Mata Bara dan Alexa sama-sama melotot, merasa terkejut dan tak percaya akan sosok yang mereka lihat saat ini. Delia, orang yang mereka kira sedang tidak berada di rumah, ternyata muncul di hadapan mereka secara tiba-tiba.
Keduanya tak tau bagaimana harus bersikap dan apa yang akan dikatakan. Lidah seakan kelu, gugup menyelimuti hati mereka. Namun, mereka sadar bahwa harus menghadapi situasi yang terjadi sekarang. Tidak akan bisa lagi menyembunyikan segala sesuatu dari Delia, karena masalah ini harus cepat dipecahkan.
"Bara, Alexa, tolong jelaskan apa maksud ucapan kalian tadi. Walaupun Mama tidak mendengarnya dengan jelas, Mama tahu kalian berdua sedang menyembunyikan sesuatu. Apalagi sikap kalian berdua tadi malam sangat aneh," ujar Delia.
"Ma, Mama kenapa pulang lagi? Bukannya Mama ikut Papa keluar kota hari ini?" tanya Alexa, mencoba mengalihkan pembicaraan.
Baik Bara maupun Alexa, berusaha mencari cara untuk mengatasi situasi yang berat ini, sembari menimbang setiap kata yang akan mereka ucapkan. Hatinya berkecamuk, takut bahwa salah satu kata yang keluar akan membuat keadaan semakin sulit untuk diterima.
"Jangan membahas soal lain dulu, Alexa! Tidak penting apa alasannya, tapi Mama bersyukur dengan kembalinya Mama ke rumah, Mama jadi mendengar percakapan kalian. Sekarang Mama mau, kamu dan Bara jelaskan apa yang sebenarnya terjadi? Sangat jelas kalian berdua sedang menyembunyikan sesuatu dari Mama," ucap Delia, matanya menatap tajam bergantian antara Alexa dan Bara, menuntut kejelasan.
Bara menarik napas dalam-dalam. "Maaf, Kak Delia. Memang benar, sebenarnya ada masalah di antara aku dan Alexa. Dan aku siap mengungkapkannya," ungkap Bara dengan mengumpulkan segala keberanian yang ada.
Mendengar akan hal itu, Alexa yang berbisik, "Om, apa kamu yakin mau bilang sama Mama sekarang?"
Bara mengangguk tegas. "Iya, Alexa. Kita tidak bisa menyembunyikan hal ini terus-menerus."
Wajah Delia semakin bingung dengan sikap mereka berdua. Alexa dan Bara merasa cemas, tidak tahu bagaimana Delia akan bereaksi nanti.
"Cepat katakan, ada apa ini?" tanya Delia dengan suara meninggi.
Hati Alexa berdebar. "Ma, duduk dulu, ya? Aku dan Om Bara akan memberitahu semuanya," ucapnya gugup, namun mencoba menenangkan situasi.
Alexa merasa cemas, tapi ia tahu harus memberitahu ibunya tentang apa yang terjadi. Mereka duduk bersama di meja makan, dan Delia menatap keduanya dengan tajam.
Bara menghela napas panjang lalu berbicara, "Kak, aku benar-benar minta maaf. Aku sudah menodai Alexa, kami berdua melakukan hubungan terlarang. Tapi aku juga tidak sadar, maafkan aku."
Mendengar ucapan Bara, bak disambar petir di siang bolong bagi Delia. Tubuhnya bergetar seketika, seolah ada sesuatu yang merasuki tubuhnya hingga membuatnya lemah. Jantungnya seolah berhenti berdetak, namun ia berusaha menahan emosinya karena belum mendengar penjelasan lebih lanjut.
"Jelaskan kenapa ini bisa terjadi," pintanya dengan suara bergetar.
"Biar aku yang jelaskan," ucap Alexa, lalu menceritakan secara detail kejadian di pesta kemarin malam yang menyebabkan keduanya melakukan hubungan terlarang.
Delia menangis sejadi-jadinya, tak menyangka jika hal semacam itu akan terjadi pada anak semata wayang yang sangat ia sayangi dan dididik sebaik-baiknya.
"Maafkan aku, Ma. Aku nggak bermaksud menyakiti Mama," ujar Alexa dengan berat hati, ia berharap bisa mengambil waktu kembali untuk mencegah semuanya.
Delia merasa bingung dan putus asa, tak tahu apa yang harus ia lakukan. Semua sudah terjadi, nasi sudah menjadi bubur dan tak mungkin bisa kembali lagi menjadi nasi. Ia merasa kecewa dengan dirinya sendiri dan keadaan yang dihadapinya saat ini, namun di saat yang bersamaan, Delia menyadari bahwa ini bukanlah kesalahan Bara dan Alexa sepenuhnya.
"Ma, aku yang salah. Om Bara dijebak, jelas-jelas dia tidak sadar, tapi aku yang bodoh nggak bisa melawan," ucap Alexa, sambil mencoba menenangkan ibunya.
Delia semakin larut dalam perasaannya, pikiran-pikiran tentang masa depan putrinya menghantui.
"Aku mohon, maafkan aku, Ma," ucap Alexa lirih, seakan bisa merasakan betapa hancurnya hati Delia.
Bara pun ikut angkat bicara, "Aku yang salah. Aku yang terlalu bodoh dan lemah. Tapi aku tahu, tidak ada yang bisa aku lakukan untuk mengembalikan keadaan seperti semula." Bara dengan sangat serius menambahkan, "Aku minta maaf karena sudah menghancurkan masa depan Alexa, tapi aku akan bertanggung jawab dengan menikahi Alexa. Aku janji, Kak, aku akan berusaha sekuat tenaga untuk membuat segalanya menjadi baik lagi."
Walaupun Bara dan Alexa sudah meminta maaf dan menjelaskan semuanya, namun Delia tetap saja merasa sangat hancur. Ia tak mampu untuk mengucap kata-kata dan segera bangkit dari tempat duduknya, hendak pergi meninggalkan anak dan adik angkatnya itu.
Tetapi, Bara langsung mengejar dan bersujud di kaki Delia, memohon ampunan, "Kak, aku benar-benar minta maaf. Izinkan aku untuk menebus kesalahanku dengan bertanggung jawab, aku bersumpah akan menjaga dan mencintai Alexa sepenuh hatiku."
Saat itu, dalam hati Delia bergejolak perasaan bercampur, antara marah, kecewa dan juga harapan. Apakah keputusan Bara kali ini benar? Dan mampukah ia melupakan dan menerima segala kenyataan ini?
Alexa yang menyaksikan semua itu, tak sanggup menahan air matanya yang tampak bercucuran dan matanya memerah.
"Bangun kamu, Bara! Bangun!" teriak Delia.
Bara pun berdiri, namun wajahnya menunduk.
Plak! Tiba-tiba, Delia menampar Bara.
"Mama, stop! Jangan pukul Om Bara!" pekik Alexa, lalu mendekati Bara. "Aku tahu Om Bara salah, tapi apakah semua ini harus diselesaikan dengan kekerasan?"
"Diam, kamu, Alexa!" Bentak Delia, kemarahannya semakin memuncak.
"Tampar aku lagi, Kak. Aku rela menerima tamparan ini, kalau itu bisa menebus semua kesalahanku," ucap Bara dengan lirih, merasakan rasa bersalah yang sangat besar di dalam hatinya.
"Ma, tolong jangan pukul Om Bara lagi. Kalau Mama mau marah, marah saja sama aku! Tampar aku saja, Ma. Aku juga salah," pinta Alexa dengan penuh harap.
Plak!
Karena emosi sudah memuncak atau karena merasa kehilangan kendali, dengan spontan Delia menampar wajah Alexa untuk pertama kalinya, membuat keadaan menjadi semakin menegangkan.
Di dalam hatinya, Alexa merasa sakit bukan hanya karena tamparan itu, tapi juga karena tak mampu melawan situasi ini. Dia tahu emosi mereka semua sudah sangat memanas dan sulit untuk diredakan.
Sementara itu, Delia merasa penyesalan datang setelah menampar Alexa. Dengan tangan yang bergetar, dia segera pergi meninggalkan Alexa dan Bara, ingin menghindari amuk emosi yang mungkin semakin memuncak jika dia tetap di situ.
"Mama!" panggil Alexa dengan lemah, berharap ibunya berbalik untuk mendengarnya.
Namun, Delia tetap berjalan tanpa menoleh, meninggalkan dua hati yang sedang berkecamuk.
"Alexa, apa kamu baik-baik saja?" tanya Bara dengan cemas, langsung memeluk Alexa erat.
Alexa tampak menangis tersedu-sedu dalam pelukan Bara, rasa bersalah begitu menggelayutinya. "Maafkan aku, Om. Ini semua salahku," ucapnya terisak.
"Tidak, Alexa. Aku yang salah dan aku sudah bertekad akan bertanggung jawab. Nanti aku juga akan bicara sama Papa kamu," ucap Bara dengan sangat serius, menenangkan Alexa yang masih terisak.
***
Sementara itu, Alexander yang sudah menyelesaikan pekerjaannya di luar kota kini sudah kembali ke kediamannya. Ia merasa sangat terkejut setelah mendengar kabar dari istrinya tentang apa yang terjadi dengan Alexa dan Bara. Kini mereka berempat pun tampak berbicara serius di depan ruang keluarga.
Plak!
"Bukankah sudah kubilang, jangan sampai mengecewakanku?" teriak Alexander dengan amarah.
Bara mencoba menjelaskan dan memohon pengertian dari Alexander. Namun setelah tadi siang ia ditampar oleh Delia, juga ditampar keras bahkan dua kali oleh Alexander yang melampiaskan rasa kemarahannya. Alexander merasa terluka dan dikhianati oleh Bara, seseorang yang ia percayai begitu dalam.
"Kamu benar-benar keterlaluan, Bara! Aku sudah menganggapmu sebagai adikku sendiri, keluargaku. Tapi, apa? Kamu malah menghancurkan masa depan anakku!" bentak Alexander dengan tatapan penuh murka.
"Bang, aku tahu aku salah. Aku minta maaf. Tapi aku benar-benar tidak sadar dan aku akan bertanggung jawab atas semuanya," jawab Bara dengan nada menyesal.
"Memang kamu harus tanggung jawab, Bara! Tapi, kamu dan Alexa tidak boleh tinggal di sini lagi. Ini sangat memalukan!" tegas Alexander.
"Papa ... Apa Papa serius mengusir aku dan Om Bara?" tanya Alexa, suaranya gemetar karena terkejut.
"Iya. Itu adalah hukuman untuk kalian berdua karena sudah membuat kesalahan fatal," ucap Alexander tanpa ampun.
Delia, meskipun ia merasa marah dan kecewa. Namun, di dalam hatinya, ia masih punya kelembutan. "Papa, biarkan Alexa dan Bara tetap tinggal bersama kita, ya. Kita sudah mendengar penjelasan mereka. Mereka tidak sepenuhnya salah."
Meskipun situasi penuh dengan kemarahan, ada secercah harapan dalam nada Delia yang mencoba meredakan kemarahan yang melanda rumah mereka.
Delia melanjutkan ucapannya, "Semua sudah terlanjur terjadi, Pa. Lagi pula, Bara bersedia bertanggung jawab dan dia juga sudah mengenal Alexa sejak lama. Kita tahu jika Bara bisa melindungi Alexa, apa salahnya kita merestui mereka, Pa?" Delia berusaha merubah pikiran suaminya.
Di tengah kegentingan itu, Alexa merasa lega mendengar dukungan Delia. Ia yakin bahwa ibunya sangat mencintai dan menyayanginya.
Namun, tiba-tiba Alexander mengutarakan pendapatnya, "Papa akan menikahkan mereka berdua, tapi tidak sepeserpun menggunakan uang kita. Dan mereka harus tetap pergi dari sini setelah menikah, tidak membawa apapun yang Papa berikan untuk mereka."
Dengan tegas, Bara menjawab, "Baik, jika memang itu keputusan Bang Alex. Setelah aku menikahi Alexa, aku akan keluar dari sini bersama Alexa dan tidak akan membawa fasilitas apapun yang sudah Bang Alex berikan untukku."
Mendengar pernyataan Bara, Alexa menggelengkan kepalanya seakan tak percaya. Dia tak mampu membayangkan bagaimana kehidupannya nanti bersama Bara, jauh dari keluarga yang sangat dia cintai.
"Apakah ini yang terbaik? Haruskah aku menerima semua ini demi masa depan kami bersama?" batin Alexa, cemas dan bingung menghadapi pilihan yang dihadapinya.
Bersambung …