Bab 3 Penghinaan

1126 Words
Lin Yan dan pria itu terkejut ketika melihatku tiba-tiba muncul di sini, terutama Lin Yan. Saat dia melihatku, wajahnya memucat, matanya membelalak ketakutan, dan kakinya bergerak mundur beberapa langkah.   "Suamiku, kenapa kau ada di sini?" tanya Lin Yan dengan panik.   "Jika aku tidak membuntuti, aku tidak akan bisa melihat hal memalukan yang sudah kau lakukan!" Suaraku gemetar karena marah.   "Sayang, dengarkan penjelasanku. Ini tidak seperti yang kau pikir," jawabnya, yang masih mencoba berdalih.   Bahkan sekarang pun dia masih ingin mempermainkanku seakan-akan aku orang bodoh?   Jika aku tidak melihatnya dengan mata kepalaku sendiri, aku tak akan pernah bermimpi bahwa Lin Yan akan begitu tak tahu malu dan murahan.   Di siang bolong, di depan pintu hotel yang terbuka lebar, mereka tidak sabar untuk berciuman. Dia bahkan membiarkan pria itu menyentuh payudaranya tanpa rasa malu.   "Apa lagi yang harus dijelaskan, pasangan jalang sialan!" teriakku menggila.   Aku meraung dan bergegas maju, menghantamkan tinjuku ke wajah pria itu dengan keras, dan langsung melihat darah keluar.   Lin Yan buru-buru mengulurkan tangannya dan meraihku, "Jiang Peng, jangan impulsif.”   "Lepaskan!" Mataku merah, hatiku seperti ingin membunuh. Lin Yan bahkan masih melindungi pezina itu sekarang.   Aku berusaha menyingkirkan Lin Yan dengan sekuat tenaga.   "Jiang Peng, dengarkan aku, semua ini tidak seperti yang kau pikirkan," kata Lin Yan sambil memelukku dari belakang.   "Persetan!" Kemarahan begitu memenuhi hatiku. Aku melepaskan pelukan Lin Yan dengan paksa, dan mendorongnya hingga jatuh ke belakang.   Pria itu menyeka darah dari sudut mulutnya dan meninju wajahku hingga hidungku berdarah. Aku tidak peduli lagi dengan rasa sakitnya dan bergegas melemparkan tinju balasan pada pria itu.    Penjaga keamanan hotel lekas keluar dan mencengkeramku dengan erat.   "Lepaskan aku!" Aku berteriak dan memberontak. Penjaga keamanan menekanku ke dinding dengan kuat hingga aku tidak bisa bergerak.   Pria itu kemudian mengangkat Lin Yan dari lantai. Melihat bahwa dia terluka dan kesakitan, Lin Yan mengeluarkan tisu untuk menyeka darah dari wajahnya.   Aku hampir gila dibuatnya. Yang suaminya adalah aku, tetapi wanita jalang itu malah lebih mengkhawatirkan pria itu.   Pria itu menatapku sambil mencibir dan berkata, "Kau pasti suami Lin Yan yang tidak berguna itu, kan? Kebetulan sekali, jika kau tidak datang kepadaku, aku yang akan mencarimu.”   Dia berbicara di depan mukaku sembari dengan sengaja memeluk Lin Yan untuk pamer.   "Persetan denganmu!”   Aku berteriak, terus bergulat untuk melepaskan diri. Penjaga keamanan itu memukulkan tongkat karet di tangannya ke punggungku dengan begitu keras hingga aku kesakitan dan hampir pingsan.   Melihat keadaanku yang menyedihkan, pria itu tersenyum menghina seraya berkata, "Jiang Peng, untuk apa kau melawanku? Aku cukup menjentikkan jariku untuk membunuhmu seperti menghancurkan semut sampai mati. Kau lihat hotel di belakangku ini? Aku pemiliknya! Dan kau, kau punya apa? Hanya pegawai kecil dengan gaji pas-pasan, kau sama sekali tidak pantas untuk Lin Yan. Sayang, sebaiknya kau akhiri saja hubunganmu dengannya hari ini juga, supaya kita tidak perlu sembunyi-sembunyi lagi nanti.”   Aku menatapnya dengan penuh benci.   Ketika Lin Yan melihat bahwa pria itu berhasil mengendalikan situasi, ketakutan di wajahnya pun hilang.   Saat aku dipukuli oleh penjaga keamanan tadi, Lin Yan hanya menyaksikannya dengan acuh tak acuh, tanpa reaksi. Sekejap hatiku terasa sangat dingin.   Lin Yan menatapku seraya bersandar pada pria itu tanpa sungkan, "Jiang Peng, mari kita bercerai. Gajimu tidak cukup untuk membeli kosmetikku. Salahkan dirimu sendiri karena hidupmu tidak ada kemajuan.”   "Dengar itu! Istrimu menyuruhmu pergi!" Pria itu berkata dengan penuh kemenangan dan bahkan mencium Lin Yan di depanku.   Ada semakin banyak orang yang datang menonton kegaduhan ini. Mereka menatapku, menuding, dan menertawakan aku. Mereka seolah-olah berkata, pria ini benar-benar tidak berguna, sampai-sampai istrinya saja berselingkuh. Ini merupakan sebuah aib bagi seorang pria.    Rasa terhina yang belum pernah aku rasakan sebelumnya muncul dari dalam hatiku. Istriku dan selingkuhannya mempermalukan aku di depan semua orang, aku benar-benar sudah kehilangan muka.   Aku merasa duniaku berputar untuk beberapa saat, perasaan tak enak muncul di tenggorokanku, dan aku berteriak dengan panik, berusaha melepaskan diriku dari para penjaga keamanan.   Aku mengambil pisau buah yang ada dalam saku, dengan murka aku bergegas menuju pasangan jalang itu. Hanya ada satu hal dalam pikiranku, yaitu mati bersama pasangan laknat itu.   Segera, setelah aku berlari beberapa langkah, aku merasa sebuah tongkat karet dipukulkan dengan keras di kepalaku. Pandanganku menjadi gelap dan aku jatuh ke lantai, diikuti oleh beberapa pukulan serta tendangan lainnya.   Aku terbaring di lantai, dengan rasa sakit yang tajam seperti api. Aku hanya bisa melihat pria itu memeluk pinggang Lin Yan dengan bangga dan masuk ke dalam sebuah mobil mewah.   Aku tak tahu kapan hujan mulai turun, dan petugas keamanan pun berangsur pergi meninggalkanku.   Aku menangis, berteriak, dan memukul tanah sekuat tenagaku. Pandanganku mengabur, aku tidak tahu lagi apakah itu hujan atau air mata.   Para pejalan kaki yang lewat dengan tergesa-gesa menatapku yang terkulai seperti orang bodoh.   Aku berusaha untuk bangkit di tengah hujan yang semakin lebat dan deras. Pasangan jalang itu sudah lama pergi.   Suara petir menggema di langit, seolah-olah itu adalah tuduhan lancang mereka.   Aku berdiri di tengah badai dan meraung histeris.   Ah … jiwa dan tubuhku terasa hampa.   Aku berjalan seperti orang mati tanpa jiwa.   Hujan deras menerpa tubuhku. Aku hancur bagaikan sampan kecil di lautan ombak yang bergolak.   Istri yang pernah sangat aku cintai, bersama kekasih selingkuhannya, telah sangat mempermalukanku di depan semua orang. Harga diriku sudah habis seluruhnya.   Aku menangis, mengutuk keadaan sembari memegang payung di tengah jalan, dan para pejalan kaki yang lewat menatapku seakan aku orang bodoh.   Pada saat ini, aku seperti badut jelek yang dijadikan tontonan.   Palsu, semuanya palsu.   Lin Yan terus berkata bahwa dia cinta padaku, tetapi dia berselingkuh di belakangku dan bersenang-senang dengan pria lain. Janji untuk bersama selamanya dan cinta yang abadi hanyalah sebuah kebohongan.   Lin Yan bilang bahwa dia mencintaiku, tetapi dia menunggingkan pinggulnya seperti wanita jalang dan membiarkan pria lain menidurinya.   Persetan dengan cinta!   Lin Yan yang kejam, si jalang yang tidak berperasaan!   Pandanganku tiba-tiba menjadi gelap dan aku jatuh ke tanah, kesadaranku perlahan hilang. Sebelum tidak sadarkan diri, aku mengeluarkan ponsel dan menghubungi Xu Ya dengan sisa kesadaran terakhirku.   Entah sudah berapa lama berlalu, perlahan mataku terbuka.   Yang pertama menyapa mataku adalah wajah cantik dan cemas yang sangat kukenal, "Jiang Peng, akhirnya kau bangun. Kau membuatku takut setengah mati.”   Aku baru menyadari bahwa aku berada di rumah sakit.   Orang yang menatapku dengan cemas tentu saja bukan Lin Yan. Wanita jalang itu sudah pergi dengan kekasih gelapnya.   Perlahan aku mengulurkan tanganku dan membelai lembut wajah cantik itu.   Wajah Xu Ya.   Kukira hubunganku dengan Xu Ya hanya cinta sesaat saja. Ketika dia benar-benar kecewa dengan pernikahan dan suaminya, aku ada sebagai pemuas hasratnya. Aku tidak menyangka bahwa di saat aku sangat tertekan dan terhina, dia benar-benar ada di sisiku dan menjagaku.   Hatiku yang dingin seketika menjadi hangat.   Xu Ya meraih tanganku. Dengan matanya yang menawan penuh kekhawatiran, dia menatapku dan bertanya, "Jiang Peng, ada apa denganmu? Apa yang terjadi?”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD