Bab.1: Masa depan yang kelabu

1236 Words
Levin menggenggam erat tangan Velo gadis yang sedari tadi hanya tertunduk tanpa berani mengangkat wajahnya untuk menatap siapapun. Velo hanya menatap kosong sepatu pantofel yang ia kenakan sembari menunggu keputusan hakim atas kasus pelecehan yang terjadi padanya dan di lakukan oleh ayah tirinya sendiri. Hakim mengetuk palu pengadilan memberikan hukuman 6 tahun dengan sejumlah denda. Velo hanya diam, dia tidak merasa senang atau lega dengan apapun yang hakim putuskan, 6 tahun? Itu bukanlah sesuatu yang cukup baginya, Velo ingin lelaki tua itu mati dan membusuk di penjara, tapi bukankah tidak ada hukum yang adil terlebih pada dirinya dan semua wanita di luar sana. Dia korban, tapi mata orang-orang menatapnya hina dan mencerca. kepedulian yang mereka tunjukkan hanyalah kepalsuan di belakang Velo mereka menghardik bahkan mengatakan seolah-olah dialah yang membuat dirinya seperti ini. "Velo, ayo kita pulang." Ucap Levin. Gadis itu bangkit tanpa banyak bicara dia mengikuti kemanapun langkah pemuda itu membawanya "Velo," panggil Levin, Siapa Levin? Di adalah kekasih Velo, seorang mahasiswa akhir jurusan Hukum. "Velo, makanlah sesuatu. Kau bisa sakit jika tidak makan apapun." Ucap Levin. Mengapa? Mengapa dia masih di sini, bukankah harusnya Levin pergi seperti yang orang lain lakukan ... Menjauhi Velo dan menatap jijik pada dirinya, Velo mungkin dapat menerimanya karena ia sudah melihat ibu kandungnya sendiri pergi setelah semua masalah yang terjadi mengabaikan dirinya bahkan menyalahkan Velo untuk segala sesuatu yang tidak pernah gadis itu inginkan. "Pergilah Levin, biarkan aku sendiri." Jawab Velo "Aku akan menemanimu, aku tidak akan pergi hingga semua membaik." Ucap pemuda itu. "Bagaimana dengan kuliahmu? Kau harus mempersiapkan banyak hal untuk ujian kelulusan mu." Jelas Velo. "Aku bisa mengurus diriku sendiri." "Itu bukan sesuatu yang sulit, aku juga sudah menyiapkan segalanya dari jauh-jauh hari," jawab Levin kekeh. "Tapi--" "Biarkan aku menjagamu Velo setidaknya izinkan aku melakukan sesuatu untukmu." Pinta Levin "Apa kau baik-baik saja denganku? Beranda di dekatku tidakkah itu membuat kau merasa sesak." Velo menatap lekat manik Levin berharap dia dapat melihat sedikit celah di mata pemuda itu, celah untuk membuatnya melepaskan pemuda itu dari masa depannya yang sudah terlanjur kelabu. Levin mendekat dan mendekap erat tubuh Velo. Gadis itu berusaha melepaskan pelukan Levin. Namum pemuda itu tetap pada pelukannya. "Lepaskan aku!" "Kenapa?" "Aku bilang lepaskan aku Levin!" "Beri aku alasan mengapa aku harus melepaskan mu? Sebenarnya ada apa denganmu Velo kau pikir aku tidak tahu kalau kau sedang mencoba membuat aku menjauh." Velo terdiam karena perkataan Levin. Ya, dia sedang mendorong pemuda itu menjauh lebih baik lagi jika meninggalkan dirinya. Velo tidak ingin merusak kehidupan Levin, latar belakang, pendidikan, rupa serta sifat dan sikap pemuda itu semuanya sempurna. Jika, Velo berada di samping Levin ia hanya menjadi sebuah noda dalam kehidupan pemuda itu. Levin harus ikut menanggung penderitaannya padahal pemuda itu bisa mendapatkan gadis yang lebih baik. "Jauhkan segala pikiran buruk dari kepalamu Velo, aku tidak akan meninggalkan mu." Tegas Levin "Kenapa? Kenapa kau masih tetap memilih berada di sisiku? Aku sudah tidak memiliki apapun Levin masa depanku sudah hancur. Di sampingku hanya akan mempengaruhi hidupmu." Jelas Velo dengan raut wajah sendu "Kau bisa melewati semua ini Velo, kita bisa melewatinya bersama-sama. Apa yang terjadi tidak akan mempengaruhi perasaanku padamu. Juga, aku tidak perduli dengan perkataan orang lain karena bagiku kau yang terpenting." Levin melepaskan pelukannya dan menatap wajah Velo yang ternyata sudah bahas akibat air mata gadis itu "Jangan takut, aku tidak akan membiarkan hal buruk terjadi lagi padamu." Tangis Velo pecah karena mendengar perkataan tulus pemuda itu. Velo memeluk erat Levin. Jujur Velo benar-benar takut, dia merasa berada dalam kegelapan dan di pandang buruk, ia hanya mencoba menahan diri bersikap seolah tidak ingin bergantung dan percaya siapapun lagi padahal ... Velo sangat membutuhkan seseorang untuk menyemangati dan dapat ia percayai. "Aku takut ... Aku takut." Guman Velo di sela tangisnya "Jangan takut, aku disini untukmu." Hari demi hari berlalu, Tidak pernah sekalipun Levin membiarkan Velo sendiri dia berusaha mengisi hari gadis itu dengan kesibukan entah jalan-jalan, nonton, atau menemani gadis itu untuk membeli peralatan lukis, Velo memang mendalami seni lukis jika buka karena tragedi itu mungkin Velo sudah menyelesaikan tugas akhir di fakultas seni. Levin bukannya tidak pernah membujuk Velo untuk kembali dan melanjutkan sekolahnya tapi gadis itu selalu menolak. Levin tahu Velo masih berada dalam bayangan kejadian itu sikap serta gelagat gadis itu masih menunjukkan trauma yang ada pada dirinya. Melihat hal itu selalu membuat hati Levin sakit dia merasa tidak berguna dan tidak biasa melindungi gadis yang ia cintai. Velo duduk termenung, gadis itu bukan hanya kehilangan kesuciannya tapi juga separuh kehidupan dan jati dirinya. Velo tidak lagi seperti ia yang dulu, ceria, ramah, dan terbuka tidaka ada lagi dalam dirinya yang sekarang. Setelah kejadian itu, Velo menjadi cangkang kosong yang hanya menjalani hidup untuk sekedar melewati hari tanpa adanya tujuan. Bukankah dia memilik Levin lalu mengapa dia masih belum bisa bangkit? Mungkin itu yang orang-orang pikirkan tapi jika seseorang tidak mengalami maka dia tidak akan pernah benar-benar paham. Saat ini Velo sedang bertarung melawan dirinya sendiri, melawan pikiran serta kegelisahannya, Levin hanyalah sebuah cahaya pada akhirnya kaki Velo sendirilah yang memilih untuk melangkah menuju pemuda itu atau tidak. Levin menatap Velo yang termenung dari kejauhan, Levin sudah melakukan berbagai cara agar gadis itu kembali menemukan harapan hidupnya. Levin akhirnya tahu bahwa luka psikologis bukalah hal yang mudah untuk di sembuhkan, bukan hanya waktu, mental serta kesabaran pun di perlukan untuk mendampingi seseorang dengan trauma psikologis. "Apa yang sedang kau pikirkan? Aku lihat kau belum menyentuh makananmu sedari pagi." ucap Levin sembari ikut duduk di sebelah gadis itu. "Aku tidak lapar, nanti aku akan makan saat lapar." Jawab Velo sambil tersenyum kecil. "Velo ..." Panggil Levin sambil menggenggam tangan Velo. "Mungkin ... Untuk beberapa hari ini aku tidak bisa menemanimu, aku harus melakukan persiapan untuk persentase, paling lama hanya 2 hari. Itu pun aku akan tetap kesini sebisa ku." Velo menatap Levin dalam sebelum akhirnya sebuah senyuman kembali terukir di wajah gadis itu. "Semoga persiapan mu lancar, semangat!" Ucap Velo sembari menyisir rambut pemuda itu dengan jemarinya. "Kau tidak marah?" Pertanyaan Levin membuat Velo mengerutkan keningnya. "Kenapa aku di harus marah, aku malah senang dan berharap yang terbaik untukmu." "Terimakasih, aku sangat menyayangimu ... Bersabarlah sedikit lagi Velo setelah aku selesai dengan semua ini aku akan membawamu bersamaku." "Maksudmu?" "Sebenarnya aku ingin mengatakan dengan cara yang benar tapi ... Velo aku sungguh serius padamu dan hubungan kita ... Aku mungkin belum mapan tapi setidaknya aku akan bekerja keras. Maukah mau hidup bersamaku?" Mata Velo berguncang mendengar apa yang pemuda itu katakan jantungnya berdegup seakan ingin meledak saat itu juga. "Aku? Apa kau serius?" Tanya Velo yang takut jika semua ini tidak nyata "Aku serius, aku sangat mencintaimu. Jadi biarkan aku menjadi tempatmu bersandar izinkan aku menjagamu." Velo menghapus air matanya, dia tidak bisa menahan cairan yang turun tanpa dapat ia kendalikan ... "Apakah aku pantas? Aku takut, aku takut aku hanya menjadi duri dalam hidupmu." Ucap Velo "Shtt, apa yang kau katakan. Bagiku kau sangat pantas, kau itu bukan duri Velo kau itu separuh hidupku, kebahagiaan mu adalah kebahagiaanku juga, tidak ada yang sempurna Velo, seseorang tidak harus sempurna agar pantas di cintai." Levin menghapus air mata Velo lembut ia mengecup kening gadis itu dalam. Velo memeluk erat Levin dia sangat bahagia seperti melihat sedikit harapan dalam hidupnya sekali lagi. Velo ingin keluar dia memutuskan untuk melangkah menuju Levin dia juga ingin bahagia, dia ingin hidup layaknya orang lain, dia juga ingin melupakan apa yang terjadi dan mengubur luka nya dalam-dalam.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD