Bab 2 Pelacakan

1339 Words
    Aku turun dari mobil dan mencoba untuk menemukan petunjuk di dalamnya.   Di bawah kursi penumpang depan, aku melihat sobekan plastik, hanya sepotong kecil, tetapi aku bisa mengenalinya dengan cepat. Itu sebuah sobekan dari kemasan pembungkus kondom.   Lin Yan dan aku tidak pernah bercinta di dalam mobil. Bagaimana mungkin ada sobekan kemasan pembungkus kondom di mobilnya?   Aku hampir yakin bahwa Lin Yan telah berselingkuh.   Aku mengepalkan tinjuku dengan marah. Tidak heran dia selalu mencari alasan untuk bertengkar denganku dan berperang dingin denganku begitu lama. Ternyata ada pria lain.   Aku melihat bahwa kamera perekam di dasbor mobil telah dilepas, dan hanya kabelnya yang tertinggal. Tak tahu ke mana kamera perekam itu dibuangnya.   Aku duduk di kursi penumpang depan dengan kemarahan yang meluap-luap, dan meninju dasbor dengan tanganku yang terkepal.   Tanganku sakit, tetapi hatiku lebih sakit.   Aku bersandar di kursi penumpang depan. Lebar kursi ini memang pas untuk melakukan seks. Aku  mencondongkan tubuhku ke depan dan napasku terhembus ke kaca. Segera, muncul kabut di kaca depan, dan aku melihat ada jejak kaki wanita di situ. Aku bisa membayangkan betapa bergairahnya mereka saat itu.   Aku menahan kemarahanku dan masuk kembali ke rumah.   Lin Yan masih tertidur lelap, dan tasnya tergeletak di sofa ruang tamu. Aku berjalan mendekat dan membuka tasnya dengan hati-hati. Ketika aku hendak melihat isinya, aku mendengar suara Lin Yan dari kamar tidur, "Sayang, apa kau melihat pakaian dalamku? Kok aku tidak bisa menemukannya, ya? Kau sih, terlalu kasar tadi malam.”   Aku melihat celana dalam renda yang seksi di sofa, tetapi aku malah merasa mual. Lin Yan tidak pernah mengenakan celana dalam dengan pinggir berenda seperti itu sebelumnya, dengan bagian depan transparan, yang jelas khusus dibeli untuk menyenangkan pria lain.   "Ada di sofa." Aku mencoba menahan kemarahan dan membuat diriku terlihat normal.   Lin Yan berjalan keluar dari kamar, mengenakan pakaian dalamnya, dan pergi ke kamar mandi untuk mandi.   Aku segera membuka tasnya dan melihat ada dua kondom di dalam. Aku membandingkan potongan plastik yang kutemukan di mobil dengan kondom itu. Dan seperti dugaanku, keduanya memang sama.   Di dalam tas Lin Yan juga ada sebuah kotak yang begitu indah. Aku membukanya dan melihat isinya, sebuah kalung berlian, setidaknya lima karat, yang sangat berkilau.   Seketika hatiku tenggelam ke dasar. Mungkin ini pemberian dari pria itu kepada Lin Yan, dan juga sebagai hadiah untuk ‘kerja kerasnya’!   Memikirkan Lin Yan berbaring di samping pria lain dan meliukkan tubuhnya dengan genit, kemarahanku pun muncul.   Aku tidak bisa menahannya lagi. Aku bergegas ke kamar mandi, melemparkan kondom dan  kalung berlian itu ke wajah Lin Yan, dan meraung marah, "Lin Yan, apa yang sudah kau perbuat?!”   Semuanya begitu tiba-tiba dan membuat Lin Yan terkejut.   "Kenapa kau marah pagi-pagi begini?!" balas Lin Yan dengan emosi.   "Ada sobekan kemasan kondom di dalam mobilmu yang persis sama dengan yang ada di dalam tasmu. Terus, bagaimana kau akan menjelaskan soal kalung berlian ini?!" bentakku dengan sangat marah.   Lin Yan sempat kebingungan, tetapi segera kembali tenang.   "Karena klien kami memproduksi kondom, dan saat ini kami sedang membuat iklan kondom. Semua orang di perusahaan kami mendapatkannya. Jika tidak percaya, kau bisa tanya.    “Sedangkan sobekan kemasan kondom ini, tampaknya fotografer kantor tidak sengaja meninggalkannya waktu dia membuka bungkusnya. Hari itu hujan dan dia menggunakan kondom untuk melindungi lensa kameranya."    Lin Yan bereaksi sangat cepat sambil memegang kalung berlian itu, "Dan ini, kami juga meminjamnya dari perusahaan perhiasan saat kami membuat iklan. Kalau kau masih tidak percaya, kau bisa tanya langsung ke kantorku.”   Mendengar penjelasan Lin Yan, aku segera menyadari bahwa aku terlalu impulsif. Aku tidak pernah menang jika bertengkar dengan Lin Yan. Dia itu pandai berbicara dan cepat bereaksi. Hanya dalam beberapa detik, dia bisa menjelaskan semua ini.   Aku tahu betul di hatiku bahwa itu semua hanyalah alasan. Perselingkuhan Lin Yan adalah fakta yang sangat kuat, tetapi aku tidak tahu bagaimana melanjutkan pertanyaan.   "Jiang Peng, apa kau tahu masalah terbesar di antara kita? Rasa saling tidak percaya. Kau selalu curigaan. Bahkan teman-temanku bilang aku menikah dengan suami yang egois dan pelit. Kau sudah terlalu sering mengecewakanku." Lin Yan segera membalas, “Apa kau lupa? Terakhir kali kita bertengkar itu karena kau curiga padaku. Aku baru saja berdamai denganmu, apa kau mau mengungkit masalah lama lagi?”   Lin Yan tampak begitu marah, "Jika kau pikir kau bisa menerima ini, kita akan menjalaninya. Jika tidak, kita bercerai saja.”   Lin Yan benar-benar mengacaukan posisiku.   Aku tahu akan sia-sia saja melanjutkan pertanyaan ini, Lin Yan hanya akan balas menyerangku.   Setelah menikah begitu lama, aku menyadari bahwa aku sama sekali tidak mengenal Lin Yan.   Jika aku terus lanjut menanyakan tentang noda putih susu pada kursi penumpang, dia mungkin hanya akan sekadar membuat alasan. Mungkin dia akan mengatakan itu noda es krim yang terjatuh di kursi, atau mungkin sesuatu yang lain.   Sedangkan soal jejak kaki wanita di kaca depan, dia mungkin akan bilang bahwa teman wanitanya meminjam mobilnya. Atau dia akan mengatakan alasan apa pun yang masuk akal yang tidak terpikirkan olehku sama sekali.   Lin Yan selalu dapat membuat penjelasan yang tampaknya masuk akal dalam waktu sesingkat mungkin.   Jika aku tidak menunjukkan bukti kuat tentang perselingkuhannya tepat di depan matanya, dia tidak akan mengakuinya.   Aku seketika tenang, sadar bahwa aku telah membuat kesalahan besar. Aku terlalu meremehkan kemampuan Lin Yan untuk berdalih.   Hidup itu seperti drama, semuanya tergantung pada keterampilan akting kita. Dia bisa berpura-pura, aku juga bisa. Hanya dengan membuatnya tenang dahulu, aku bisa menemukan kebenarannya lebih cepat.   “Maaf Sayang, itu semua salahku. Aku terlalu peduli padamu sampai jadi rewel seperti ini. Jangan marah, ya?”   Ketika Lin Yan mendengar ucapanku, dia mungkin berpikir bahwa aku percaya apa yang dia katakan. Dia tersenyum enggan dan berkata, "Ini tidak boleh terjadi lagi. Yang terpenting di antara suami dan istri itu kepercayaan. Kita harus lebih saling percaya dan menghindari kesalahpahaman.”   "Sayang, aku janji, aku tidak akan pernah curiga tanpa alasan lagi. Sarapan sudah siap, makanlah!" kataku dengan senyum yang dipaksakan.   "Aku tidak mau makan, perutku kembung. Aku juga lupa memberitahumu, ada urusan sementara dari kantorku dan aku akan pergi untuk perjalanan bisnis selama seminggu,” sahut Lin Yan sambil mengenakan rok seksi membungkus pinggulnya.   Lin Yan memulaskan riasan yang cantik dan berpakaian sangat seksi. Rambut panjang yang tergerai, selendang, dan jaket berpotongan rendah tanpa mengenakan bra. Dia hanya mengenakan stiker payudara dan sengaja memadatkan payudaranya sehingga belahan dadanya semakin dalam serta terlihat sangat memikat. Mengenakan stoking hitam bersama sepatu hak stiletto, dia tidak seperti hendak melakukan perjalanan bisnis, tetapi seperti hendak pergi kencan.   Awalnya, hatiku penuh rasa bersalah karena perselingkuhanku dengan Xu Ya, tetapi ketika aku tahu tentang perselingkuhan Lin Yan, hanya kemarahan yang tersisa di hatiku.   Koper Lin Yan telah dikemas sejak lama, dan sepertinya dia sudah siap.   Aku menatap Lin Yan sambil tersenyum kaku, tetapi hatiku berdarah. Mengetahui bahwa istriku akan berkencan dengan pria lain, aku harus berpura-pura tersenyum di sini.   Lin Yan juga sangat pandai berpura-pura enggan meninggalkanku. Dia berjalan mendekat dan menciumku, "Tunggu aku di rumah dengan patuh ya, aku akan segera pulang.”   Lin Yan pun pergi, dan aku diam-diam melaju mengikutinya dari belakang.   Bukannya menuju ke bandara, wanita jalang ini malah melaju ke arah lain.   Benar saja, dia pergi untuk berselingkuh dengan dalih perjalanan bisnis.   Aku gemetar karena marah, dan hatiku seperti terkoyak. Aku bahkan tidak punya waktu untuk bersedih dan terus membuntuti mobil Lin Yan dari kejauhan.   Kurang dari setengah jam berkendara, aku melihat mobil Lin Yan berhenti di pintu masuk sebuah hotel.   Di pintu hotel itu, ada seorang pria berdiri. Lin Yan keluar dari mobil, melenggokkan pinggangnya yang seksi, dan berjalan menuju pria itu.   Ketika melihat Lin Yan, pria itu langsung memeluknya, meletakkan tangannya yang besar di pantatnya, dan membelai dengan lancang. Bukannya marah, Lin Yan malah melayani pria itu dan mengambil inisiatif untuk menciumnya di pintu hotel. Pria itu memasukkan tangannya ke dalam pakaian Lin Yan dan meremas payudaranya dengan penuh gairah.    Mereka tampak sangat tidak sabar. Rupanya wanita jalang itu sengaja tidak memakai bra agar memudahkan pria itu untuk menyentuh payudaranya.   Kemarahan membara di dadaku, mataku memerah, dan hatiku seperti ingin membunuh. Aku keluar dari mobil dan bergegas menghampiri sambil meraung, "Pasangan jalang!”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD