Tiara berdiri di depan lemari, wajahnya masam. Tangan mungilnya menarik salah satu gaun baru yang masih berlabel harga. Dengan kesal ia menanggalkan jubah mandi lalu mengenakan gaun itu. Kain mahal jatuh sempurna di tubuhnya, membuatnya makin geram. “Dasar suami iblis,” gumamnya pelan, penuh amarah. “Selalu seenaknya mengatur hidup orang. Aku bahkan harus ganti baju sesuai keinginan dia.” Tiara merapikan ritsleting di punggung, lalu mendengus keras. “Sialan, kenapa harus cocok semua. Seolah dia tahu gaya apa yang aku suka.” Wajahnya memerah, jelas itu bukan karena malu, melainkan ia jengah karena Abimana selalu berhasil menekannya di titik paling pribadi. Saat tangannya sibuk merapikan rambut basah, pikirannya melayang. Ingatan tentang hari pertama ia menapakkan kaki di perusahaan itu m

