Bab 7 : Menghapus Mimpi Buruk (21+)

1603 Words
Aku hanyalah kabut hitam yang menutupi jalanmu, jika kau tetap keras kepala dengan memilihku, kau mungkin hanya akan lenyap dalam kegelapan itu. **** "Velo, katakan dengan jujur, apa seseorang sudah mengatakan sesuatu padamu?" Levin mencengkeram pundak gadis itu, siapa yang akan terima dengan perubahan tiba-tiba seperti ini, Levin bukan orang bodoh, dia tidak akan begitu saja percaya pada apa yang Velo katakan. Pasti seseorang mungkin sudah menekan, Velo. "Ti-tidak ada ... Aku hanya merasakan hal itu sendiri, tiba-tiba saja aku merasa perbedaan kita sangat jelas ..." "Velo!" bentak Levin. Gadis itu terperanjat matanya terkunci dalam tatapan tajam Levin saat ini. Ini pertama kalinya pemuda itu membentak dirinya. Velo gemetaran, tapi Levin mengabaikan semua itu, dia tetap mengunci tubuh, Velo. "Apa ibuku ...?" Levin bertanya dengan nada parau, rahang lelaki itu mengeras seperti sedang menahan sesuatu. "Jawab aku jujur, apa ibuku yang membuat kau jadi seperti ini? Apa ibuku yang meminta kau untuk menjauh dariku!!!" Levin meninggikan suaranya, penekanan terdengar di akhir kalimat pemuda itu. Air mata Velo menetes dia tidak bisa berkata, hanya bisa menggeleng pelan dengan bibir bergetar karena menahan tangis. "JAWAB!!!!" Levin mengerang karena tidak dapat mengendalikan emosinya, dari sikap yang Velo tunjukan sangat jelas kalau ibunya adalah dalang dari semua ini. Levin marah ... Marah karena dia tidak bisa melindungi Velo. Dia lengah dan membuat gadis itu harus mendengar segala ucapan menyakitkan dari ibunya. Mengapa dia tahu? Karena Levin sangat mengenal ibunya, jika wanita itu tidak suka akan sesuatu maka dia bisa dengan kejam mengatakan segala hal yang menyakitkan secara gamblang. Velo menangis, dia berusaha menenangkan Levin yang menggila karena rasa kesal dan amarah. Levin memukul tembok berkali-kali seperti sengaja menjadikan itu sebagai pelampiasan kemarahan yang ia rasakan. Tapi Velo tidak tahan, mana tega dia melihat buku-buku tangan lelaki itu terluka, sakit yang Velo rasakan saat melihat Levin terluka. "Hentikan, Levin. Aku mohon ..." Velo menahan pukulan pemuda itu, tidak sampai disitu Velo juga memeluk Levin dan menjauhkan pemuda itu dari tembok. "Apa yang kau lakukan, kau sampai terluka." Ucap Velo meninggi. "Kenapa kau harus peduli, kau ingin kita berpisah ... Itu artinya kau tidak mencintai aku!" Jelas Levin. "Aku mencintaimu ... Sangat mencintaimu, Levin." Jelas Velo, gadis itu memeluk Levin erat, hatinya sangat sakit melihat apa yang sudah pemuda itu perbuat pada dirinya sendiri. "Tapi, aku hanyalah kabut hitam yang menutupi jalanmu, jika kau tetap keras kepala dengan memilihku, kau mungkin hanya akan lenyap dalam kegelapan itu." Wajah Velo basah dengan air mata, bukan karena tidak mencintai, Levin. Tapi karena dirinya tidak pantas untuk lelaki itu. Dua orang itu saling bertatapan, manik mereka yang berkaca menitikkan bulir kristal bening yang meleleh jatuh membasahi pipi mereka. "Aku tidak bisa hidup tanpamu, Velo." lirih Levin. Kening mereka menyatu, nafas dan debaran jantung mereka tidak karuan, Tapi saat itu aroma tubuh mereka menyeruak seolah mengunci mereka pada suasana intim yang semakin dalam. Levin menyelipkan tangannya di pinggang Velo kemudian menarik tubuh wanita itu hingga menyatu dengan tubuhnya, jarak sudah terkikis sempurna di antara mereka ... Hanya tinggal tatapan dan wajah terlihat mencari persetujuan. "Aku mencintaimu, Velo." Ucap Levin entah yang ke berapa kali. Velo tersengal, tangannya tanpa sadar menyentuh rahang Levin yang berkilat karena peluh, "Aku juga ..." Jawab Velo. Siapa yang bisa mengubah perasaan antara mereka? Bahkan tatapan dan gestur tubuh mereka tidak dapat berdusta, bibir yang sebelumnya berkata bohong, kini menanti sentuhan manis dari tautan penuh cinta. Levin mengecup kening Velo, berlanjut ke hidung dan berakhir di bibir ranum kekasihnya itu. Ciuman itu lembut, tapi begitu dalam dan intim ... Mereka seakan terkunci dalam ruang waktu yang mana seakan semua terhenti di saat itu juga. Mereka terbuai dalam suasana, insting dan gairah menuntun mereka tanpa perlu berkata-kata. Ciuman itu masih terus berlanjut bahkan saat mereka berdua perlahan-lahan mencari tempat untuk melanjutkan ini ke sesuatu yang lebih dalam lagi. Levin mendorong Velo ke sofa. Velo hanya terkulai tanpa banyak bicara dia menunggu pemuda yang kini sedang menanggalkan pakaiannya satu persatu. Desir aneh menyelimuti tubuh Velo karena penampakan mempesona dari tubuh polos Levin. Tanpa sadar gadis itu meneguk salivanya karena Levin begitu menggoda sekarang Velo merasa seperti haus, haus akan sesuatu yang tidak bisa ia jelaskan. Levin merangkak perlahan menaiki tubuh Velo, sedangkan gadis itu hanya diam dengan jantung yang berdebar kencang. Satu-persatu tangan Levin melepaskan kancing baju Velo hingga akhirnya menyisakan dalaman wanita itu saja. Velo menjadi malu, tangannya tersilang mencoba menutupi apa yang menjadi fokus pemuda itu sekarang. Levin gemas, dia membuka tangan Velo dan membuat gundukan itu terekspos dengan jelas tanpa penghalang lagi. Velo membuang tatapannya karena malu, hanya sejenak setelah itu dia kembali larut dalam cumbuan, Levin. Levin bergerilya di setiap inci tubuh Velo, dia sudah terbakar gairah, maka apa yang harusnya terjadi akan terjadi malam ini, gadis itu akan menjadi separuh hidup Levin, mereka akan menyatu malam ini. Sayangnya, sekelebat kenangan pahit terlintas di benak, Velo. Suasana yang awalnya penuh gairah berubah menjadi kecemasan dan rasa takut. Levin terhenti saat Velo menahan tubuhnya dapat ia rasakan tubuh kekasihnya itu gemetaran dengan mata redup ketakutan. "Ada apa? Kau kenapa, Velo." Tanya Levin khawatir. "A-aku takut ... Aku tidak bisa." Ucap Velo yang sudah menangis, "bayangan itu menghantui aku, aku tidak bisa melakukannya ..." Velo kecewa, kecewa pada dirinya sendiri. Mengapa ingatan itu terlihat di iringi rasa sakit dan hancur. Pasti Levin akan membencinya karena sudah merusak suasana. "Hei, hei ... tatap aku, Velo. Jangan takut, aku tidak akan menyakitimu ... Ini aku, aku ... Kau mencintaiku bukan? Kau percaya padaku, iya kan? Kau bisa ... Aku akan menghapus mimpi buruk itu ... Aku akan membuatmu mengenang waktu kita saja ... tidak ada yang lain." Jelas Levin Velo mengangguk dia mencoba menatap Levin dan memberanikan diri, perlahan-lahan suasana kembali menghanyutkan mereka berdua. Levin yang merasa tidak tahan sekarang sudah memposisikan dirinya, kening Velo berkerut saat ia merasakan milik Levin mendesak masuk ... Gadis itu mencengkeram sofa, menahan sensasi yang sulit ia jelaskan, Levin diam sesaat memastikan gadis di bawahnya itu sudah siap untuk menerima pergerakan yang akan dia lakukan. "Aku akan mulai ... " ucap Levin sambil mengecup kening, Velo. " kau bisa hentikan aku, jika aku menyakitimu ... " jelas lelaki itu sebelum akhirnya mereka berdua menghabiskan waktu penuh gairah sepanjang malam, Velo perlahan melupakan ketakutannya, kenangan pahit itu berganti menjadi kenangan indah karena perbuatan Levin. sekarang mereka benar-benar satu, penyatuan itu bukan hanya menyatukan hati mereka tapi jiwa mereka. ****** Eva tidak bisa tertidur, pikirannya berkecamuk pada gadis yang Levin bawa. wanita itu berharap apa yang sudah dia katakan bisa membuat gadis itu sadar dan menjauh dari putranya. memikirkan bagaimana kehidupan yang akan Levin jalani bersama dengan gadis itu membuat Eva sesak, bisa-bisanya dengan tidak tahu malu Velo ingin menghancurkan masa depan Levin yang dengan susah payah Eva bangun. Eva menuju ruangannya, mengambil berkas tentang Velo kemudian membakar semua itu. Eva menatap api yang berkobar di depannya. seperti api yang melalap potongan kertas itu, begitu juga dirinya yang akan melenyapkan siapapun yang berpotensi mengacaukan kehidupan, Levin. keesokan harinya. Levin terbangun pemuda itu merasakan lelah dan lega di saat yang bersamaan. tangan kekar Levin senantiasa selalu mendekap tubuh polos Velo. Di ciumi Levin pundak mulus gadis itu, membuat si empunya menggeliat hingga terbangun. Velo merona, matanya tidak berani menatap Levin secara langsung, kilasan betapa perkasanya pemuda itu semalam membuat Velo malu sendiri, mengingat bagaimana pemuda itu membuat ia merasa pelepasan berkali-kali hingga terkulai tidak berdaya. "Selamat pagi, Velo" sapa Levin, pemuda itu sengaja menunjukkan senyum nakal, melihat wajah Velo yang memerah membuat Levin kembali b*******h untuk membuat wanita itu mengeram dan mendesah di setiap puncak kenikmatan yang berhasil mereka raih. "Selamat pagi, Levin." jawab Velo. gadis itu berusaha bangun dia ingin segera ke kamar mandi untuk membersihkan dirinya, tubuhnya terasa begitu lengket akibat keringat setelah bercinta. Levin menarik selimut, Velo. membuat tubuh polos penuh tanda kepemilikan itu kembali terekspos di depannya. Velo, memekik dia malu, mereka memang sudah saling mengetahui setiap inci satu sama lain tetapi tetap saja dia merasa malu. "Ada apa? kenapa kau menutupi tubuhmu dariku? apa aku masih tidak boleh, menatap indah tubuhmu jika aku mau." tanya Levin tanpa mengalihkan pandangannya dari karya indah sang pencipta itu. Velo, merapatkan tubuh tidak nyaman, tatapan lebih begitu menusuk seperti seekor serigala yang menatap buruannya. Levin menarik gadis itu, hingga tubuh Velo jatuh tepat di pangkuannya. Dengan alami Velo langsung mengalungkan tangannya di leher pemuda itu. melihat sikap, Velo. Levin langsung tersenyum puas. "Le-levin ... kau mau apa?" tanya Velo dengan begitu polosnya. "Aku ingin memakanmu, sekali lagi." Jawab Levin dengan santai. Velo berusaha menjauhkan tubuh mereka tapi kuncian yang Levin berikan membuat Velo menjadi tidak berdaya. "Tapi kita sudah melakukannya ..." guman Velo, sial, wajah menggemaskan Velo malah semakin membuat Levin b*******h. "Aku menginginkanmu lagi, kau membuat aku kecanduan, Velo." tanpa menunggu jawaban, Levin. langsung mencumbu Velo, desahan kecil kembali terdengar dari mulut gadis itu, Velo mencengkeram kuat pundak, Levin. saat penyatuan di antara mereka kembali terjadi. posisi seperti ini membuat milik lelaki itu masuk begitu dalam membuat Velo merasa kehilangan akal, berkali-kali lelaki itu membawa Velo ke puncak gairahnya sebelum akhirnya Levin mendapatkan pelepasannya. Levin memeluk tubuh Velo yang berkeringat, mungkin ini yang orang sebut dengan nikmatnya olahraga pagi, tanpa melepaskan tautan mereka, Levin menggendong Velo menuju kamar mandi untuk membersihkan diri. Levin sadar permainannya pasti sudah membuat Velo lelah dan dia akan bertanggung jawab atas hal itu, dia akan membantu Velo membersihkan dirinya atau mungkin semua itu hanyalah alasan agar dia dapat bermain sekali lagi di sana. entahlah, mengapa Levin menjadi begitu candu pada, Velo. sepertinya gadis itu sudah benar-benar membuat Levin tergila-gila. terlebih sekarang Levin merasa kalau Velo adalah milik Levin seutuhnya, tubuh dan hati gadis itu, hanya Levin laki-laki yang memiliki hak atasnya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD