Velo tidak puas-puasnya memandangi wajah Levin yang sedang terlelap, mata, bibir serta alis pemuda itu benar-benar indah. Levin mungkin satu dari sejuta bibit unggul yang beruntung bisa lahir ke dunia.
Asik memandang wajah Levin tiba-tiba saja menarik Velo masuk dalan pelukannya,
"Sudah puas memandangiku?" tanya Levin masih dengan mata yang tertutup.
"Kau sudah bangun? Sejak kapan?" Tanya Velo dengan wajah malu, kerena dirinya harus tertangkap basah sedang mengamati wajah pemuda itu.
"Sejak kau mulai terpesona pada ketampananku."
Velo mendorong Levin, sambil memalingkan wajahnya Velo mengulum senyum, gadis itu hanya diam saat Levin menumpukan wajah di bahunya.
"Kenapa hanya diam?" tanya Levin dengan nada menggoda.
"Tidak ada," sahut Velo.
Levin membenarkan posisinya, pemuda itu mengangkat tubuh ringan Velo dan meletakkan gadis itu di atas pangkuannya. Velo membuang tatapannya dengan wajah yang memerah karena malu, gadis itu menghindari tatapan nakal Levin dengan jantung yang berdebar-debar
"Wajahmu sudah seperti tomat." ejek Levin membuat mata Velo mencicing. Bagaimana bisa lelaki itu masih mengejeknya di saat seperti ini,
Tolonglah ... Velo sudah sangat malu sekarang bukannya mereda yang ada wajahnya semakin merah dan panas.
"A-apa kau bilang?"
"Wajahmu merah seperti tomat ... Sangat menggemaskan." Jelas Levin sambil menautkan lembut hidung mancung mereka, sebuah kecupan singkat juga tidak lupa pemuda itu berikan. Velo menatap wajah tampan Levin dengan senyuman indah yang terukir di wajah pemuda itu. bagi Velo, Levin adalah kebahagiaannya, cukup bersama dengan pemuda itu saja sudah mampu mengisi segala ke kosongan di hatinya.
Velo tertawa kecil sebelum menangkup pipi pemuda itu,
"Kau sangat tampan." puji Velo.
"Aku tahu itu," jawab Levin enteng.
"Aku sangat mencintaimu," ucap Velo penuh kesungguhan.
"Seberapa banyak?" tanya Levin
"Sangat banyak, bagaimana denganmu?"
"Aku tidak tahu, yang jelas rasa cintaku jauh lebih banyak lagi dari rasa cintamu." Jawab pemuda itu,
Velo kembali mengukir senyum dengan hati yang berbunga-bunga, gadis itu tidak bisa menyembunyikan wajah bahagianya. Dua orang itu kembali saling memeluk menghirup aroma satu sama lain juga merasakan betapa hangat pelukan mereka, setelah cukup lama tanpa sengaja sorot mata Levin tertuju pada sebuah jam di dinding yang mana hal itu langsung saja membuat dia mengingat janji yang sudah ia buat, dengan cepat Levin melepaskan pelukannya sehingga hal itu membuat Velo terlihat bingung.
"Ada apa?"
"Maaf, sepertinya aku harus pulang." Jelas Levin yang mengecup kening Velo sesaat sebelum bangkit dari sofa.
"Ada apa? Kenapa tiba-tiba sekali?" Velo masih bingung dengan sikap terburu-buru Levin.
Bukankah tadi semuanya masih baik-baik saja ... Velo memang orang yang suka berpikir berlebihan itu, itulah salah satu hal yang membuat dirinya sulit bangkit, seperti sekarang sudah ada jutaan pertanyaan di benak Velo tentang sikap Levin yang tiba-tiba ingin pergi.
"Aku lupa kalau malam ini aku ada janji dengan ibuku. Maaf, tapi aku harus kembali sekarang ..." Jelas Levin.
Velo yang mendengar itu tentu tidak bisa berbuat apa-apa untuk menahan Levin, dia juga bisa melihat dari raut wajah pemuda itu kalau sepertinya itu adalah janji makan malam yang sangat penting dan sepertinya Levin melupakan hal itu karena terlalu asik bersama Velo
"Apakah masih sempat?" tanya Velo. Dia merasa bersalah, karena dirinya merasa dirinyalah yang membuat Levin melupakan janji dengan ibunya.
"Tentu saja," jawab Levin menenangkan. "Jika aku bergegas aku akan sampai tepat waktu." Sambungnya.
"Kalau begitu lekas pergilah!" Seru Velo. Levin yang melihat kepanikan di wajah kekasihnya itu hanya bisa tersenyum kecil,
"Aku akan pergi sekarang, jaga dirimu, Velo." Ucap Levin sebelum pergi
Velo memandang kepergian Levin dengan rasa khawatir, seperti yang pemuda itu katakan hubungan antara Levin dan kedua orang tuanya tidak begitu baik, bagaimana jika hubungan mereka semakin buruk karena masalah ini. Jika itu terjadi maka Velo benar-benar merasa bersalah.
****
Eva melemparkan gelas yang ia pegang ke arah Levin yang terlihat tidak berusaha menghindari, beruntung gelas itu tidak mengenai dirinya.
Tatapan Eva menajam, jelas terlihat raut kekesalan di wajah wanita itu, nafas kasar serta suara langkah yang menggema di ruangan besar itu kala Eva menghampiri putranya
"Dari mana saja kau?" Tanya Eva.
"Maaf, aku dari menemui seseorang ... Ibu aku--" belum sempat Levin menjelaskan sebuah tamparan sudah lebih dulu mendarat di pipi pemuda itu.
"Kau sengaja mempermalukan aku kan?"
"Tidak,"
"Levin, bagaimana bisa kau lupa? Bukankah sudah aku katakan bagaimana pentingnya pertemuan itu!"
"Maaf, hanya saja ada seseorang yang harus aku temui dan dia membutuhkanku."
"Kekasih?" Sahut Eva dengan wajah sinis. Mendengar itu Levin tidak terlihat kaget, dia sudah menebak ibunya pasti sudah menyelidik semuanya.
"Ya," jawab Levin datar.
"Putus saja dengannya." Dengan mudahnya wanita itu mengatakan hal itu bahkan tanpa memikirkan perasaan Levin putranya sendiri.
"Apa?"
"Tinggalkan gadis itu, dia tidak baik untukmu ... Aku tidak bisa membiarkan gadis itu bersamamu dan membawa pengaruh buruk untukmu."
"Pengaruh buruk? Atas dasar apa ibu mengatakan hal seperti itu tentang dia? Aku tidak akan pernah putus dengannya ..."
"Levin!!!"
"Berhenti mengatur hidupku,Bu!!! Aku sudah melakukan semua yang kau mau sejauh ini, sampai kapan aku harus hidup seperti keinginan ibu? Ini hidupku ... " Jawab Levin kesal.
"Aku ibumu dan apa yang aku lakukan itu semua untuk kebaikanmu. Aku tidak ingin kau bersama orang yang salah, terlebih jika hanya menjadi penghalang bagi masa depanmu."
"Cukup, berhenti mengaturku, ibu tidak pernah melakukannya untukku. Bagi ibu aku hanya sebuah alat untuk mencapai obsesi ibu sendiri." Jawab Levin. "Jangan pernah ikut campur dalam hubunganku, jika ibu berani menyentuhnya ... Maka aku tidak akan pernah mendengarkan ibu lagi." Ancam Levin.
"Kau, anak kurang ajar bagaimana bisa kau mengancam ibumu sendiri!" Tangan Eva kembali terangkat, belum sempat ia memberikan tamparan sekali lagi di wajah Levin, suara menggelegar Luis sudah lebih dulu menghentikannya.
"Cukup!!"
Mendengar teriakkan suaminya membuat Eva terdiam begitu juga Levin. Luis menuruni anak tangga perlahan-lahan, dengan wajah dingin dan tatapan tajam kehadiran lelaki itu dengan begitu saja membuat perdebatan Eva dan Levin berhenti.
"Sebenarnya ada apa ini? Apa kalian tau jam berapa sekarang?" Bentak Luis
"Sayang, aku hanya--" tatapan tajam Luis memotong ucapan Eva.
"Kau baru pulang?" Tanya Luis pada Levin.
"Ya, ayah."
"Kau sudah makan malam?"
"Sudah,"
"Baguslah, kalau begitu bersihkan dirimu dan istirahatlah." Perintah Luis dengan senyum tipis.
Eva yang masih disana tidak bergeming dia hanya mendengarkan percakapan dua orang itu.
"Kalau begitu, selamat malam Ayah, Ibu ..." Setelah mengucapkan selamat malam Levin pergi ke kamarnya, dalam beberapa langkah ia sempat menoleh kearah dua orang yang terlihat diam itu.
Eva mengangkat wajahnya mencoba bersikap datar dengan tatapan tajam Luis.
"Sebenarnya apa yang kau lakukan?" Tanya Luis dengan nada dingin.
"Apa? Aku tidak melakukan hal yang salah, aku hanya memberikan pelajaran pada Levin ..."
"Pelajaran?"
"Dia tidak menghadiri acara makan malam dengan LS& Partners Firm, anak itu mempermalukan aku!" jawab Eva meninggi
"Anak itu? Dia putramu, anak kita!"
Tegas Luis, Eva terlihat menahan dirinya dengan nafas yang tidak teratur wanita itu mencoba mengendalikan emosinya.
"Apa kau tahu bagaimana mereka mempermalukan aku? Mereka menghinaku ... Jika saja Levin datang semua itu tidak akan terjadi, kau tahu bukan, Betapa pentingnya pertemuan ini." Eva merendahkan intonasinya, mencoba agar Luis memahami dan melihat dari sudut pandangnya.
"Itu hanya masalah kecil, tapi kau begitu kesal ... Berhenti membesar-besarkan sesuatu." jawab enteng Luis semakin membuat hati Eva panas, apakah lelaki ini tidak kesal saat istrinya di permalukan.
"Aku tidak membesar-besarkan ... Tapi itu--"
"Sudahlah, kau memang tidak pernah berubah ... Bagimu yang terpenting hanya kehormatan saja ..." timpal Luis. "Perihal makan malam, itu bukanlah sesuatu yang fatal jadi kendalikan dirimu, Eva. Jangan sampai kau menyakiti Levin lagi."
Mata Eva berkaca mendengar perkataan Luis, menyakiti? Kenapa semua yang ia lakukan selau saja di salah pahami Luis terutama yang berhubungan dengan Levin
"Menyakiti?"
"Kau tidak pernah bisa mengendalikan dirimu dan selalu saja Levin yang menjadi korban. Seperti tadi karena kesal kau bahkan hampir melukainya."
"Aku--"
"Kau bahkan menamparnya, aku tahu dia tidak pernah kau inginkan dan mungkin hanya kau anggap sebagai pengganggu dalam hidupmu ... Tapi mau bagaimanapun dia tetap putramu, putra kita."
"Kau masih berpikir seperti itu tentangku? Aku sudah menjelaskan segalanya saat itu aku--"
"Saat itu kau hanya tidak menginginkan Levin hanya itu yang aku pahami dan semenjak saat itu kau selalu menganggap dia pengganggu ... Bahkan kau sampai--"
"Cukup, Luis! Berhentilah membicarakan hal itu, semua itu kecelakaan ... Aku tidak pernah menginginkannya."
"Ingat Eva itu bukanlah kecelakaan tapi sebuah kelalaian ... Karena kelalaianmu kita hampir kehilangan Levin." Tegas Luis sebelum meninggalkan wanita itu pergi.
Air mata Eva meniti, rahang wanita itu mengerat sembari menahan isakan yang mulai tidak teratur. Ya, semenjak hari itu tepatnya 22 tahun lalu semuanya berubah. Rumah tangganya, karier dan segalanya menjadi kacau. Namun, hal yang paling Eva sesalkan adalah hubungannya dan Levin karena setelah kejadian itu tidak ada satupun yang percaya bahwa dirinya benar-benar menyayangi putranya. mereka semua berpikir bahwa Eva ibu yang tidak memiliki hati dan egois, padahal Eva juga menyayangi Levin hanya saja cara dia menyayangi putranya berbeda.
dari lantai dua Levin diam-diam mengamati semua yang terjadi, ia melihat bagaimana sikap Luis pada Eva, serta bagaimana ibunya kini menangis dalam diam seorang diri, Levin tidak begitu mengerti apa yang terjadi padanya dulu, hanya saja dia selalu melihat tatapan dingin ayah pada Ibu, serta bagaimana ayahnya selalu berusaha untuk menjauhkan Eva dari Levin seperti berpikir bahwa wanita itu tidak baik. hanya saja satu hal selalu terdengar saat kakek dan neneknya datang bahwa ibunya tidak menginginkan dirinya, bahwa ibu pernah ingin membuang dirinya. Levin tahu semua itu walau dia tidak pernah menanyakan langsung tentang kebenaran dari apa yang ia dengar ...Namun, sikap ibunya juga secara tidak langsung menjadi jawaban karena Levin tidak pernah bisa merasakan kasih sayang yang coba ibunya berikan