Part 5

978 Words
Nathan mencengkeram kemudinya dengan kuat sehingga buku-buku jarinya memutih. Entah bagaimana kemarahan tiba-tiba saja menghampirinya. Ia tahu bahwa gadis itu akan datang jauh-jauh hari. Gilbert seringkali menyebut namanya meskipun ia tidak ingin mendengarnya. Mey inilah. Mey itulah. Dan banyak hal lainnya tentang Meyra yang tidak ingin Nathan tahu namun bisa dengan mudah ia ingat dan serap. Ia tahu kedatangan gadis itu bukan hanya karena beasiswa yang didapat. Ia sangat tahu. Kedatangan gadis itu kemari adalah untuk mengusik hidupnya. Mengganggunya dengan obsesi karena cinta monyetnya yang tidak beralasan. Nathan pikir perasaan gadis itu tidak akan bertahan lama. Demi Tuhan. Gadis itu baru berusia 12 tahun ketika dia menyatakan perasaannya. Ia bahkan baru bisa mengenakan pembalut dengan benar sebelum belajar jadi wanita dewasa. Dan perasaan yang dimiliki gadis itu sangat mengesalkannya. Karena perasaan konyol itulah ia tidak bisa memiliki wanita yang dicintainya. Siapa lagi kalau bukan Crystal Almeera Hakim. Cinta pertamanya. Ya. Cinta pertamanya yang menolaknya karena lebih mementingkan perasaan adiknya. Jika saja bukan karena Meyra mencintainya, maka ia akan lebih dulu memperjuangkan cintanya pada Crystal sebelum Juan merebutnya. Nathan menghela napas panjang. Tidak. Bukan salah Meyra. Bukan pula salah Crystal dan Juan. Itu semua karena salahnya. Karena ia terlalu pengecut untuk mengungkapkan perasaannya. Karena ia mengira, Crystal yang berusia empat tahun lebih muda darinya saat itu belum siap untuk menerima cintanya. Karena ia mengira Crystal masih begitu belia. Karena ia mengira untuk membuktikan cintanya pada Crystal ia harus menjadi seorang pria terlebih dahulu. Karena itulah ia meninggalkan tempat tinggalnya untuk meneruskan sekolahnya. Untuk menjadikan dirinya lebih pantas di mata keluarga Hakim. Sebelum ia mempersunting putri sulung mereka. Catat. Putri sulung mereka. Crystal Almeera Hakim. Namun memang jodoh tak berpihak padanya. Tiga tahun berselang setelah kepergiannya ia malah mendengar gadis itu hendak menikah. Dengan pria yang tak lain adalah sahabatnya sendiri. Juan. Pria yang bahkan usianya belum matang. Yang bahkan belum bisa memberikan kehidupan yang layak bagi wanita yang dicintainya. Namun Crystal lebih memilihnya. Ia sudah membujuk Crystal untuk memikirkan kembali keputusannya. Untuk mencintainya. Namun wanita itu malah menyodorkan adiknya. Gadis ingusan yang bahkan enggan ia lirik. Gadis polos yang merasa bahwa cinta monyet yang dirasakannya adalah cinta sejati. Nathan menoleh pada wanita yang duduk manis di sampingnya. Loretta. Dia gadis baik. Gadis manis dengan kepribadian yang hangat. Mirip dengan Crystal. Dia gadis yang penurut, tak pernah banyak tanya, tak pernah ikut campur urusan pribadi dan pekerjaannya. Dia cantik, selalu membuat para pria menoleh dua kali untuk memerhatikannya. Gerak-geriknya anggun dan gaya bicaranya terpelajar. Benar-benar seperti Crystal. Namun tetap saja dia Loretta bukan Crystal. Seberapa kuatpun ia mencoba menggantikan sosok Crystal dengan Loretta, ia tidak mampu. Dan cara gadis itu menyapa Meyra tadi, sungguh luar biasa. Nathan memang sengaja mengajak Loretta ke kediamannya, yang memang terjadi untuk pertama kalinya selama mereka mengenal setahun terakhir ini. Maksud ajakannya adalah untuk menunjukkan  pada Meyra bahwa dia tidak menginginkan keberadaan gadis itu. Bahwa ada sosok lain yang dimilikinya saat ini. Namun saat ia melihat ekspresi gadis itu ketika ia merangkul Loretta benar-benar membuatnya tercengang. Sikap Meyra yang datar padanya dan berkesan ramah pada Loretta membuatnya jadi berpikir ulang mengenai dugaannya selama ini terhadap gadis itu. Apa maksudnya dengan mengatakan secara terang-terangan bahwa ia hendak mencari kekasih? Apa gadis itu sudah melupakannya? Melupakan cintanya kepada Nathan? Cinta yang membuat Crystal percaya bahwa Nathan sangat berarti bagi adiknya sehingga membuatnya memohon untuk menerima gadis itu? Atau itu hanya permainan dari gadis itu untuk membuatnya cemburu? Mengatakan kepadanya secara tidak langsung bahwa kini Nathan bukan lagi pria yang memiliki arti dalam hidupnya? Arrgghhh! Nathan memaki dirinya sendiri dalam hati. Bagaimana bisa dia terpengaruh begitu saja dengan ucapan gadis kecil itu? Ya! Gadis kecil. Meyra memang hanya seorang gadis kecil. Bukan hanya umurnya, tapi juga tubuhnya. Nathan tersenyum sendiri. Ia cukup terkejut saat keluar dari ruang kerjanya dan melihat sosok Meyra yang kini berusia 18 tahun di hadapannya. Meyra yang sekarang berbeda dari Meyra yang ditemuinya 6 tahun lalu. 6 tahun lalu. Ia adalah gadis manis yang mengenakan gaun pesta berwarna pink dengan renda membelit pinggangnya. Mengenakan sepatu berwarna pink pula dan rambut yang ditata rapi berhias bando warna senada. Tubuhnya yang mungil dan wajahnya yang chubby membuatnya terlihat seperti boneka. Cantik dan menggemaskan. Namun ternyata, 6 tahun berlalu benar-benar merubahnya. Meyra di hadapannya tadi berdiri dengan mengenakan jeans lusuh dan kaos putih kebesaran. Rambut panjangnya terikat membentuk ekor kuda. Sama sekali tidak ada perhiasan feminim yang dikenakannya. Bahkan jam tangan kecil yang digunakan di pergelangan tangan kirinya malah menambah kesan kasual nya. Dan wajahnya, tidak ada yang berubah. Gadis itu tetap terlihat cantik dan lebih tampak segar meskipun tanpa memoleskan make-up di wajahnya. Bersih dan bersemu kemerahan karena panas cuaca yang dibawanya dari luar. Tubuhnya tetap mungil, meskipun terlihat ada perubahan di beberapa tempat. Tubuh bagian bawahnya tiba-tiba berdenyut ketika ia membayangkan apa yang ada di balik kaos kebesaran itu. Nathan mencoba kembali memfokuskan pikirannya pada jalanan yang ada di depannya. Namun ketika ia kembali mengingat bentuk leher gadis itu yang jenjang dan kulit lehernya yang putih, denyutan itu malah menjadi semakin kuat. Bagaimana rasanya jika bibirnya menyentuh tulang selangka gadis itu dan menjilat keringat yang mengalir di antaranya? Ya Tuhan. Pikirannya sudah mulai tidak waras. Di sampingnya jelas ada wanita cantik dengan tubuh indah seperti gitar spanyol dan ia malah memikirkan tubuh mungil gadis yang bahkan mungkin tidak tahu bagaimana caranya memakai lingerie. Nathan bahkan tidak yakin apa gadis itu pernah berciuman atau tidak. Bibir penuh berwarna merah muda itu kembali mengisi kepalanya. Bagaimana rasanya jika Nathan menarik bibir itu dengan bibirnya? Mengulumnya dan memberikannya gigitan kecil yang bisa membuat gadis itu mendesah? Bahkan Nathan bisa membayangkan rasanya ketika lidahnya membelit lidah tajam gadis itu dan menghisapnya sementara tangannya bebas memainkan payudaranya atau mungkin bermain dengan bagian terhangat milik gadis itu. Ya Tuhan, membayangkannya saja membuatnya mengerang frustasi. Dan Nathan kecilnya tiba-tiba terasa begitu membengkak dan membuatnya terasa sesak. Itu semua karen dia. Ya! Dia!
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD