Arga menguping pembicaraan Dita dan Damar dari pintu tangga darurat. Dia memang sengaja membiarkan Dita uneg-unegnya pada Damar.
"Apa kamu bilang? Aku cemburu? No, Dita, aku enggak cemburu. Kamu kan model papan atas, semua orang tahu dengan kamu, kalau banyak orang lihat kamu jalan dengan fotografer biasa kayak Arga itu, pasti akan beredar rumor yang tidak menyenangkan, itu enggak bagus buat karir kamu," kata Damar memegang bahu Dita. Sebenarnya Damar merasa kurang nyaman melihat Dita bersama pria lain.
"Bagus dong kalau misalnya banyak orang tahu kalau Dita seorang model dikabarkan dekat dengan seorang fotografer biasa. Jadi headline di mana-mana, makin rame yang pengen ngundang aku ke acara talkshow di hampir semua stasiun TV. Mereka penasaran kenapa Dita bisa kepincut dengan seorang fotografer biasa aja gitu." Dita menepis tangan Damar dari bahunya.
"Mana mungkin Dita, yang ada karir kamu bisa redup karena fans kamu kecewa."
"Ah sudahlah, kita lihat saja nanti. Aku juga penasaran apa yang akan terjadi jika orang di luar sana tahu aku dekat dengan seorang fotografer biasa, eh bukan dekat mungkin saja menikah dengan fotografer biasa," ucap Dita dengan sombong.
"Kamu nikah dengan fotografer itu? Sinting kamu!"
"Kamu enggak apa-apa, Sayang?" ujar Arga membuka pintu mendekati Dita lalu memeriksa kondisi Dita.
Damar menggelengkan kepala melihat Arga mendekati Dita dan memanggil Dita dengan panggilan sayang.
"Dengar ya Dita, kalau sampai kamu pacaran dengan fotografer ini, karir kamu bakalan hancur, terus job kamu dicancel semua, aku tidak akan segan-segan untuk menuntut kamu!" ancam Damar pada Dita lalu pergi meninggalkan Dita dan Arga.
"Aku enggak takut dengan Damar!" teriak Dita.
Arga langsung menenangkan Dita. Dia tahu Dita saat itu sedang marah. Setelah perpisahan Dita dan Damar, hubungan kedua menjadi buruk. Tidak terlihat sisa-sisa jika dulu mereka adalah pasangan yang pernah saling mencintai.
"Jangan dengerin omongan Damar, semua enggak akan terjadi. Kita ke studio dulu, ada kerjaan yang harus kita selesaikan."
Arga mengajak Dita ke studio untuk pemotretan pagi ini. Sebelum dia menyiapkan kamera yang akan dia gunakan, Arga mengantar Dita ke ruang ganti.
Di dalam rumah ganti, Asti menghibur Dita yang terlihat marah. Asti mendengar dari kru lain jika Dita terlihat jalan bersama Arga dan langsung dibawa oleh Damar. Asti pikir Dita pasti diomeli Damar.
"Mbak, tadi Pak Damar bilang apa?" tanya Asti dengan hati-hati, khawatir Dita akan marah jika dia bertanya itu.
"Tau ah. Males bahas dia. Fokus kerja aja Asti. Enggak usah ngurusin Damar gila itu."
"Iya deh. Mbak Dita senyum dong, mukanya enggak enak dilihat gitu. Kayaknya Mbak Dita harus cepet-cepet itu sama Mas Arga deh, biar enggak emosian lagi."
"Itu apaan Asti? Ngomong yang jelas dong."
"Ah, Mbak Dita suka gitu, pura-pura enggak tahu. Enggak usah dibahas ya Mbak. Fokus kerja."
Asti mengurus make up dan pakaian Dita untuk pemotretan hari ini. Dia tidak ingin merusak mood Dita hari ini. Jadwalnya hari ini padat, setelah pemotretan pagi ini, dia harus pergi ke tempat lain untuk menjadi model peragaan busana. Selesai pemotretan Asti langsung mengajak Dita ke lokasi peragaan busana. Mereka akan berada di sana hingga malam hari.
Setelah membereskan kameranya. Arga memeriksa ponselnya. Dia mencari nomor seseorang di sana lalu menelponnya.
"Assalamualaikum. Mira kamu sama Erik apa kabar?" ucap Arga setelah panggilan teleponnya diterima.
"Wa'alaykumussalam. Hei Arga, kemana aja enggak ngabarin, lupa ama kami mentang-mentang udah pulang kampung. Kabar aku sama Erik baik. Erik lagi keluar sebentar katanya. Kabar kamu di sana gimana? Semua berjalan sesuai rencana kan?" ucap Mira, sahabat Arga.
"Kabar aku baik. Iya nih saking senengnya bisa pulang ke Indo, padahal deket doang ya Singapura Indonesia, mau balik ya tinggal balik aja. Tapi aku kayaknya minggu depan mau ke sana lagi."
"Mau ngapain ke sini lagi? Udah di sana aja kerja yang bener, nanti kamu dipecat lagi."
"Mau nemenin Dita. Kamu masih ingat sama Dita kan? Temen kuliah kita dulu."
"Hah? Kok bisa? Jadi kamu ketemu Dita di agensi itu? Oh iya aku kok lupa kalau Dita kan memang kerja di sana. Terus gimana dengan Dita, dia masih marah enggak dengan kejadian dulu?"
"Entahlah. Waktu ketemu aku dia enggak marah kok. Hari pertama kerja aku ketemu dia, dia baru putus sama Damar, terus ngajak aku nikah."
"Apa? Aku enggak salah denger kan, Ga? Terus gimana kamu terima atau kamu tolak?"
"Ya aku terima dong. Kesempatan langka itu. Kenapa harus ditolak, bisa nyesel seumur hidup aku kalau nolak ajakan Dita."
"Dasar. Eh tapi dia enggak ada bahas sama sekali kejadian dulu? Terus kamu cerita enggak kamu siapa, sama keluarga kamu?"
"Enggak juga, Mir. Dia lagi sibuk sama dunianya sendiri, mau balas dendam sama mantannya si Damar itu."
"Kasian sih sebenarnya, coba aja kalau dia tahu perasaan kamu yang sebenarnya, dia pasti nyesel salah paham dulu. Pepet aja terus, Ga. Bantu dia melupakan Damar, buat dia jatuh cinta sama kamu, terus aku tunggu deh Arga-Dita junior."
"Semoga ya, doain aja. Aku ikut permainannya Dita dulu aja. Dia mau kemana aku ikut dulu. Oh ya nanti kita ketemuan berempat gimana? Aku yang atur semua, kamu tinggal datang sama Erik."
"Aku sih mau aja. Tapi aku takut Dita masih marah sama aku. Ngebayangin dulu dia marah sampai enggak mau temenan sama aku lagi rasanya sakit banget. Aku enggak nyangka Dita bisa sebenci itu sama aku. Padahal itu semua cuma salah paham."
"Ya makanya kamu harus ketemu sama Dita, kita luruskan semua salah paham yang dulu. Kita ceritakan yang sebenarnya sama Dita. Gimana? Tapi kalian jangan ngomong apa-apa sama Dita soal kerjaan aku di Singapura. Aku mau kasih surprise sama dia di pameranku nanti."
"Ya sudah coba dulu deh. Siap buat tutup mulut. Ngomong-ngomong tentang Damar itu, apa Dita tahu kalau Damar itu sering ke sini buat ketemu ceweknya yang lain? Bosen aku kalau udah denger cerita Damar itu. Males banget."
"Entah ya. Aku enggak paham juga. Kalau sudah waktunya aku tanya. Sekarang belum waktu yang tepat buat cerita macem-macem ke Dita."
"Ya udah deh. Kabari kalau mau ke sini. Aku mau jemput anakku dulu, udah jam pulang sekolah. Selamat ya buat pernikahannya. Assalamualaikum."
"Wa'alaikumsalam."
Pekerjaan Arga hari itu sudah selesai. Dia putuskan untuk mulai mengisi apartemennya dengan beberapa barang. Arga pergi ke toko furniture untuk membeli sofa, meja, dan memesan kitchen set untuk dipasang di apartemennya.
***
Pekerjaan Dita selesai pada malam hari. Asti mulai merasa lelah untuk sekedar menyetir mobil pulang ke apartemen.
"Mbak, enggak akan telepon Mas Arga? Udah jam 11 malam. Mbak mau pulang ke apartemen Mas Arga atau ke apartemen Mbak Dita?" tanya Asti selesai acara peragaan busana. Mereka sudah ada di parkiran mobil.
"Kita pulang ke apartemenku aja. Aku mau tidur dulu ya, capek banget."
Dita memejamkan matanya karena merasa sangat lelah. Asti merasa kasihan pada Dita lalu menelpon Arga untuk mengabarinya.
"Assalamualaikum Mas Arga, Mbak Dita baru selesai acaranya nih tapi dia mau pulang ke apartemennya, gimana dong?" tanya Asti.
"Wa'alaykumussalam. Aku jemput sekarang, tunggu ya. Jangan pulang dulu sebelum aku sampai di sana."
"Iya Mas, ditunggu."