06. Pregnancy

1016 Words
Jam kini sudah menunjukkan pukul empat sore, kini Claretta tengah bersiap-siap untuk pulang. Tadi siang, dokter sudah memperbolehkan dirinya pulang dengan catatan rutin minum vitamin yang diberikan dan juga tidak boleh bekerja yang berat-berat karena kandungannya masih sangat muda. Dia tidak sendiri, ada Sania yang baik hati menemani nya sejak tadi hingga sekarang. "Ayo, Cla!" seru Sania membuyar lamunan singkat Claretta. Claretta menganggukkan kepalanya lalu mengikuti Sania yang sudah berjalan keluar kamar lebih dulu. "Apa kamu mau ke suatu tempat dulu, Cla?" tanya Sania. Claretta menggeleng. "Aku ingin istirahat." "Baiklah." Mereka berdua pun masuk ke dalam mobil Sania. Sania mengendarai mobilnya dengan kecepatan sedang sambil sesekali bernyanyi mengikuti lantunan lagu yang diputar di radio. Claretta sendiri hanya menyandarkan tubuhnya seraya memejamkan matanya. Pikirannya melayang-layang pada janin di perutnya, sedikit ia merasa sedih karena ia hamil diluar nikah. Dan ia juga sedih nanti anaknya tidak memiliki seorang Ayah. Apa yang harus ia jawab jika anaknya bertanya tentang Ayahnya nanti? Claretta menghela napasnya pelan. Kamu pasti bisa melalui semuanya, Cla! -batinnya. *** "Tuan, Axel!" panggil Adam. Axelino berhenti, lalu berbalik menatap sekretarisnya yang sedikit berlari menghampiri dirinya. "Ada apa? Aku buru-buru!" "Ada yang ingin saya sampaikan tentang gadis bernama Claretta," ujar Adam. Axelino ber-oh ria. "Nanti saja, aku harus bertemu dengan klienku." Axelino memutar tubuhnya dan mengayunkan kakinya menjauhi Adam yang mendesah kecewa. Bosnya tidak mendengarkan dirinya, padahal ada informasi penting yang ingin ia sampaikan! Informasi kalau Claretta masuk rumah sakit dan di diagnosa hamil oleh dokter. Adam mendesah pelan seraya menatap punggung bosnya yang perlahan berjalan menjauh. *** Satu setengah jam berlalu, pertemuan Axelino dengan klien nya dari perusahaan Lova Entertaiment akhirnya berakhir. Axelino menjabat tangan Direktur Xander dan tersenyum. "Saya harap, kerja sama kita berjalan dengan lancar, Mr. Xander." Xander mengangguk dan membalas senyum Axelino. "Saya harap juga begitu." Mereka pun akhirnya berpisah. Tujuan Axelino sekarang adalah kembali ke kantor, ada beberapa berkas yang masih harus ia periksa dan tanda tangani. Dua puluh menit kemudian Axelino tiba di kantornya, dengan santai ia memasuki gedung kantornya. "Pak Axel." Seorang karyawan laki-laki memanggil Axelino. Axelino berhenti dan berbalik menatap karyawan itu. "Ada apa, Zui?" "Tadi ada perempuan yang mencari bapak, kebetulan saya dari ruangan bapak sehabis mengantar berkas. Perempuan itu menunggu di kantin Pak." Zui memberitahu maksud dan tujuan nya memanggil Axelino. Alis Axelino terangkat naik. "Suruh dia ke ruangan saya." "Baik, Pak!" jawab Zui. Axelino pun kembali melangkah menuju lantai lima belas, di mana ruangannya berada. Setibanya di lantai lima belas, dapat Axelino lihat Adam sedang fokus pada Laptop di meja kerjanya. Meja Adam berada tepat di samping pintu ruangan Axelino. Adam yang menyadari kedatangan Bos nya pun segera berdiri dan berjalan mengikuti dari belakang. "Tuan, ada yang ingin saya sampaikan," ujar Adam. Axelino melenggang masuk ke dalam ruangannya. Ia duduk di kursi besarnya dan memandang Adam yang sedang menunggu jawabannya. "Apa?" "Saya mendapat laporan bahwa Claretta masuk rumah sakit." Adam menjeda sebentar. "Lalu?" Adam terlihat ragu melanjutkan kalimatnya. "Dia masuk ruang UGD." Alis Axelino terangkat naik, heran. "Apa yang terjadi padanya?" "Sepengetahuan saya, dia pingsan saat bekerja. Dan ini hasil copy-an diagnosa dari dokter." Adam menyerahkan secarik kertas pada Axelino. Axelino mengambil kertas itu dan membaca isinya. Rahangnya mengeras melihat tulisan 'positif hamil'. Dia hamil? Apa dia hamil anakku? Timbul banyak pertanyaan di kepala Axelino. "Nona Claretta sedang mengandung," ujar Adam pelan. Mata Adam tak lepas dari wajah Bosnya itu, melihat respon dari Axelino. "APA?!" Axelino dan Adam sama-sama menoleh saat mendengar pekikan keras barusan. Di sana Eleanor, sahabat masa kecil Axelino terlihat syok di tempat. Adam mengatupkan bibirnya rapat. Seseorang mendengar berita sepenting ini, ia tidak tahu harus seperti apa. Semoga saja bosnya tidak memarahi dirinya karena kini Eleanor mengetahui informasi itu. Eleanor berjalan mendekati meja Axelino. "Siapa yang hamil, Xel?" Axelino menatap Eleanor malas. "Bukan urusanmu." Eleanor menatap Axelino dengan nanar. Pikirannya negative tengah berseliweran entah ke mana-mana, menduga-duga wanita bernama Claretta itu hamil anak Axel. "Adam, kamu keluarlah. Bawa Eleanor sekalian," titah Axelino. "Tapi, Xel." Eleanor menolak untuk keluar. Eleanor merasa harus mendengar penjelasan mengenai wanita hamil itu. "Keluar!" Adam memberi isyarat pada Eleanor untuk patuh dan menuruti perintah Axelino. Dengan berat hati Eleanor pergi keluar ruangan Axelino. Dalam hati ia bertekad akan mencari tahu apa yang sedang terjadi. Setelah kepergian Adam dan Eleanor. Axelino terdiam di tempatnya, berulang kali ia membaca hasil diagnosa dokter pada Claretta. Hatinya menolak untuk percaya, namun bukti sudah di depan mata. Ia harus apa? "Sepertinya aku harus memastikannya langsung," gumam Axelino. *** Claretta menyibukkan dirinya membuat salad buah, tiba-tiba ia menginginkan makanan itu untuk menemani dirinya menonton televisi. Claretta memotong-motong beberapa buah-buahan yang tersedia di kulkas. Senyum Claretta terbit, entah kenapa membuat salad buah terasa menyenangkan bagi dirinya. Padahal ia sudah biasa membuat salad. Mungkinkah karena ini permintaan perdana dari calon anaknya, makanya ia sangat bersemangat? Tidak butuh waktu yang lama, tahap terakhir dari salad buatannya adalan campuran keju di atasnya. Claretta memarut keju dengan banyak di atas salad yang telah jadi. Setelah selesai, Claretta membersihkan beberapa peralatan masak yang ia gunakan dan barulah setelah itu ia mengayunkan kakinya menuju ruang tengah. Claretta memutar Chanel favoritnya yang biasa menayangkan beberapa film action dan romantis. Claretta menikmati film itu sambil memakan salad buatannya. Saat melihat seorang pemeran utama laki-laki mengecup bibir si wanita, entah kenapa membuat pipi Claretta tiba-tiba bersemu merah. Ia merasa malu melihat adegan itu. Padahal ia sudah pernah melakukan lebih dengan Axelino. Claretta mengerjap-ngerjapkan matanya tersadar memikirkan hal yang seharusnya tidak ia pikirkan. "Ya ampun, Cla! Kenapa kau jadi tiba-tiba m***m?!" rutuk Claretta pada dirinya sendiri. Tangannya bahkan memukul kepalanya pelan. Claretta mencebikkan bibirnya kesal saat tak sengaja melihat adegan ciuman yang lebih dari sekedar kecupan. "Ya Tuhan! Film apa sebenarnya ini?!" seru Claretta geram sendiri. Claretta meraih remot dan mengganti saluran televisi. Bisa-bisa ia menjadi gila jika terus menonton film itu. Tangan Claretta berpindah ke perutnya yang masih datar. "Kamu jangan terpengaruh ya sama pikiran kotor Mama. Jangan merasakan apapun di dalam sana," gumam Claretta pada calon bayinya. Sedetik kemudian Claretta terkekeh pelan. Bicara apa dia? Tentu saja anaknya yang masih berumur jagung tidak akan menyerna dan merasakan pemikiran kotornya. *** To be continued...
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD