyumanya seperti musim semi di musim dingin, membuat setiap orang yang mendengar suaranya menjadi semangat. “Selamat datang dokter Gu, aku yakin kau betah disini.” Ujar salah seorang senior dengan ramah. “Xiao Gu, asisten kecilmu sudah menunggumu di ruangan kerjamu. Namanya Jin Ling. Anak itu sedikit lincah dan enerjik, jadi kau harus sabar menghadapinya.” Ujar Profesor Jiang. “Aku akan menyukai anak itu Jiang Pa.” Balas dokter Gu Wei. */ Para anggota tim Badan Forensik Shanghai (BFS) dengan senang hati menyambut kedatangan dokter Gu. Bahkan ketiga anggota wanita itu memujinya. Mereka seperti mendapatkan hadiah, jarang-jarang mereka bisa bekerja sama dengan dokter tampan, di dunia yang mereka anggap menyeramkan ini. Dengan langkah santai dokter Gu berjalan-jalan untuk melihat tempat kerja barunya itu. Dinding kaca transparan yang menghadap langsung ke hutan pinus membuat matanya segar. Dia terus berjalan sebelum akhirnya berhenti karena mendengar sesorang tengah berbicara di telpon. Ini bukan pertama kalinya bagi dokter Gu untuk menguping, jadi dia berhenti untuk menguping suara muda yang tengah berbicara itu. "Aku bahkan rela tidur dimeja otopsi! Aku akan memberikanmu diskon, percayalah rumah itu sangat bagus. Aku benar-benar membutuhkan uang.” Suara muda itu terdengar putus asa. Dokter Gu, "..." Ketika sudah tidak ada lagi suara yang terdengar, dokter Gu kemudian melanjutkan langkah kakinya. Dia akhirnya bertemu wajah muda yang suaranya menggema di seluruh koridor itu. Bocah itu bahkan lebih dahulu membungkuk pada dokter Gu, “Dokter Gu Wei, aku Jin Ling. Aku adalah asistenmu, aku dokter forensik muda yang akan menjadi bawahanmu. Mohon bantuannya.” Suara remaja bernama Jin Ling itu cukup renyah. Dari suaranya dokter Gu bisa melihat semangat muda dari sosok Jin Ling, sekilas masa muda dokter Gu terbayang di ingatannya. Dokter Gu kemudian tersenyum pada Jin Ling dan menepuk pundaknya, “Masuklah, tidak baik berkenalan di koridor.” Jin Ling yang keheranan segera mengikuti dokter Gu dan masuk ke ruangan. Ini adalah kali pertama dokter Gu melihat ruang kerjanya, dia tampaknya cukup puas. Setelah melihat jas putih khas dokter, dengan border "Ahli Forensik Patologi, Dokter Gu," melekat di saku kiri jas itu, dokter Gu tidak membuang-buang banyak waktu dan langsung mencobanya. Sembari menatap penampilannya di cermin panjang yanh ada di sudut ruangam, dia berbicara pada Jin Ling, “Bagaimana? Apakah bagus?” “Dokter kau bertanya padaku?” Jin Ling merespon ucapan dokter Gu dengan pertanyaan Lain. Dokter Gu mendengus, “Nak, apa ada orang lain di ruangan ini?” “Usianya bahkan tidak setua itu dan dia memanggilku ‘nak’?” Jin Ling diam-diam mengutuk di dalam hatinya sebelum akhirnya berbicara dengan suara keras, “Kau terlihat tampan dokter.” Dokter Gu secara alami tersenyum puas ketika pujian tidak tulus dari Jin Ling itu mendarat di telinganya. Dia kemudian segera berbicara dan mengutarakan niatnya, "Aku tadi tidak sengaja mendengarmu sedang mencari orang untuk menyewa rumah? Apa itu benar?” Jin Ling dengan wajah pasrah menjawab, "Itu benar dokter aku…” Mata Gu Wei berbinar-binar, bahkan sebelum Jin Lin berbicara lebih jauh dan tanpa bertanya alasan mengapa junior itu ingin menjual tempat tinggalnya, dokter Gu Wei secara ceroboh langsung menawarkan dirinya. "Aku akan mengambilnya. Biarkan aku menyewa tempatmu." kata Gu Wei dengan semangat menggebu-gebu.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD