Setelah dokter Arya selesai memeriksa dan memberikan kabar baik, ia meninggalkan kamar dengan senyuman ramah. Alisha menyandarkan punggungnya ke kepala tempat tidur, mencoba menenangkan pikiran. Di sudut ruangan, Nawasena masih berdiri dengan postur tegap, wajahnya tetap dingin seperti biasanya. Namun, ada sesuatu dalam hati Alisha yang mendesaknya untuk bicara. Rasa bersalah yang terus menggerogotinya tidak bisa diabaikan begitu saja. Ia menghela napas dalam, lalu memberanikan diri. “Nawa…” panggilnya pelan. Pria itu hanya meliriknya sekilas, ekspresinya tetap tanpa emosi. “Apa lagi?” tanyanya singkat. Alisha menggigit bibir bawahnya, mencoba mencari kata-kata yang tepat. “Aku… aku mau minta maaf,” katanya dengan nada lembut. Ia menatap Nawasena dengan wajah penuh penyesalan, be