"Kenapa diabaikan? Apa tidak kasihan, Pak?"
"Fokus saja terhadap apa yang harusnya kau lakukan, Boby."
Tanpa menatap asistennya yang dia sadari dengan jelas tengah membahas siapa, Zeron bicara dengan begitu tegas, penuh penekanan seolah tidak bersedia asistennya membahas hal yang sifatnya privasi itu.
Bukan tak melihat, bahkan dari jarak 10 meter Zeron sadar betul akan kehadiran Sonya yang tadi menyapanya. Dan, dia juga ingat siapa wanita itu.
Status Sonya bukan hanya sebatas karyawan magang, tapi istrinya. Akan tetapi, untuk beberapa alasan Zeron tidak berkenan untuk bersikap seolah mengenal dekat hingga harus ditanggapi sapaannya.
"Ini, silakan atur pertemuan bersama Pak Rendra ... katakan padanya, hari apapun bisa kecuali Jum'at."
"Ada apa dengan Jumat? Apa Bapak mau bulan madu di malam harinya?" Pria paruh baya dan bertubuh gempal itu bertanya, keponya luar biasa dan membuat Zeron kesal seketika.
Jujur saja, jika bukan karena papanya mungkin dia sudah memecat Boby sejak lama dan mengganti asisten pribadi yang lebih bisa diandalkan tentunya.
Hanya karena dituduh menyukai sesama jenis, Abimanyu, papanya sengaja mencarikan asisten pribadi yang sekiranya tidak akan disukai oleh pria dengan orientasi sek-sual menyimpang.
Sebelum Boby, Abimanyu juga sempat memilihkan wanita dewasa sebagai asisten Zeron dan berakhir dipecat karena terjerat skandal bersama security perusahaan.
Dan, kejadian itulah yang mempertemukan Zeron dengan sosok super ingin tahu segalanya, sampai urusan pribadi juga diulik sebegitu dalamnya.
"Boby ...." Suara Zeron tertahan, terdengar jelas betapa kesal dirinya saat ini.
"Iya, Pak?"
"Sekali saja ...." Helaan napas panjang Zeron embuskan sebagai caranya menenangkan diri. "Sekali saja tidak mempertanyakan sesuatu yang bukan lagi ranahmu, bisa?"
Diam, Boby yang agaknya belum menyadari kalau Zeron marah setengah mati masih berpikir untuk menjawab.
"Bisa tidak?!!" teriak Zeron meninggi, dan bertepatan dengan itu tubuh Bobby bergetar seketika, sungguh.
Belum selesai kemarahan Zeron, pria itu melonggarkan dasi dan membuka satu kancing kemejanya. "Satu tahun kau menjadi asistenku, tapi sikapmu tidak lagi seperti asisten ... melainkan pengasuh dan aku tidak suka itu, tahu?!!"
"Maaf, Bos, saya hanya memastikan dan mengikuti arahan Tuan-"
"Tidak ada yang perlu dituruti!! Aku bosmu di sini!!"
Tak berani bersuara lagi, Boby diam dan segera pamit pergi. Meninggalkan Zeron yang kini tampak frustrasi, dia menyadarkan tubuhnya dan memijat pangkal hidung hingga bagian itu memerah.
Cukup banyak yang membuatnya sakit kepala, tapi yang paling utama adalah kejadian semalam. Ya, demi Tuhan dia katakan bukan sengaja menyentuh Sonya, bukan pula dia rencanakan sebenarnya.
Setelah pernikahan terjadi, dia membawa Sonya ke apartemen sementara dirinya pergi memenuhi undangan Ziona yang memintanya datang dengan alasan ingin memberikan hadiah pernikahan di rumahnya.
Sejak awal, Zeron sama sekali tidak menaruh kecurigaan. Tanpa pikir panjang dia mendatangi kediaman Ziona dan Erland karena merindukan keponakannya juga.
Di sana, Zeron menghabiskan waktu cukup lama dan sebelum pulang, Ziona memberikan minuman untuknya dan Erland.
Zeron tahu itu alkohol, tapi dia yakin dengan menenggaknya tidak akan membuat mabuk karena masih di batas aman.
Anehnya, sewaktu di perjalanan pulang Zeron merasakan panas dan sensasi tak biasa yang menjalar dalam tubuhnya, dan berakhir membuat gila sewaktu Sonya membukakan pintu untuknya.
Aroma gadis itu membuat naluri kelelakiannya kian menyala, Zeron semakin haus akan dahaga dan merasa tak kuasa untuk melepaskan tubuh Sonya yang tadi malam begitu seksi dan sensual di matanya.
Membayangkan hal itu, seketika Zeron menarik rambutnya kuat-kuat. Dia marah, juga murka sampai berakhir membenturkan kepalanya di meja.
.
.
"Bo-dohnya ... apa yang kau lakukan pada gadis itu, Zeron?"
Beberapa kali Zeron melakukannya, bayangan Sonya menangis dan merintih tadi malam begitu nyata, hatinya teriris dan merasa sedikit iba.
Pria itu bahkan menyebut Sonya sebagai gadis itu, padahal yang dia lakukan sebenarnya sah saja, toh memang sudah menjadi istrinya.
Namun, yang menjadi masalah adalah cara Zeron mendapatkan kehormatan Sonya. Ya, dia memaksa dan itu sama halnya dengan merudapaksa gadis polos yang tampaknya tengah mengalami kesulitan dalam hidupnya.
"Kalau ibunya tahu kau memperlakukan anaknya seburuk itu bagaimana? Apa tidak makin parah sakitnya?" Zeron bermonolog, sisi bijaksana dan manusiawinya tengah marah pada dia yang be-jat tadi malam.
Cukup lama dia menyalahkan dirinya, tapi yang paling salah di sini tetap saja, Ziona.
"Iya, semua ini karena ulah Ziona ... pasti dia memasukkan sesuatu ke dalam minumanku dan berakhir membuatku kehilangan kendali seperti itu." Dengan napas memburu, Zeron yakin seratus persen bahwa semua adalah ulah adiknya itu.
Karena memang, sedari dulu Ziona adalah salah-satu yang juga heboh sendiri sampai hoax tentang dirinya menyukai laki-laki tersebar di lingkungan keluarga besar.
Dan, dari kejadian ini Zeron menarik kesimpulan bahwa pelaku utama memang dokter gadungan itu.
Braak!!
Zeron menggebrak meja dan bangkit berdiri dengan gerakan super kasar. Tujuannya jelas, sudah pasti menghampiri Ziona untuk menuntut penjelasan.
Setelahnya, dia tentu akan marah atau mungkin menghukum wanita itu tanpa peduli dengan kemarahan suaminya.
Dengan langkah panjang, Zeron bergegas keluar. Tubuhnya tegap, penuh wibawa dan tetap terlihat tenang meski kepalanya serasa akan meledak.
Dan, di tengah langkahnya itu dari arah berlawanan Sonya muncul dengan wajah yang tampak pucat sembari menekan perut bagian bawahnya.
Brugh
Tabrakan tak dapat dihindarkan, Sonya sampai mundur beberapa langkah dan masih tetap dengan posisinya menekan perut bagian bawah.
"Ma-maaf, Pak, saya nggak lihat." Wajah Sonya yang begitu pucat makin tertangkap jelas di mata Zeron.
"Kamu kenapa? Sakit?" Zeron bertanya dengan nada datar, tapi masih terkesan seperti perhatian seorang pemimpin pada orang-orang yang di bawahnya.
"Ehm, sakit, tapi masih bisa ditahan kok, Pak, tidak perlu khawatir." Setengah mengeluh Sonya menjawab, tapi dia meneruskan langkah meski tertatih.
Sementara itu, di sisi lain mata Zeron mengikuti langkah Sonya, dan dengan jelas dia menyaksikan cairan merah kental mengalir di paha, dekat lutut yang membuat Zeron sontak menganga.
"Sh-iit? Apa aku keterlaluan sampai dia pendarahan?"
.
.
- To Be Continued -