Overprotective

1869 Words
Aku berjalan menuju perpustakaan. Hari ini aku tidak ditemani oleh kedua temanku karena mereka tidak berada dikampus hari ini. Udara hari ini cukup sejuk dan menenangkanku. Di perpustakaan juga tidak banyak orang sehingga keadaan sangat damai. Aku memilih beberapa buku untuk aku baca dan pinjam. Tetapi buku yang ingin aku ambil sangat tinggi dan aku tidak bisa menggapainya. Aku mencoba manjat namun aku kehilangan keseimbangan dan hendak terjatuh. Beruntungnya seseorang segera menangkapku dari belakang. Ketika aku melihat wajah orang tersebut, aku terdiam. Dia adalah Michael. “Lain kali hati – hati.” Kata Michael seraya membantu aku menyeimbangkan tubuhku. “Makasih udah nolongin aku. Aku gak tau gimana jadinya kalau gak ada kamu.” “Sama – sama.” Kemudian Michael mengambil buku yang ingin aku pinjam. “Ini.” “Thanks.” Aku mengangguk. Kami berdua kemudian duduk disalah satu sofa diperpustakaan lantai dua. Disini suasananya agak sunyi ketimbang di lantai satu. Hanya ada 4 orang termasuk aku dan Michael disini. “Kamu ngapain di perpustakaan ?” Tanyaku. “Aku kebetulan lagi nyari buku juga sih.” “Kamu nyari buku apa ?” Tambah Michael. “Ini. Aku perlu untuk ujian skripsi. ” Jawabku seraya menunjukkan buku – buku yang aku pegang. “Oh ya ? kapan kamu ujiannya ?” Michael tampak antusias dan membuka salah satu buku tersebut. “2 minggu lagi. Doain aku ya.” Kataku. “Pasti. Semoga sukses ya ujiannya.” “Oiya. Kita jadikan makan siang bareng ?” Tanya Michael. “Boleh.” Tiba – tiba Michael menatap tajam kedua mataku. Aku meletakkan buku tebal yang kupegang di atas meja. Ia semakin mendekat kepadaku dan aku mencoba memundurkan badan hingga aku hampir terjengkang dan Michael dengan sigap menahan badanku dengan tangan kanannya. Kami berdua terpaku. Rambut pendeknya terlihat tebal dari jarak dekat. Tercium aroma kopi yang kutebak berasal dari samponya. “Ini ada debu dirambut kamu.” Michael menyingkirkan debu yang berada dibagian depan rambutku dengan tangan kirinya. “Ohh. Makasih.” Sepertinya seluruh orang yang berada diruangan perpustakaan ini menatap kami berdua, terutama aku. Aku bermesraan dengan seorang pemilik kampusku sendiri yang tampan dan kharismatik. Beberapa wanita yang berada diruangan ini menatapku sinis. Aku segera membalikkan posisi dudukku kesemula dan membenarkan rambut serta menunduk malu. “Hahah.” Michael tertawa kecil. “Kenapa ketawa?” “Kamu lucu soalnya.” Senyuman Michael membuatku terpanah. Aku menggoyangkan kaki kiriku untuk mengalihkan pikiranku dari rasa nervous. Aku kembali mengambil buku yang tergeletak dan membaca entah halaman berapa karena pikiranku sudah tidak tertuju pada buku ini lagi. Pikiranku sekarang kacau. Aku terpanah dengan Michael tapi disisi lain aku sudah jatuh hati dengan Chris. Aku hanya mengangguk dengan jawaban Michael dan tersenyum malu. Michael kemudian menarik buku ditanganku. “Ayo kita pergi dari sini.” Ajak Michael. Ia menarik tanganku dan aku bergegas mengikutinya. Aku terkadang bingung apakah ia tidak malu untuk menggandeng tanganku didepan mahasiswa kampus ini. Apakah ia melupakan posisi pentingnya yaitu pemilik kampus Aspro dan aku hanya seorang mahasiswa biasa dengan penampilan sederhana. Banyak mahasiswi dikampus ini yang jauh lebih seksi dan menarik dibandingkan aku. Apakah ia menyukaiku ? Kami berjalan kearah mobilnya yang terparkirkan khusus pada halaman parkir pejabat kampus. Namun langkah kami terhenti ketika suara paruh baya memanggil Michael. Seketika Michael menoleh. Pria paruh baya itu adalah Ayah dari Michael. “Ayah ? kenapa ayah ada disini ?” Tanya Michael penasaran. Pria paruh baya itu menatapku dengan tatapan tajam. Aku langsung melepas genggaman tangan Michael. “Dia mahasiswi kampus ini bukan ?” Mr. Anderson menujukkan telunjuknya kearahku. “Iya. Kenapa emangnya ?” Michael menaikkan nada suaranya seakan – akan ia tau bahwa ayahnya sedang meremehkanku. “Ini lelucon ? seorang penerusku, pemimpin kampus bergengsi ini berjalan – jalan dengan mahasiswi biasa seperti dia ?” Hina Mr. Anderson Tatapan sinis Mr. Anderson mengintimidasiku. Ketika hendak berjalan mundur dari mereka berdua, dengan sigap Michael merangkul bahuku berusaha untuk melindungiku dari kalimat – kalimat jahat yang dilontarkan oleh ayahnya. “Ayah tidak perlu ikut campur soal urusan percintaanku. Lagian Michelle mahasiswi pintar disini jadi ayah jangan merendahkan dia seolah – olah dia adalah orang yang hina!” Tegas Michael. Tanpa menunggu lebih lama lagi Michael menarik tanganku dan kami masuk kedalam mobil meninggalkan Mr. Anderson. Terlihat wajah Michael yang murka dan penuh amarah. Kemudian Michael menarik sabuk pengaman dengan emosi. Aku memegang tangan Michael untuk menenangkannya. Ia langsung melihatku dan tersenyum. “Maaf soal tadi. Aku pikir dia sedang berada di luar negeri sekarang.” “Iya gak apa – apa kok. Aku ngerti.”ucapku. “Dia selalu ikut campur pada urusan percintaanku dari dulu.” Keluh Michael. “Mungkin karena kau anak dari seorang pengusaha sukses, dia mau yang terbaik untuk kamu.” “Stop belain dia. Kamu gak tau dia orangnya gimana.” “Lebih baik kita makan siang sekarang.” Lanjut Michael. Disepanjang perjalanan aku dan dia hanya diam dan hanya sesekali melirik. Kurasa ia sedang tidak mood untuk berbicara denganku. Aku juga masih ragu untuk menghiburnya, aku takut akan membuat kesalahan dan membuat suasana yang penuh amarah ini menjadi semakin parah. Michael membawaku kesalah satu mall Elite di New York. Gedungnya tidak memiliki banyak lantai, hanya ada 3 saja. Namun seluruh outlet didalam mall ini sangat bergengsi dan menjual barang – barang yang harganya bisa dibilang sangat mahal bagiku. Aku pernah kesini bersama Chloe dan Harumi beberapa kali. Kami berdua tidak nyaman berada disini karena hampir seluruh pengunjung mall ini adalah orang – orang kaya dan sosialita. Sedangakan kami hanya mahasiswi biasa dan tidak memiliki banyak uang. Walaupun ibuku seorang Dokter, tetapi aku tidak mau meminta banyak uang untuk berbelanja. “Kita akan ketempat makan kesukaanku, pasti kamu suka.” Ajak Michael. “Wah, aku jadi penasaran.” “Karena bentar lagi kamu ujian, kamu harus makan makanan yang enak buat naikin mood kamu.” “Oke kalau gitu. Aku gak tau kalau kamu orangnya perhatian.” Ucapku. “Aku hanya perhatian keorang – orang yang aku sayang.” Kalimat tersebut membuatku syok. ‘Orang – orang yang dia sayang? Maksudnya?’ batinku. Aku tidak berani untuk bertanya tentang perkataannya tersebut. Aku tidak berada pada situas yang rumit. Aku harus mengingat Chris yang sudah masuk terlebih dulu dikehidupanku. Aku jatuh cinta pada Chris. Aku tidak mau Michael masuk dan menghancurkan semuanya. “Kenapa kamu diem aja ?” Tanya Michael penasaran. “Ah, enggak apa – apa.” Aku menengok kesekelilingku untuk mencari alasan yang tepat untuk mengelak dari pertanyaan Michael tersebut. Lalu aku berlari kecil kearah outlet baju yang jaraknya sangat dekat dengan kami. “Aku tadi ngeliat baju ini. Bagus banget.” Lanjutku. “Hmm.” Michael memperhatikan dress itu. Kemudian ia mengambil dress merah berbahan satin tersebut dan segera berjalan kekasir untuk membayar dress yang tidak sengaja aku pilih. “Kamu mau ngapain ?” Tanyaku kebingungan. “Beliin ini buat kamu.” Jawab Michael. “Ha? Gak usah. Itu mahal banget.” Tolakku. “Diem aja disitu.” Perintah Michael Seusai Michael membayar, ia menyerahkan paper bag dan tersenyum. Aku yang saat ini tidak enak karena dibelikan baju yang sangat mahal tidak tau harus berbuat apa. “Kamu gak perlu beliin aku dress mahal kaya gini.” Ucapku. “Gak mahal kok bagi aku.” “Hmm. Thanks Michael.” “Iya. Sama – sama. Pokoknya kalau kamu mau sesuatu aku bakal turutin kemauan kamu. Apapun itu.” “Yaudah ayo jalan. Itu tempat makannya.” Michael menunjukkan restoran sushi terkenal yang jaraknya beberapa meter dari outlet aku membeli dress tadi. Kami memasukki restoran sushi dan seorang pelayan mengantar kami ketempat duduk didekat jendela dengan pemandangan kota New York yang sangat memanjakan mata. Kami berdua beruntung karena ini adalah meja terakhir. Restoran ini sangat ramai. Sudah bisa ditebak seenak apa makanannya. “Kamu mau makan apa ?” Tanya Michael. “Hmm. Aku-“ “Aku saja yang pilih khusus buat kamu.” Potong Michael. “Oh. Okay.” Tanpa menanyakan makanan apa yang aku suka atau ingin aku pilih, Michael langsung memanggil pelayan dan memesan makanan untuk kami berdua yaitu sashimi, shabu – shabu, sushi dan 2 porsi ramen. “Banyak banget makanan yang kamu pesen.” “Iya, aku mau kamu makan yang banyak.” Jelas Michael. “Btw, kamu punya pacar gak sih ?” Tanya Michael. Tidak disangka – sangka seorang Michael Anderson menanyakan hal seperti itu denganku. Aku bingung mau menjawab apa karena saat ini aku sedang dekat dengan Chris bahkan kami berciuman tapi belum ada kata pacaran yang dilontarkan olehnya. “Hmm. Mungkin belum punya.” Jawabku. “Kok mungkin? Jawabnya yang pasti dong.” “Atau ada hati yang kamu jaga ya?” lanjut Michael. “Mungkin.” Jawabku ragu. “Chris ya?” Michael memegang daguku dan mendekatkan wajahnya. Pria ini tampan tapi aku merasa tidak nyaman sekarang. Aku terbayang – bayang wajah Chris. Aku tidak tega untuk bermesraan dengan laki – laki lain walaupun aku dan dia belum berpacaran. Aku menyukai Michael tapi aku mencintai Chris. Aku melepaskan tangan Michael dari daguku dan berhasil membuat dia kembali menjauh. Aku memegang rambutku dan berusaha untuk tidak menatap Michael. Kami diam beberapa saat, untung saja pelayan memecahkan kesunyian diantara kami. Semua makanan yang dipesan datang tanpa perlu menunggu waktu yang lama. Momen canggung seketika pecah saat aku mencium aroma masakan jepang yang terlihat sangat lezat. Michael hanya diam dan tersenyum kepadaku. Aku ingin tau apa yang sebenarnya ia pikirkan sekarang. Matanya terus menatapku tapi tidak mengeluarkan sepatah katapun untuk berbincang denganku. “Ini enak.” Kataku setelah aku menyantap sesuap sashimi. “Aku tau kamu suka dengan semua makanan yang aku pesan ini.” Ucap Michael. “Coba ini.” Michael mengarahkan sepotong sushi kearahku dengan maksud untuk menyuapiku. “Apa – apaan ini?” Suara laki – laki berteriak tidak jauh dari meja kami. Aku langsung menoleh kesumber suara. Tidak disangka itu adalah Chris. Dengan mata penuh kecemburuan ia menatap kami berdua. Michael langsung mengelap tangannya pada sehelai tisu yang terletak di samping piring makannya dan berdiri tegak. “Ada apa ya ?” Suara Michael sangat tenang namun mengintimidasi. “Jangan salah paham, aku cuma makan siang sama Michael aja, gak lebih.” Jelasku. “Cuma makan siang? Aku gak bodoh ya, aku ngeliat kamu mau disuapi dengan laki – laki ini.” Ucap Chris dengan penuh amarah seraya menunjuk Michael. “Aku gak ngerti kenapa kamu marah sama aku, kita aja belum jadian.” Kataku. Chris berjalan mendekatiku namun Michael segera menghalangi langkah Chris, yang mana itu membuat Chris murka. “Mau ngapain lu?” Tanya Michael. “Apa urusan lu hah?” Tantang Chris. Chris berjalan tanpa memperdulikan Michael dan mendorong laki – laki dihadapannya itu. Kemudian Chris mendekatiku dan memegang wajahku dengan kedua tangannya. Kami berdua saling bertatapan aku memejamkan mata sejenak menikmati sentuhan yang ia berikan. Langsung ia mencium bibirku. Aku membuka mataku aku melihat matanya yang sedang terpejam. Bulu matanya tebal serta alis yang sangat rapi jika dilihat dari dekat. Aku memegang pinggulnya dari dalam jaket kulit yang ia kenakan. Aku membalas ciumannya. Rasa manis bibirnya sangat terasa dibibirku. “You're so beautiful.” Ucap Chris. “Makasih.” Aku tersenyum "Ayo kita pergi dari sini.” Tanya Chris. Aku mengangguk “Ayo.”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD