Hari Pertama

1028 Words
Hari senin pukul 07.00 Pagi Ini adalah hari pertamaku masuk kerja. Perasaanku pagi ini campur aduk. Ada perasaan senang, grogi dan takut. Apalagi ini bukan tempat kerja biasa, ini perusahaan Michael. Itu artinya aku akan bertemu dengan dia setiap hari. Walaupun aku ragu apa aku bisa menjaga hubunganku dan Michael tetap professional tapi aku tetap berusaha untuk tidak membuat masalah apapun kali ini. Aku memutuskan untuk memakai blouse formal berwarna merah dan rok hitam selutut untuk hari pertamaku dikantor. Setelah selesai bersiap – siap, aku sarapan roti sandwich buatan ibuku dan langsung pergi kekantor. Aku pergi kekantor menaiki bus seperti aku dulu ke kampus. Sesampainya dikantor, aku langsung menuju lantai letak kantor Michael berada. Lalu dengan gugupnya aku berjalan melewati puluhan pasang mata yang memandangku. Para pegawainya Michael tampak tidak ramah. Atau memang mereka ingat kejadianku dan Chris waktu itu, ah entahlah. Setibanya didepan ruangan Michael, aku melihat dia yang sedang duduk memakai kacamata melalui jendela kecil pada pintu ruangannya. Tok..tokk “Permisi.” “Michelle, silahkan duduk.” Kata Michael. “Baik Pak.” “Jadi, kamu siap untuk bekerja hari ini?” Tanya Michael. “Siap Pak.” Jawabku. “Oke baik. Meja kamu pas didepan ruangan saya. Dan nanti dokumen – dokumennya saya kirim lewat email.” “Baik baik. Akan saya kerjakan dengan maksimal.” “Aku suka deh kalau kita bicara formal kayak sekarang.” Michael berdiri dan memegang bahuku. Aku hanya tersenyum mendengar perkataannya dan kemudian pergi meninggalkan ruangannya. Selama beberapa jam, pekerjaan yang diberikan Michael padaku tidak terlalu berat dan tidak terlalu banyak. Aku sangat beruntung bisa dapat bos seperti Michael. Aku yakin jika ada teman kantor yang ingin menjatuhkanku pasti akan sulit sekali, karena Michael akan melindungiku dari apapun. Aku masih takut dan belum mempunyai keberanian untuk memberitahu Chris tempat aku bekerja yang sebenarnya. Kemarin aku hanya bilang bahwa aku akan bekerja menjadi sekretaris disuatu perusahaan. Lebih baik aku menunggu waktu yang tepat untuk memberitahunya. Lagipula, aku tidak mempunyai kewajiban untuk selalu memberitahu apa yang terjadi dalam hidupku. Dia bukan pacarku. Kami tidak mempunyai hubungan apa – apa sekarang. Hingga waktu makan siang pun tiba, aku pergi ke café sendirian dan tidak mau mengganggu Michael. Lalu saat hendak memasuki lift, Michael memegang lenganku. “Mau kemana?” Tanya Michael. “Makan siang.” Jawabku. “Kok sendirian?” “Jadi sama siapa lagi pak.” “Ya sama saya dong. Kamu kan sekretaris saya. Jadi harus selalu ikut saya.” Jelas Michael. “Ohh, baik pak.” Aku mengikuti Michael yang hendak pergi entah kemana. Kami menggunakan mobil kantor buat pergi dengan supir yang menyetir. Sekarang Michael duduk disampingku. Ia sibuk sendiri dengan hpnya sampai tidak menoleh kepadaku. Telfon dari Chris memecahkan keheningan. “Saya izin angkat telfon ya pak.” “Kalau lagi istirahat makan siang atau diluar jam kantor, jangan panggil saya pak.” Kata Michael. “Oke.” Jawabku. Kemudian aku menjawab telfon dari Chris. “Halo Chris.” “Michelle, ayo kita makan siang bareng.” Ajak Chris “Ah, maaf Chris aku makan siang sama bos aku.” Tolakku. “Oh, gitu. Oke deh, bye.” “Bye.” “Itu Chris?” Tanya Michael penasaran. “Iya.” “Kamu mau makan apa Michelle?” “Terserah kamu aja. Aku ngikut.” Tiba – tiba mobil oleng kekanan. Untung saja Michael menangkapku sangat cepat. Michael menatapku sangat dalam. Aku berusaha menahan diri agar tidak terjadi sesuatu yang melebihi batas professional. Namun Michael langsung mencium bibirku dengan penuh gairah. Kali ini aku tidak menolak, aku melumat bibirnya dan memasukkan lidahku kedalam mulutnya. “Aku udah nahan diri buat gak nyiumin kamu seharian ini Michelle.” Kata Michael. Michael melanjutkan aktivitasnya. Kami tidak memperdulikan supir yang melihat kami, yang kami rasakan sekarang membuat kami lupa akan semua hal. Michael melepaskan kancing blouse yang aku kenakan sehingga d**a besarku terlihat dari bra tembus pandang yang aku pakai. “Wow.” Ucap Michael penuh kekaguman. “Tunggu, supir kamu ngeliatin nanti.” Kataku. “Aku gak peduli.” Michael mencium bibirku secara tiba - tiba. Lalu Ia langsung mendudukkanku di meja dan menciumku kembali. Karena kerusuhan kami, sebuah pajangan yang terletak di meja jadi berantakan, lalu Michael membuang pajangan itu ke sembarang tempat dan tidak memperdulikan kondisi pajangan tersebut. “Michael.” aku memegang lengan Michael. Namanya yang keluar dari mulutku membuat Michael semakin semangat. Ia makin erat memelukku. Aku semakin nyaman dengan pelukkan yang ia berikan kepadaku. Tapi kenyamanan yang ia berikan tidak senyaman yang diberikan oleh Chris. Kemudian aku duduk dipangkuannya. Mencium bibirnya dan memberikan tanda merah dilehernya. Aku sangat suka dengan aroma parfum Michael. Mungkin ini salah satu alasan kenapa aku nyaman berada di dekatnya. Michael tampaknya pintar memilih aroma parfum yang bisa menaklukkan wanita. "Michael, aku mau tanya sesuatu." Kataku "Apa itu ? Tanya aja." "Kenapa kamu memilih aku untuk jadi sekretaris kamu ?" Tanyaku. "Karena aku mau deket sama kamu setiap hari dan aku mau bantuin kamu untuk cari pekerjaan." Jawab Michael. "Apa Kiara pernah kamu bantuin kayak gini ?" Aku tau pertanyaanku sangat bodoh, tetapi aku sangat penasaran. "Dalam hal karir sih gak pernah. Tapi aku bantuin dia banyak banget." "Mulai dari beliin dia rumah, mencukupi semua kebutuhan dia sampai urusan keluarganya juga aku bantu." Lanjut Michael. "Wah, beruntung banget Kiara punya kamu dulu." Kataku. "Iya, tapi dia menghianati semuanya." Michael tersenyum pahit. Terlihat mata Michael yang berair. Aku tau ia masih sakit hati dan belum bisa melupakan masa lalunya. Aku memeluknya untuk menghibur dan agar ia tidak sedih lagi. Aku jadi merasa bersalah, karena pertanyaanku ia jadi sedih. “Kita makan di restoran favorit aku aja ya.” Kata Michael membuyarkan lamunanku. “Boleh.” Sesampainya di restoran, kami langsung duduk di meja yang sudah direservasi. Lalu aku dan Michael memesan makanan lobster tortellini dan oyster. Makanan yang sangat mewah dan mahal. Aku jadi penasaran, apakah sekretaris sebelumnya juga makan makanan mewah seperti aku sekarang atau tidak. “Sekretaris kamu yang sebelumnya makan makanan mewah kayak gini juga gak?” Tanyaku. “Hmm. Kadang – kadang.” Jawab Michael. “Tapi kalau kamu, bakalan tiap hari makan ginian.” Lanjutnya. “Loh kenapa?” “Karena kamu orang yang spesial.”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD