Pertempuran

1346 Words
Suara sorakan di sekitar tak lagi Rigel dengar, kepasrahan memaksa telinganya tuli dengan mata terpejam. Ia sudah pasrah jika pada akhirnya peluru dari senapan laras panjang yang ditodongkan ke arah kepalanya, berakhir menembus tengkorak kepala dan mencabut nyawanya dalam hitungan menit. Meski masih tak percaya dengan kondisi yang sedang dialaminya, ditambah situasi konyol yang tak bisa dicerna oleh akal sehat. Namun, Rigel tahu jika orang-orang berbadan besar yang mengelilinginya tak main-main akan ucapan mereka. Tampak jelas dari guratan wajah yang menunjukkan betapa bengis dan sadisnya para kawanan manusia berbadan besar itu. Walaupun begitu, Rigel masih berharap di dalam lubuk hati terdalamnya, bahwa Tuhan masih mendengarkan doa-doa yang ia panjat di menit-menit terakhir. Berharap masih ada kemurahan hati sang pencipta, menyelamatkannya dari kawanan manusia bengis itu. "Tiga." Terdengar sang algojo mulai menghitung mundur, disusul sorakan dari para anggota yang lain. "Bunuh!" "Bunuh!" "Bunuh!" Rigel mengetatkan cengkraman pada pahanya. Jantungnya sudah lari entah ke mana, napasnya tak lagi terasa, bahkan Rigel pikir ia sudah tak bernyawa lagi. Setiap sorakan yang bergema di telinga, bagaikan dentuman alarm kematian baginya. Ya Tuhan, tolong aku. Selamatkan aku! Sekali lagi, Rigel masih mengharapkan kemurahan sang pencipta kehidupan. Namun, sepertinya ia harus menelan kekecewaan ketika suara sang tetua kawanan mengambil alih. "Du———" "Kelamaan!" Dengan kasar ketua kawanan itu mengambil alih s*****a laras panjang yang ditodongkan ke Rigel. Bersiap menjadi algojo s***s yang akan menembuskan peluru ke kepala targetnya. Suara pelatuk ditarik, seakan satu saraf Rigel ditarik paksa dari tempatnya. Jantungnya bertalu-talu, dentumannya sampai ke ubun-ubun. Ia sudah menguatkan diri, merapalkan segala macam doa dan penyesalan dalam hati. Bersiap untuk menuju ke alam baka. Dor! Suara tembakan bergema, menyentak kawanan burung beterbangan meninggalkan pepohonan. Suara tembakan barusan menandakan bahwa sang algojo sudah menjalankan tugasnya, tapi anehnya Rigel tak merasakan apa-apa. Di saat ia dilanda kebingungan, suara bising dari deru mesin menginterupsi. Disusul keriuhan dari kawanan manusia-manusia itu yang seakan murka. Rigel memaksa matanya sedikit terbuka, mengintip lewat celah kelopak mata. Bisa ia lihat jika orang-orang di sekelilingnya bersiap dengan s*****a masing-masing. Ada apa? Rigel bertanya-tanya, lalu ia menemukan jawabannya saat suara tembakan kembali terdengar dan salah satu manusia berbadan besar di depannya tumbang tanpa perlawanan. Rigel melotot sesaat, kemudian mengerjap berulang kali ketika suara tembakan lain menyadarkannya. Ia tidak salah lihat, darah segar itu memang merembes di balik rompi hitam yang dikenakan. Bukankah harusnya rompi itu anti peluru? Tapi bagaimana bisa peluru menembus bagian d**a sampai orang dengan ukuran badan sebesar itu langsung tumbang hanya dengan sekali tembakan saja. Ini benar-benar tak masuk akal. Rigel merasa situasinya semakin konyol tapi juga menegangkan. Meski saat ini ia tak lagi jadi target, tapi melihat orang-orang di sekelilingnya saling baku tembak membuat Rigel serasa berada di tengah-tengah medan pertempuran. Jadi ayam sayur yang siap ditumbalkan. "Serang!!!" Teriakan ketua kawanan bergema nyaring, menginterupsi anak buahnya mengacungkan s*****a masing-masing. "Tembak!!!" "Sebelah kanan!" "Di depan sana!" "Awas! Di belakangmu!" Kepala Rigel terasa pening, rasanya seakan mau meledak. Kebisingan di sekitar membuat otaknya berputar-putar, mengurangi kesadaran dan membuatnya gagal fokus. "Tembak!" Dor! Dor! Dor! Napas Rigel tercekat. Suara tembakan mengembalikan kesadaran dan saat ia melihat ke sekitar, semua kawanan telah tumbang tak bernyawa. Matanya berkedip-kedip, masih tak percaya dengan apa yang ia saksikan di depan matanya langsung. Mayat-mayat bergelimpangan, bersimbah darah di mana-mana. Tak satu pun dari kawanan tadi yang tersisa, semua ditumpas habis oleh orang tak kasat mata. Bukan tak kasat mata si, tapi lebih tepatnya Rigel tak melihat siapa yang telah menembaki kawanan itu. Semua terjadi terlalu cepat dan tiba-tiba, bahkan napasnya saja sampai tertinggal. Baru bisa bernapas lega, sayangnya Rigel tak diperbolehkan rileks barang sejenak. Suara hentakan yang menggetarkan tanah dan deru mesin motor menarik atensinya. Dari kejauhan, asap debu mengepul bercampur dengan asap pekat knalpot, lalu muncul beberapa pengendara motor melaju kencang ke arahnya. "Ya Tuhan, apa lagi ini?" Rigel mengusap kasar wajahnya, frustrasi menghadapi situasi mencekam. Rasanya seperti ia dipaksa bertahan dalam kandang singa tanpa bisa melakukan perlawanan. Gerombolan yang sama dengan kawanan manusia berbadan besar tadi muncul serentak dari berbagai penjuru. Seperti mendapat alarm bahaya, Rigel sontak beranjak berdiri. Namun, kakinya terlalu gemetar, seiring deru suara knalpot dan kebisingan mobil-mobil tank di belakangnya yang semakin mendekat ke arahnya. "s**l!" Rigel menggeram, mengutuk kakinya yang keram di waktu tak tepat. Ia semakin panik saat melihat motor-motor trail melaju semakin kencang, kian mendekat ke arahnya disusul suara huru hara dari orang-orang itu. Rigel nyaris putus asa, kembali pasrah pada keadaan yang tak memberinya kesempatan untuk lari. Tapi sebuah keberuntungan datang di menit-menit terakhir, bagaikan oase di tengah gurun pasir. Sebuah mobil Jeep Wrangler warna hitam berhenti tepat di dekatnya. Pintu bagian depan langsung terbuka, dan teriakan dari dalam menyentak Rigel dari keterkejutan. "Masuk!" Tak peduli siapa yang ada di dalam mobil Jeep Wrangler warna hitam itu, Rigel tanpa pikir panjang menyeret kakinya dan bergegas masuk ke mobil. Bertepatan dengan itu sebuah peluru mengarah tepat kepadanya. "Awas!" Rigel tersentak mundur, kepalanya membentur sandaran bangku. Sebuah peluru baru saja melintas di depan matanya bagaikan kilatan petir. Jantungnya sampai berhenti sesaat, dengan napas tertahan di tenggorokan. Belum cukup hampir meregang nyawa karena peluru itu, satu peluru lain kembali dilancarkan. Namun, kali ini peluru itu tak sampai masuk ke mobil karena mobil langsung bergerak meninggalkan tempat itu. Rigel menganga, pandangannya tampak kosong ke depan. Ia masih mencoba menerka-nerka apa yang sebenarnya terjadi dan di tempat apa sebenarnya ia terdampar. Semua yang baru saja ia saksikan, tak ada satu pun yang masuk akal menurutnya. Tapi ia merasa tidak asing dengan situasi ini, seakan semua yang terjadi pernah ia alami. Tapi di mana? "Kau baik-baik saja?" Suara dari samping memaksa Rigel mengenyahkan pikiran-pikiran tak masuk akal dari otaknya. Ia langsung menoleh, terkejut saat melihat pengemudi mobil Jeep Wrangler itu ternyata seorang perempuan dan sepertinya seumuran dengannya. "Apa kau terluka?" Belum sempat Rigel menjawab, suara tembakan kembali menyentak. Kali ini mengenai kaca spion sebelah Rigel yang seketika hancur berkeping-keping. Rigel melotot, dadanya kembali berdebar-debar dengan napas tertahan. Sedangkan perempuan di sampingnya mengumpat panik. "s****n!" Perempuan itu melihat lewat kaca spion di sebelahnya. Para kawanan manusia berbadan besar itu ternyata mengejar di belakang. Setelah kesadaran mengambil alih, Rigel memberanikan diri untuk melihat ke belakang. Jantungnya kian berdetak di luar kendali ketika melihat para pengendara motor trail nyaris mendekati mobil yang ia tumpangi. Ditambah mereka terus meluncurkan tembakan berkali-kali ke arah mobil. Beruntung perempuan di sampingnya handal mengemudikan mobil, menghindari dengan cepat dari serangan. Namun, baru ingin bernapas lega, satu peluru yang diluncurkan berhasil membuat mobil yang ditumpanginya oleng karena peluru tersebut berhasil membuat ban belakang pecah. "s**t!" Perempuan di sampingnya semakin memaki. Ia mengambil s*****a dari bangku belakang dan memberikannya ke Rigel. "Kau bisa memakainya 'kan? Kecoh mereka dan aku akan mencari jalan keluar untuk kabur," perintahnya. Rigel memandangi senapan di tangannya, gemetar saat ia memegang benda itu. Tampak begitu nyata. Jika biasanya ia terbiasa memakai senapan saat bermain game, tapi kali ini senapan itu berbentuk nyata. Rigel ragu ia bisa menggunakannya. "Hei!" bentak perempuan di sampingnya. Gemas melihat Rigel tak kunjung beraksi, malah diam mengamati s*****a yang ia berikan. "Apa kau mau mati konyol di tangan mereka?" Rigel spontan menggeleng. "Tapi ...." Ia benar-benar ragu dan juga takut. "Tak ada waktu lagi, buruan!" teriaknya membanting stir ke kiri menghindari tembakan dari belakang. Rigel tak punya pilihan lain, ia mencoba untuk menggunakan senapan itu walau ragu masih mendominasi benak dan pikirannya. Namun, ia berusaha tetap yakin dan berkonsentrasi penuh. Satu tembakan berhasil ia luncurkan dan tepat mengenai sasaran. Salah satu pengendara motor trail tumbang. Tapi siapa sangka jika aksinya justru memicu keganasan dari kawanan itu, mereka semakin brutal menyerang. "Tembak!" teriak perempuan itu saat melihat Rigel terpaku sesaat. Rigel yang sadar dengan cepat menembaki motor-motor trail yang berusaha mendekat ke mobil. Ia juga menyerang para penembak jitu yang berada di atas mobil-mobil tank. Namun, satu lawan banyak jelas tidak sebanding. Meski Rigel berhasil menembaki sebagian, tapi mereka seakan menjamur tanpa habis. Serangan pun makin tak terkendali, Rigel kewalahan menghalau dan serangan dari mereka datang bertubi-tubi. "Awas!" Rigel berteriak ketika melihat granat terlempar ke arah mobilnya. Matanya melebar, ia pasrah jika harus benar-benar mati di sini. Ayah, Bunda. Rigel menyesal. 
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD