Vita masuk ke dalam kamar dengan hati yang patah-patah, sepatah goyangan ngebor Anisa Bahar. Belum lagi emosinya yang kini tengah menanjak untuk naik-naik ke puncak gunung karena ulah Ashar Magrib yang sejatinya adalah kakak angkatnya itu. Mimpi apa dia ditunangkan dengan sosok chiken seperti Ashar. Ia mendadak mendapatkan mimpi terburuk.
Ah, belum juga ada satu hari dua puluh empat jam, Vita di rumah tunangannya ini, Vita sudah dilukai secara batin dan direndahkan harga dirinya oleh laki-laki bernama lengkap Ashar Magrib itu.
"Makan tuh Uti! Gue juga enggak mau ditunangin sama lo, Magrib~ Kalau bukan karena budi mamah yang terlalu besar, mana mau gue putusin si Michael yang gantengnya lebih dari lo." marah Vita, meracau sendiri. Pikiran Vita menerawang pada malam dimana orang tua Ashar datang bagaikan Fairy Tales dalam hidupnya.
"Vitaaa.... Vitaaa." gedor Ashar dari luar. Vita mendengus sebal. Apalagi coba maunya laki-laki satu itu. Gedor pintu malem-malem ini. Ini waktunya istirahat, bukan ngajak ribut!
"Vita..."
"Apa?" tanya Vita dengan bentakkan kala membuka pintu kamarnya.
"Eh, udah dibuka." kata Ashar cengar-cengir kentara banget jika laki-laki itu kini tengah teler.
"Awas gue aus, mau minum." Vita mendorong Ashar, hingga tubuh laki-laki itu limbung ke belakang.
"Eh... Eh... ada ombak Vit."
"Edan Kowe!" Gila Lo, kata Vita jijik, lalu melangkah ke dapur.Haus juga mengurusi Ashar Magrib yang gila. Karena saking emosinya, Vita sampai tidak melihat botol apa yang kini tengah ditenggaknya. "Enak, manis kok sepet-sepet gini ya. Enak sih, mayan." katanya mengomentari wine sisa Ashar beberapa hari lalu.
Saking hausnya, Vita tidak sadar menenggak setengah botol wine milik Ashar. Dahaganya benar-benar terobati. Namun, kala ia melangkah kembali untuk ke kamarnya. Kepalanya terasa pening, matanya berkunang-kunang. Semua barang menjadi bergerak ke segala arah dimatanya.
"Vitaa..." panggilan Ashar seperti alunan sebuah melodi bagi Vita, begitu mendayu mengusik jiwanya untuk mendekat.
"Mag.. Michael." kata Vita tersenyum manis.
Deg...
Vita cantik banget, tapi... Grrrrr cantikkan Uti gue..
"Michael, bawa gue pergi. Gue nggak mau sama si Magrib." kata Vita mengalungkan tangannya dileher Ashar.
Duh empuk Mah, kalau Ashar remes kenyal enggak ya Mah...
"Kel... Michael..." desah Vita ditelinga Ashar.
"Hemm... Vit, kamar yuk.." ajak Ashar, Vita mengangguk-anggukkan kepalanya pasrah.
Awalnya memang tidak terjadi apa-apa pada dua manusia yang saling berbaring itu. Entah mengapa, pada menit ke enam puluh, Vita merasa sangat kepanasan. Seluruh badannya serasa terbakar hingga ia bergerak gelisah dalam tidurnya.
"Panas... Panaasss iih." racau Vita tidak jelas, tangannya mengibas yang sialnya terkena muka Ashar.
"Vittt...", geram Ashar.
"Panas... Panas banget." katanya lalu melepas baju dan celananya.
Ashar yang tadinya mau pindah ke kamarnya jadi tertegun melihat pemandangan yang seumur-umur baru dilihatnya ini.
Sexy...
Sexy Abieeeesss.....
"Mati, jujun bangun." kata Ashar menutup bagian terlarangnya dengan kedua tangannya. Matanya yang sebenarnya sering ternoda, kini menatap lapar kearah tunangan seharinya.
"Vit... Vit... Jangan Vit." cegah Ashar saat Vita ingin menanggalkan bra dan segitiga merah mudanya. Hanya dengan kata tentunya, tak dengan tindakan karena jelas laki-laki itu begitu mendamba dengan pemandangan yang tersaji di depan matanya. Tangan Ashar terulur, tak berniat untuk mengentikkan aksi Vita jika kalian ingin tahu, ada niat lain diotak laki-laki itu.
"Lepasin, gerah. Panas." kata Vita menghempaskan tangan Ashar yang sialnya justru menangkup salah satu gunung kembar milik Vita, karena ingin.
"Ah..."
"Njing, sorry keremes." kata Ashar gelagapan. Sial, kok enak sih ngeremes gituan.
"Ah.." desah Vita lagi kala Ashar justru sengaja, sekali lagi, meremas bagian atas miliknya.
"Gue mabok Vit.. Gue mabok.. Lo juga, jadi kita sama-sama khilaf ya." kata Ashar di depan wajah Vita.
"Ngangguk dong, ngangguk. Oke, kita sama-sama teler, jadi nggak papa." kata Ashar lalu tangan kanannya melayang ke atas kepala Vita dan menganggukkan sendiri kepala Vita.
"Nah, gadis pinter." kata Ashar lalu mencium Vita secara dalam, hingga semuanya terjadi dimalam yang panas itu.
"Aaaaa ngapain Mas Magrib disini?" tanya Vita kencang sembari merapatkan selimutnya sampai ke d**a.
"Aaaaaaa kok gue telanjang? Mamaaaaaaa." histeris Vita pagi hari kala menemukan dirinya telanjang.
"Vit... Vitaaaa jangan kenceng-kenceng dong teriaknya." kata Ashar menindih tubuh Vita lalu menutup mulut Vita dengan tangannya.
"Kan kita udah sepakat. Sama-sama mabok masa lo lupa sih!" kata Ashar membuat Vita melotot tajam. Mana ada orang mabok, tapi inget kejadiannya.
"Ashar Magrib, awas lo dari atas gue." kata Vita lalu menendang tubub Ashar hingga terjatuh.
"Pergi lo, pergi... Gue mau balik ke Surabaya."
"Vit, jangan dong! Apa kata Mama Vit." panik Ashar.
Warisan gueee... Anjiir...
"Diem lo, bodo amat. Gue mau pulang ke rumah Mama di Surabaya! Jangan balik ke sana! Awas lo cerita soal ini." kata Vita menunjuk muka Ashar.
"Lah, mana bisa. Kalau lo hamil gimana?" tanya Ashar menimbang kemungkinan terburuk ulahnya semalam yang terbius rayian setan.
"Hamil? Lo buang di dalem?" tanya Vita emosi.
"Eh, abis gue.. gue..."
"Mati lo, mati lo.... Benci gue sama lo. Bodo amat, gue mau balik lo nikah sono sama Uti.. Uti ... Lo... pergi." usir Vita mendorong tubuh Ashar keluar dari kamarnya.
Brakkkk...
"Anjir, si Vita tadi telanjang kan?" kata Ashar pelan.
"Mamaaaaaa anak Mama perawanin Vita Mamaaaaa." teriak Vita histeris, lalu menangis sejadi-jadinya. Ia tak menyangka jika nasibnya akan sesial sekarang setelah pindah dari Surayaba.