Bab 4: Bahagia Saat Bersamamu

2515 Words
Levin bangun lebih awal, hari ini dia berniat mengajak Velo untuk pergi jalan-jalan, sudah lama mereka tidak keluar bersama untuk sekedar menghabiskan waktu, sebelum kejadian itu Levin dan Velo lebih banyak menghabiskan waktu untuk bepergian tetapi sekarang Velo terlihat risih dan gugup saat berada di tengah keramaian. Mungkin ini adalah dampak psikologis yang harus Velo hadapi karena kejadian itu dia mengalami gangguan kecemasan. Sebelum pergi Levin menuju ruang makan untuk sarapan, sesampainya di ruang makan Levin mendapati Ayah serta ibunya sudah lebih dulu berada di sana. Tanpa basa basi Levin bergabung bersama dua orang itu, tidak ada obrolan mereka hanya sibuk dengan makanan mereka masing-masing. Levin pun bangkit setelah menyelesaikan makannya, melihat itu Eva yang sedari tadi hanya diam-diam memperhatikan putranya kini memutuskan untuk bertanya. "Kau akan pergi?" "Iya, aku ada janji hari ini." Jawab Levin. "Janji? Dengan siapa?" Sahut Luis. "Seseorang, mungkin aku akan pulang agak larut." Jelas Levin. "Pulanglah saat waktu makan malam ... Kalau bisa." Seru Eva pelan. Tidak ada kata perintah dalam ucapannya kali ini Eva berusaha lebih pengertian, dia mencoba menekan rasa egonya demi menunjukkan bahwa dirinya juga peduli pada Levin "Baiklah, akan aku usahakan." Jawab pemuda itu sebelum pergi. Eva hanya diam, sesaat sebelum pandangan wanita itu bertemu dengan suaminya yang masih duduk di meja makan. Eva menjadi kikuk wajahnya kaku karena tatapan dingin Luis. "Drama apa lagi yang sedang kaku buat?" Guman Luis. "D-drama? Apa maksudmu?" Tanya Eva "Sejak kapan kau begitu peduli pada Levin? Bahkan kau mungkin tidak tahu makanan kesukaan putramu ... Yang kau tahu hany nilai sekolah dan pelajaran," jawab Luis datar. Eva terbungkam dia kesal pada ucapan lelaki itu, tetapi ia juga sadar apa yang lelaki itu katakan benar. "Aku melakukan semua demi kebaikan Levin juga masa depannya ... Caramu dan caraku berbeda, Luis. Jadi biarkan aku menyayangi dia dengan caraku ..." Jawab Eva yang memilih untuk pergi saat itu juga. ***** Velo sedang bersiap gadis itu terlihat sibuk memilih pakaian yang akan dia kenakan, satu demi satu dia mencoba dan dari sekian banyak pakaian gadis itu masih belum menemukan pakaian yang cocok. Di tengah kesibukannya gadis itu terdiam dia tiba-tiba cemas, entahlah perasaan ini selalu datang mendadak ... Velo sedikit takut pada tatapan yang orang lain berikan padanya. Sibuk mencemaskan hal yang sebenarnya tidak penting membuat Velo tidak menyadari dirinya sudah membuang banyak waktu hingga bel pintu sudah terlanjur berbunyi. Velo yang saat itu bbelum siap mendesis, untuk pertama kalinya dia kesal saat Levin datang lebih awal. Velo membuka pintu dengan senyuman kikuk, Levin yang melihat hal itu tentunya bingung serta bertanya-tanya, ada apa ini? Tidak biasanya gadis itu tersenyum seperti itu. "Ada apa denganmu?" "Apa?" "Kenapa tersenyum seperti itu?" Senyum aneh Velo menghilang berganti dengan wajah datar dan tatapan malas. "Kenapa datang pagi sekali?" "Bukannya kita mau jalan-jalan?" Velo melirik Levin dengan raut kesal yang mana hal itu semakin membuat Levin merasa bingung. "Ada apa? Kenapa melihatku seperti itu?" Levin sangat bingung, ada apa dengan kekasihnya ini? "Aku belum bersiap tapi kau sudah datang!" Oh, jadi itu masalah utamanya. Ternyata benar wanita adalah makhluk yang paling sulit di mengerti. Saat Levin terlambat Velo kesal, begitu juga sebaliknya jika Levin datang lebih awal Perempuan memang selalu benar, bahkan jika mereka mengatakan bumi segitiga maka itulah kebenaran. Sekarang Levin hanya bisa tertawa saat mendengar ucapan kesal gadis itu. apa para gadis selalu mempermasalahkan hal-hal kecil seperti itu ... "Kenapa malah tertawa?" Tanya Veli "Tidak, aku hanya merasa lucu saja ... Memangnya kenapa kalau kau belum bersiap. toh, bukan masalah bagiku untuk menuggu." Jawab Levin. Pemuda itu menarik Velo dalam pelukannya. Velo terdiam sesaat sebelum membalas pelukan Levin. "Padahal aku tidak ingin kau menunggu, Aku haru segera bersiap. Aku tidak bisa membuang banyak waktu lagi." ucap Velo pelan "Baiklah, bersiaplah aku akan menunggumu di sini atau mungkin kau ingin aku bantu?" goda Levin yang mendapatkan tatapan tajam dari Velo. "Baiklah ... Tidak boleh." Ucap Levin sambil tersenyum. Baru saja hendak melangkah pergi tangan lelaki itu menarik kembali Velo ke dalam dekapannya. "Bagaimana dengan satu ciuman? Boleh?" pinta Levin, Velo melumat singkat bibir pemuda itu sebelum akhirnya benar-benar pergi. Cukup lama pemuda itu menunggu sebelum akhirnya Velo keluar dengan dress berwarna lavender yang sangat cantik hingga membuat Levin tertegun sesaat karena pesona yang Velo pancarkan. "L-levin!" Pemuda itu terkesiap mendengar seruan Velo. "Ada apa?" Tanya Velo yang merasa bingung dengan ekspresi kekasihnya itu "Tidak, hanya saja kau terlihat sangat cantik dengan dress itu, warnanya sangat cocok untukmu ..." Mendengar pujian itu wajah Velo merona. "Berhenti menggoda aku ..." Ucap Velo dengan nada malu. "Aku tidak menggoda ... Aku hanya berkata jujur, kalau kekasihku sangatlah cantik dengan gaun berwarna lavender." Velo tersenyum wanita itu berbunga dengan perkataan Levin. "give me a kiss." Ucap Levin, "Pujian yang kau berikan tidak pernah gratis." Sahut Velo yang ingin menolak. "Tidak ada yang gratis di dunia ini, Sayang. Bahkan rasa cintaku." Ucap Levin. Lelaki itu mendekati Velo dan mengunci tubuh gadis itu di tembok. "Kau harus membayar begitu besar untuk rasa cintaku ..." Ucap Levin. "Kau harus membayar dengan selalu di sisiku." Sambung pemuda itu. "Dengan senang hati ..." Jawab Velo. Lalu karena Velo sudah siap, mereka berdua pun langsung bergegas untuk pergi jalan-jalan, mereka tidak ingin melewatkan musim panas tahun ini begitu saja Velo dan Levin berjalan di taman, cuaca sangat cerah bisa di katakan terik. Namun, suhu hari ini tidak sepanas kemarin. Mereka berdua terus berjalan menyusuri taman yang terlihat ramai, beberapa ada yang piknik atau sekedar berjemur. Levin mengajak Velo duduk di sebuah bangku yang letaknya sedikit teduh karena berada di bawah pohon.. "Aku tidak menyangka akan sepanas ini." Ucap Levin sambil mengelap peluhnya. Sedangkan Velo tertawa melihat bagaimana kulit putih pemuda itu kini memerah. "Kupikir kau mengajakku jalan-jalan karena suka dengan musim panas." Jawab Velo "Aku lebih suka musim gugur." Cetus Levin cepat. "Bagaimana denganmu? Kau terlihat biasa saja padahal aku merasa sangat panas." Sambung Levin. "Aku sudah terbiasa, dulu aku pernah tinggal di beberapa tempat bahkan aku pernah tinggal di Thailand di sana cukup panas karena beriklim tropis." Mendengar hal itu Levin mengangguk wajar saja jika Velo terlihat biasa. Tanpa terasa hari sudah mulai larut walau langit masih terlihat seperti sore tapi kenyataan ini sudah hampir pukul 20.00 malam Velo menyadarkan dirinya di sofa, hari ini cukup melelahkan. Namun, sangat menyenangkan. Sudah lama dia tidak pergi keluar untuk jalan-jalan dan hari ini benar-benar sangat membahagiakan. "Apa kau lelah?" Tanya Levin sambil mengecup kening Velo. "Lumayan," jawab Velo dengan senyuman "Pergi bersihkan dirimu lalu lekas istirahat." Ucap Levin. "Aku akan buatkan makan malam dulu untuk kita." Balas Velo "Tidak perlu, aku harus kembali sekarang?" "Kenapa, aku pikir kau akan tinggal lebih lama," tanya Velo dengan raut wajah kecewa, padahal kemarin dia sudah membeli beberapa bahan makanan untuk makan bersama Levin. Levin tidak tega melihat wajah kecewa Velo, pemuda itu tidak suka jika kekasihnya murung seperti sekarang ini. "Bukankah kau lelah ... Jadi tidak perlu repot-repot membuat makan malam." Jelas Levin. "Tapi aku sudah membeli bahan kemarin, aku pikir kita bisa makan malam bersama." Levin terlihat berpikir, sedangkan Velo dapat menangkap wajah bimbang kekasihnya itu. "Apa kau memiliki janji?" Mendengar ucapan Velo pemuda itu terlihat ragu saat ingin menjawab. "Iya, ibuku memintaku pulang untuk makan malam bersama ..." Jelas Levin pada akhirnya. "Kalau begitu pergilah, jangan buat ibumu menunggu." Jawab Velo dengan senyuman. "Bagaimana denganmu?" "Aku? Tentu saja aku tidak apa-apa, aku senang kau bisa lebih dekat dengan keluargamu ..." Jawab Velo "Terimakasih ..." "Untuk apa?" "Karena kau begitu pengertian ..." Velo memeluk pemuda itu erat, jika Levin bisa merasakan kehangatan keluarga maka Velo juga merasa bahagia karena itu. "Aku senang jika hubunganmu dan orang tuamu membaik," Levin melonggarkan pelukannya membuat pandangan mereka berdua bertemu, mata indah Velo mempesona Levin begitu saja, bibir merona dan hidung mancung benar-benar cantik, walau kulit Velo tidak seputih dirinya tapi warna kulit itulah yang membuat Velo semakin menarik, cantik dan eksotis juga seksi di satu sisi. Pemuda itu merapikan anak rambut Velo hingga tidak ada satupun yang menutupi wajah cantik kekasihnya itu. Perlahan-lahan wajah Levin mendekat dia tidak tahan ingin menyentuh lembutnya bibir merona Velo. Tangan Levin menahan Tengku Velo membuat wajah gadis itu sedikit terangkat sebelum akhirnya bibir mereka saling bertemu. Velo memejamkan matanya tangan wanita itu melingkar erat di perut Levin mengikis jarak yang ada di antara mereka berdua. Ciuman itu semakin dalam suara khas dua bibir yang beradu mengalun lembut melepas terbenamnya matahari yang manjadi saksi panjangnya hari yang mereka lewati hari itu. Tautan itu berakhir dengan nafas tersengal dari keduanya, sebuah senyuman terukir dari wajar mereka berdua. Dengan wajah yang memerah Velo menghapus jejak lipstik miliknya yang tersisa di bibir Levin, "Aku mencintaimu ..." Guman Levin tiba-tiba. Lelaki itu menarik tangan Velo dan mengecup pergelangan tangan gadis itu. Velo menarik tangannya, jujur detak jantungnya tidak karuan menghadapi sikap Levin yang seperti ini. "Tidak mau menjawab?" Tanya Levin saat melihat tidak adanya jawaban dari wanita itu. "Aku juga mencintaimu, Levin. Sangat!" Jawab Velo ***** Eva tersenyum saat melihat Levin ternyata kembali untuk makan malam. Dia senang Levin mengabulkan permintaannya, sedangkan di sisi lain Levin hanya diam sambil ikut duduk di meja makan menunggu pelayanan menyajikan makan malam, tidak ada yang berbeda dari makan malam kali Seperti apapun mereka berusaha mencairkan suasana keluarga itu tetap kaku dan canggung, hubungan anak dan orang tua serta suami dan istri terjalin begitu adanya selama bertahun-tahun sebuah makan malam tidak dapat mengubah segalanya secara langsung. Sedari awal tidak pernah ada kehangatan di keluarga ini atau hanya sekedar obrolan santai di antara mereka. Pekerjaan dan kesibukan sudah menyita waktu mereka membuat jarak di antara mereka menjauh antara satu sama lain Di sisi lain Velo duduk di meja makan sambil menatap foto mendiang ayahnya, satu-satunya orang yang ia sayangi juga rindukan, satu-satunya orang pantas ia sebut sebagai keluarga. Velo rindu lelaki tua itu, mungkin jika ayahnya masih hidup semua akan berbeda. Tidak akan ada yang melukainya karena lelaki itu akan selalu melindunginya, seperti dulu menjaga dan melindungi Velo, khawatir bahkan pada luka kecil sedikitpun. Tanpa sadar air mata Velo menitik kesendirian selalu membuat dia risau. Pikirannya tidak pernah istirahat, selalu saja ada yang membuat ia stress. Cukup lama melamun sebuah dering panggilan masuk dengan begitu saja mengalihkan pikiran Velo. Gadis itu tersenyum setelah melihat siapa yang menelepon dirinya saat ini, tanpa mau berlama-lama Velo langsung menjawab panggilan itu dari Levin "Halo," "Halo, apa kau sudah makan malam," "Aku baru selesai, bagaimana denganmu?" "Aku juga baru menyelesaikan makan malam ...." Dua orang itu terdiam hanya suara nafas halus yang terdengar di antara mereka. "Kau menelponku hanya untuk itu?" "Tidak, hanya saja sebenarnya ... Aku merindukanmu." Jawab Levin sedikit terbata. Tawa kecil terdengar dari Velo setelah mendengar pengakuan kekasihnya itu. "Kau merindukanku? Bukankah kita baru saja bersama seharian." Tanya Velo, wanita itu berjalan menuju sofa untuk membaringkan diri di sana. "Entahlah ... Sepertinya aku sudah benar-benar tergila-gila padamu ... Sepertinya melawati hari bersama saja tidaklah cukup ... Aku ingin selalu bersamamu ... Untuk menyambut hari dan menghabiskan waktu bersama ... Tanpa harus berpisah di penghujung hari." Jelas Levin dengan nada rendah dalam khas dirinya. Levin sudah memikirkan segalanya dia membutuhkan Velo untuk selalu di sisinya, dia ingin selalu bersama wanita itu. Setiap kali harus kembali berpisah Levin selalu merasa hampa dia benci sendirian. Mendengar perkataan Levin tentunya membuat jantung Velo berdegup kencang, terbesit tanya di benak Velo, tentang apa yang sebenarnya sedang lelaki itu coba katakan. Velo b tidak dapat menjawab ucapan m**i yang terlalu tiba-tiba dari pemuda itu ... "Velo, kau masih di sana?" "I-iya ... Aku masih di sini, tapi, Levin. Apa yang sebenarnya ingin kau katakan?" Tanya Velo "Bagaimana jika kita hidup bersama?" Ucap Levin dengan nada serius, perkataan lelaki itu kembali membungkam Velo di seberang sana. "A-apa?" "Maukah kau hidup denganku? Ayo kita habiskan waktu bersama setiap hari tanpa berpisah ... Maukah kau, Hidup bersamaku?" "Tapi, bagaimana dengan keluargamu? Sepertinya mereka tidak akan setuju." Ucap Velo. "Yang terpenting bagi mereka bukan kehadiranku, melainkan pencapaian dan nilai-nilaiku ... Selagi aku bisa menjadi yang terbaik bahkan jika aku tidak di sisi mereka, itu tidak akan menjadi masalah." Jelas Levin. "Sekarang jawab aku, Velo. Apakah kau mau hidup bersama dengan ku.? Velo di seberang sana terlihat emosional, wanita itu berusaha menahan air matanya juga suaranya yang bergetar. "Tentu, tentu aku mau, Levin. aku juga selalu sedih saat harus berpisah denganmu ... karena hanya kau yang aku miliki," jawab Velo. "Mulai saat ini jangan bersedih lagi, Velo. kita tidak akan berpisah ... karena aku akan selalu bersama denganmu ... aku mencintaimu, Velo." ucap Levin. hati Velo seakan-akan meledak dengan perkataan Levin, Velo selalu berpikir dirinya bukanlah seorang yang beruntung tetapi kini dia merasa menjadi gadis paling beruntung karena memiliki Levin sebagai kekasihnya. "Aku juga sangat mencintaimu, Levin. aku mungkin tidak akan bisa bertahan tanpa kau di sisiku." ***** Setelah pembahasan itu hubungan Levin dan Velo berjalan baik, mereka banyak menghabiskan waktu bersama sebelum akhirnya Levin harus memulai pekerjaannya di LA& Partners Firm. Ditengah kesibukan pekerjaannya Levin selalu menyempatkan waktu untuk Velo, terkadang ia menginap, terkadang hanya mampir dan pergi setelah beberapa waktu ... karena Levin belum bisa secepatnya pindah, dia juga harus mencari rumah untuk mereka, Levin tidak mungkin mengajak Velo hidup bersama tanpa persiapan yang matang. Seperti Levin. Velo mulai meniti kehidupannya gadis itu kembali melukis dan berniat memperkenalkan karyanya, kemampuan melukisnya sangat baik, bakat yang ia dapatkan dari sang ayah yang juga seorang seniman mengalir deras di darahnya. Velo juga selalu menjadi penyemangat untuk Levin, mereka berdua sudah sepakat sebelumnya untuk memulai hidup bersama dan gadis itu tahu Levin sedang berusaha keras untuk memberikan yang terbaik untuknya, walau sebenarnya Velo tidak masalah tinggal di manapun selagi bersama Levin dia akan selalu bahagia. Di sisi lain, Eva sibuk dengan kegiatannya menjadi seorang ibu rumah tangga bukan berarti dia hanya menghabiskan waktu berkutat dengan kegiatan rumah, mereka kaya mereka bisa menggaji puluhan pembantu untuk mengurus rumah, walau tidak secara langsung, tapi Eva juga termasuk dalam bagian LA& Partners Firm. Dia terus mengawasi kasus dan data yang kantor mereka terima. Dalam pekerjaan Eva jauh lebih berambisi dari pada suaminya. Anak buah Eva datang lelaki itu membawa amplop coklat lalu memberikan benda itu kepada Eva, "Apa ini?" Tanya Eva tanpa mengalihkan pandangannya dari laptop miliknya, "Nyonya, ini adalah data yang kami kumpulkan tentang kekasih Tuan Levin." Eva yang awalnya acuh seketika langsung menghentikan kegiatannya, fokus mata wanita itupun beralih pada amplop coklat yang sudah tergeletak di meja kerjanya, kini wanita itu menatap anak buahnya memberi isyarat untuk segera pergi dari sana ... Setelah ruangan sunyi, Eva dengan hati-hati membuka amplop itu, pertama dia di suguhkan foto cantik Velo setelah itu biodata serta nama kedua orang tua Velo, awalnya Eva tidak begitu antusias, data yang ia terima layaknya biodata biasa. Namum, saat Eva melihat rangkuman kasus yang menimpa Velo mata wanita itu langsung mencicing, dia bahkan melemparkan amplop itu ke lantai sangking kesalnya, Bagaimana bisa, Levin berhubungan dengan seorang wanita yang memiliki kehidupan kelam seperti itu? Dia tidak akan membiarkan putranya berhubungan lebih jauh dengan seorang wanita seperti itu, Eva tidak ingin kehidupan putranya hancur, mengapa Levin harus ikut masuk ke lubang hitam demi wanita itu? Putranya terpelajar dia tidak akan rela anak laki-laki satu-satunya ikut hancur karena wanita seperti Velo.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD