Shafir berlari keluar sambil merapikan pakaiannya yang berantakan wanita itu mengatur nafasnya dan terlihat gugup untuk waktu yang bersamaan. Ia merutuki diri untuk apa yang sudah ia lakukan sebelumnya mengapa dia harus mencium lelaki itu. Sesaat Shafir memegangi bibirnya dia merasakan bibir ini memerah dan sedikit bengkak akibat ciuman panas yang baru saja ia lakukan sebelumnya. Sungguh hati Shafir berdebar kencang seakan ingin meledak kala sentuhan Black Jerico menyusuri tubuhnya dengan perlahan-lahan.
Ia mendudukkan dirinya di meja kerja, pikiran melayang dan konsentrasi buyar akibat hasrat yang mendominasi keadaan. Di dalam sana hal seruoa juga terjadi lada Black Jerico. Lelaki itu nampak kacau dengan semua yang tejadi, ia kehilangan kendali atas akal juga pikirannya.
Lalu, dia kini terbayang-bayang tubuh Shafir yang entah mengapa begitu kas dalam dekapannya. d**a yang sejak dan b****g yang cukup seksi. Sial! Dia menjadi m***m karena wanita itu. Sungguh Black Jerico tubuh tahu harus berbuat apa saat bertemu dengan Shafir lagi. Bagaimana mereka akan bersikap kedepannya setelah semaunya.
Ruangan itu sejuk tapi Black Jerico malah berkeringat karena garah, terlebih adik kecil miliknya meminta untuk dituntaskan, Black Jerico mau tidak mau harus menuju toilet, dia harus mendapatkan pelepasan agar dirinya bisa bernafas lega, jika tidak maka dirinya akan tersiksa karena tertahan oleh nafsu yang gagal ia salurkan.
Black Jerico memejamkan matanya membayangkan jika saat ini Shafir yang menyentuh miliknya, dia mengingat bagaimana ciuman itu, bagaimana aroma wangi itu yang membukakan, serta bagaimana manisnya sentuhan lembut jemari-jemari lentik Shafir. Black Jerico mempercepat pergerakan tangannya saat mereka dirinya akan segera mendapatkan pelepasan. Saat cairan itu keluar Nafas lelaki itu tertahan sesaat sebelum akhirnya ia merasa lega dan bebas dari siksaan hasrat terpendam yang gagal di salurkan. Black Jerico membasuh kedua tangannya lalu berjalan keluar menuju kembali keruangan kerja. Sedangkan Shafir terlihat menunduk dia terus-menerus memikirkan Black Jerico. Tidak bisa begin dia sudah sangat kacau akal sehat sudah hilang, dia butuh mencari udara segar. Wanita itu pergi menuju mesin minuman dan mengambil sekaleng soda. Dia menenggak minuman itu dengan rasa lega,
"Ah ...." Ucapnya di akhir tegukan.
Wanita itu merasa lebih lega sekarang, walau hatinya masih bergemuruh dan penuh dengan keraguan.
Hari itu berlalu begitu saja, waktu sudah menunjukkan jam kerja sudah berkahir. Felix pun sudah datang dan mempersiapkan mobil untuk menjemput mereka berdua. Shafir, Black Jerico dan Felix berada dalam satu lift yang sama, beberapa kali Shafir dan Black Jerico saling lirik mencuri pandang satu-sama lain.
Mereka menuju tempat parkir, Felix mengemudi sedangkan Shafir duduk di sebelahnya dan di belakang ada Black Jerico. Sepanjang perjalanan mereka tidak banyak bicara selain urusan pekerjaan saja. Felix yang sepertinya terlalu lelah bekerja tiba-tiba mimisan membuat Shafir yang berada di samping refleks khawatir. Demi keamanan Felix menepi sedangkan Shafir dengan sigap menyumpalkan tissue ke hidung Felix.
"Astaga, kau tidak apa-apa, Bukan?" Ujar Shafir nampak khawatir. Felix yang merasa tidak enak pada Black Jerico. Memilih untuk keluar sebentar.
Shafir juga ikut keluar dia memastikan Felix baik-baik saja, tapi perhatian ini sungguh hanya kepedulian bukan sesuatu seperti rasa suka atau apapun. Berbeda dengan Shafir, Black Jerico nampak tegang, lelaki itu seperti sedikit kesal melihat kedekatan dua orang itu bagaimana. Apakah dia cemburu mungkin saja.
Felix sudah merasa lebih baik dia berterima kasih pada Shafir karena sudah peduli pada dirinya Shafir tentu membalas dengan baik, lagi pula itu hanyalah kepedulian kecil. Mereka berdua kembali masuk kedalam mobil di sana Felix meminta maaf dan Black Jerico hanya diam. Shafir menatap sinis lelaki itu atas sikap yang sedang ia tunjukkan pada Felix.
Sesampainya di rumah Shafir langsung menuju kamarnya, dia berpamitan pada Felix lalu kemudian Black Jerico. Yang mana itu kembali membuat Black Jerico kesal, kepada haru Felix yang pertama? Bukan dirinya.
Lelaki itu memasang wajah tidak bersahabat. Mungkin Shafir bingung dengan perubahan sikap Black Jerico. namun Felix menyadari jika tuanya itu sedang Cemburu.
Tidak beberapa lama, Shafir kembali keluar dari kamarnya dia berjalan-jalan di taman di saat bersamaan Felix juga ada di sana. Lelaki itu beru saja selesai dengan olahraga malam dan latihan bela diri yang biasa ia lakukan.
"Kau masih berlatih? Padahal kau butuh istirahat ... Harusnya kau meminum teh lalu pergi tidur, jangan olahraga ... Tapi istirahat total." Ucap Shafir menyarankan. Felix tersenyum tipis, dia sudah terbiasa melakukan olahraga malam dan jika tidak melakukan hal itu dia merasa sedikit tidak nyaman.
"Aku sudah biasa seperti ini, jika tidak aku akan sulit tidur. Tapi kenapa kau masih belum tidur, Nona Shafira? Ini sudah malam tapi kau malah berkeliaran." Ujar Felix bertanya-tanya.
"Oh, itu. Aku mencari udara segar, aku sedikit merasa jenuh ..." Jawab Shafir. Mereka berdua berbincang ringan, layaknya teman, tapi bagi Black Jerico yang diam-diam mengamati kedekatan kedekatan keduanya merasa jika mereka terlihat seperti sepasang kekasih. Padahal tidak ada apapun, hanya pemikiran black Jerico yang terlalu berlebihan dalam menafsirkan sesuatu.
"Kalau begitu aku harus pergi, ini Sud waktunya aku tidur." Ujar Felix. Shafir mengiyakan dia melambaikan tangan pada Felix yang pergi untuk masuk ke dalam. Shafir kini sendiri dia duduk sambil menatap langit malam. Di sini jauh lebih banyak bintang dari pada di tempat lain. Asik mengabiskan waktu bersantai Shafir tidak menyadari kehadiran Black Jerico di belakangnya. Lelaki itu berdiri kalau mendekatkan wajahnya ke telinga Shafir. Wanita itu merasa hawa yang berbeda, ada wangi familiar yang ia cium dan hembusan lembut yang membuat lehernya meremang. Shafir refleks menoleh dan saat itulah bibirnya dan Black Jerico bertemu kembali untuk kedua kalinya.
Mata Shafir terbelalak dia tidak menyangka jika Black Jerico ada di sini. Wanita itu langsung mendorong Black Jerico lalu membuat jarak aman di antara mereka berdua. Shafir menunjukan wajah memerah, begitu juga Black Jerico yang nampak mengulum senyum karena ciuman tanpa sengaja. Sebenarnya apa yang sedang terjadi pada dirinya. Kenapa dia malah ingin dekat dengan Shafir terus-terusan. Harusnya tidak seperti ini dia tidak boleh jatuh hati pada wanita itu. Namun, sentuhan Shafir bagaikan candu bagi dirinya.
"Kanapa kau ada di sini? Sedangan apa?" Tanya Shafir dengan wajah tertekan. Black Jerico mengedipkan bahunya. Ini adalah rumahannya jadi bukan masalah jika dia berkeliaran di rumahnya sendiri.
"Tidak ada aku hanya mencari udara segar, harusnya aku yang bertanya sedang apa kau di sini?" Ujar Black Jerico dengan nada mengintimidasi.
Shafir menunjukan wajah cemberut dia tidak menjawab malah berniat pergi, dia tidak tahan jika harus bersama dengan lelaki itu, dia akan terbayangkan ciuman panas mereka, dia tidak mau tergoda lagi. Sekarang dia harus mulai menjaga Jarak aman dari lelaki itu. Tidak mau hanyut dalam keadaan sekali lagi dia memilih untuk menghindari Black Jerico saja sebisa mungkin.
Melihat sikap Shafir yang terkesan menghindar darinya berbeda saat bersama dengan Felix lagi-lagi membuat lelaki itu tidak terima. Dia menahan Shafir menarik Wanita itu masuk dalam dekapannya. Shafir terkejut dia berusaha melepaskan diri takut jika akan melakukan hal yang seperti sebelumnya.
"Diam!!" Pinta Black Jerico. Namun, Shafir masih memberontak.
"Lepaskan aku!" Ujar wanita itu
"Diam!"
"Tidak mau, lepaskan aku!"
"Diam atau aku cium kau!" Seketika ancaman lelaki itu berhasil dia membuat Shafir bungkam dengan wajah yang tertunduk. Melihat sikap Shafir Black Jerico malah tersenyum tipis, Wanita ini menjadi sangat menarik saat memberontak tapi tiba-tiba menjadi begitu menggemaskan ketika ia menurut.
"Sebanarnya kau mau apa?" Ujar Shafir.
"Aku hanya ingin kau di sini, kenapa kau menghindari aku? Apakah kau marah atas apa yang sudah kita lakukan? Itu tidak adil jika kau menghindari aku karena ciuman itu. Sebab, kaulah yang memukau ciuman itu terlebih dahulu."jelas Black Jerico yang malah mengungkit kembali masalah yang sangat ingin Shafir lupakan.
"Bisakah kita melupakan masalah itu? Jangan ungkit lagu, oke?" Pinta wanita itu dengan nada lirih.
"Bagaimana bisa? Aku yakin kau juga tidak akan bisa melupakan ciuman itu." Ujar Black Jerico. Shafir menunjukan ekspresi datar dia memalingkan wajahnya lalu mengatakan jika dia akan melupakan semua itu. Kekecewaan jelas terlihat di mata Black Jerico mendengar apa yang Shafir katakan.
"Bagiku itu hanyalah sebuah kesalahan, aku terlalu hanyut dalam suasana hingga membuat diri ini tanpa sengaja melakukan hal yang tidak seharusnya ... Aku tahu kau juga sama, jadi bisakah tidak membahas tentang ciuman itu lagi? Kita lupakan saja hal tidak penting itu." Ujar Shafir. Black Jerico perlahan-lahan melepaskan Shafir. Tatapan lelaki itu berubah menjadi begitu dingin dan tersirat kemarahan di sana. Ia berusaha mengendalikan emosinya, tidak ingin menjatuhkan harga diri di hadapan wanita ini. Jika bagi Shafir itu kesalahan maka begitu juga untuk dirinya. Dia akan melupakan semua itu.
"Baiklah, kita lakukan saja, lagi pula itu bukan hal penting, hanya sebuah ciuman ... Tidak ada yang berarti dari semua itu!" Tegas Black Jerico dengan penuh penekanan.
Shafir sedikit terhenyuk, walau di juga mengatakan hal yang menyakiti lelaki itu secara tidak langsung.
Entahlah, dia merasa sedikit terluka dengan apa yang Black Jerico katakan. Lelaki itu memilih pergi dari sana dia meninggalkan Shafir di taman sendirian. Black Jerico masuk ke kamarnya dia merasa malu pada dirinya sendiri juga atas apa yang sudah dia lakukan. Apa yang dia harapkan dari wanita itu, sudahlah semua hanyalah kesalahan saja, Bukan. Black Jerico hanya perlu melupakan semua itu. Walaupun dia tidak tahu apakah bisa melupakan semuanya atau tidak.
Di sisi lain Shafir tidak bisa tidur, dia terbayang oleh tatapan terakhir Black Jerico sebelum pergi meninggalkan dirinya. Dia terganggu sepanjang malam hingga hari berganti ia masih terus kepikiran.
***
Rora duduk di bangku sambil memainkan ponselnya. Gaston datang lelaki itu menghampiri Rora dan ikut duduk di Samping wanita itu.
"Apa yang sedang kau lihat?" Tanya Gaston saat mendapati kekasihnya begitu asik dengan ponselnya.
"Hanya melihat-lihat gaun pernikahan saja, gaun musim semi dan panas adalah yang terbaik." Jawaban Rora membuat Gaston sedikit tegang, semua sudah ia berikan kepada Rora, tapi pernikahan belum bisa ia berikan untuk wanita itu. Dia tahu ini adalah kode untuknya, tapi mau bagaimana lagi dia belum bisa memberikan pernikahan untuk wanita itu dalam waktu dekat.
"Sayang, aku harus ke kantor dulu," ucap Gaston yang terkesan menghindar pembahasan pernikahan. Rora nampak kesal dia menahan Gaston dengan wajah yang serius.
"Kanapa selalu pergi saat aku membahas tentang pernikahan? Kau tidak ingin menikah denganku? Sudah tidak mencintai aku lagi, Iya?" Tanya Rora dangan nada marah.
"Aku sungguh ada pekerjaan, aku ada rapat dengan perusahaan besar ... Lagi pula, aku sudah sering katakan jika saatnya sudah tepat kita pasti akan menikah." Jelas Gaston dengan wajah yang terlihat lelah.
"Kapan?? Berapa tahun lagu aku harus menunggu? Satu? Dua? Kenapa kau tidak mau menikah!" Ujar Rora.
"Bukan tidak mau, tapi aku belum ingin menikah sekarang, aku masih harus melakukan banyak hal, lagi pula pernikahan bukan hal yang penting sekarang, kau dan aku bersama itu yang terpenting bukan!" Tegas Gaston.
"Tentu penting, bagiku pernikahan itu sangat penting, saat ini aku hanya bayangan di belakang dirimu, aku berada di antara bayang-bayang Shafir. Aku tidak mau aku ingin kita menikah agar orang-orang tahu jika di hidupmu aku adalah satu-satunya wanita." Ujar Rora.
"Kau sudah jadi satu-satunya sekarang."
"Tidak sebelum kita menikah!"
"Rora!!"
"Apakah kau masih mencintai aku, Gaston?" Tanya wanita itu lirih.
"Menurutmu? Apakah aku akan melakukan semua ini jika bukan karena mencintaimu, aku menyingkirkan Shafir hanya untukmu ..." Ujar lelaki itu dengan nada frustasi. Dia melakukan segalanya demi Rora dia mengkhianati Shafir dan kepercayaan wanita karena dia begitu mencintai Rora.
"Jika cinta di ukur hanya dari sebuah pernikahan, maka kau yang tidak pernah mencintai aku ... Dulu saat aku bukan siapa-siapa aku berkali-kali melamar dirimu tapi kau menolak, apakah kau tidak mencintai aku saat itu?" Kini Rora terdiam dia tidak bisa membalas perkataan Gaston . Lelaki itu pergi dengan wajah kesal dia meninggalkan Rora yang terlihat sedih.
Shafir duduk di sebuah kafe, hari ini dia akan melakukan pertemuan dengan Gaston sebagai perwakilan dari pihak perusahaan Black Jerico, wanita itu menunggu cukup lama sebelum akhirnya dia melihat Gaston masuk, wajah lelaki itu terlihat kurang baik sepertinya sudah terjadi sesuatu.
"Maaf aku, terlambat ...." Lelaki itu terhenti saat melihat jika wanita yang saat ini ada di hadapannya adalah Shafira.
"Kau!"
"Senang bertemu denganmu Tuan Gaston, saya Shafira Alodia Rubby perwakilan dari perusahaan Black Jerico." Jelas Shafir.
Gaston merasa canggung tapi dia akhirnya duduk, Shafir memulai pekerjaannya dia menjelaskan beberapa hal untuk hubungan kerja sama dua perusahaan. Gaston terlihat tidak fokus dia malah fokus pada penampilan Shafir yang terlihat begitu cantik dan seksi di saat yang bersamaan