Enam

2137 Words
Jumat (00.09), 09 April 2021 ---------------------- “Ma, tambah lagi.” Ujar Russel senang sambil mengangkat piringnya. “Wah, Jagoan Mama hebat. Bisa makan sendiri dan makannya juga lahap.” Russel menyeringai lebar karena mendapat pujian. Dia sama sekali tidak memedulikan butiran nasi di pipi dan dagunya serta di beberapa tempat lain termasuk meja makan. “Sepertinya dia harus mandi lagi.” Rachles berdecak sambil memperhatikan Russel. Tadi dia bermaksud menyuapi. Namun Russel menolak. Dia seolah ingin menunjukkan pada Rachles bahwa dia bisa mandiri. Sangat bertolak belakang dengan sifat manjanya. “Aku akan membersihkannya dengan tissue basah. Kasihan kalau dia harus mandi lagi. Aku khawatir malah masuk angin.” “Dia pernah sakit?” tanya Rachles dengan nada tidak percaya. “Dia manusia dan masih kecil. Sakit sudah hal biasa.” Fiera merasa geli mendengar pertanyaan Rachles. Memangnya Russel robot yang tidak akan sakit. Ah, robot saja masih bisa rusak. “Terbiasa melihatnya sangat aktif, aku tidak bisa membayangkan dia sakit.” Rachles tersenyum lembut saat melihat bocah itu kembali makan dengan lahap. Apa Fiera mengurusnya sendirian saat dia sakit? Benar-benar sendirian karena di rumah ini tidak ada pelayan. “Oh ya, dari tadi aku ingin menanyakan ini. Di mana para pelayanmu? Apa kau meliburkan mereka semua?” “Aku memang tidak mempekerjakan pelayan.” “Lalu yang membersihkan rumah ini?” tanya Rachles dengan raut tidak percaya. “Tentu saja aku.” Fiera mengangkat bahu. “Aku suka mengurus keluargaku sendiri. Terutama karena aku tidak bekerja. Tidak terlalu sulit.” Rachles terdiam, memperhatikan Fiera dengan tatapan yang sulit diartikan. Dan itu membuat Fiera merasa tidak nyaman. “Kenapa?” Apa kekuranganmu hingga Raynand masih tergoda wanita lain? “Kupikir kau tidak suka melakukan pekerjaan semacam bersih-bersih. Aku selalu mengingatmu sebagai putri orang kaya yang tampak lembut dan anggun.” Fiera tersenyum. “Kenyataannya aku suka, tidak peduli bahwa aku adalah anak orang kaya.” Rachles terdiam. Dia masih memikirkan tentang betapa tidak bersyukurnya Raynand. Tapi kemudian, pemikiran lain melintas di benak Rachles. Bukankah ini kesempatan baginya? Bukankah ini kesempatan agar Rachles bisa memiliki wanita pujaan hatinya? Dia tidak akan merasa bersalah pada Raynand karena kakaknya itu memang tidak pantas untuk Fiera. Kini untuk pertama kalinya sejak Rachles mengetahui tentang perselingkuhan Raynand, dirinya merasa berterima kasih pada sang Kakak. Terima kasih karena Raynand telah menjadi i***t yang diperbudak nafsu. “Hmm, Fiera. Sebenarnya aku ingin sekali menetap di sini. Tidak jauh dari keluargaku. Selama lima tahun ini, aku sering merasa asing dan sendirian. Padahal aku memiliki banyak teman.” “Kalau begitu jangan pergi. Keluargamu juga ingin kau terus di sini.” Fiera memberi saran. Rachles mendesah. “Tapi aku tidak suka tinggal di kediaman Reeves dan setiap hari mendapat pertanyaan ‘kapan menikah’. Bisa kau bayangkan betapa frutasinya aku untuk sekedar menjawab pertanyaan itu.” “Maaf. Aku juga melakukannya.” “Kalau yang bertanya kau, Razita atau Evan, aku bisa menyahutinya dengan bercanda. Tapi yang lain terutama Nenek,” suara Rachles terdengar lelah. “Kau sudah melihat sendiri saat makan malam itu.” Fiera mengangguk paham. “Kalau begitu kau tidak perlu pergi ke luar negeri. Kau bisa menyewa atau membeli apartemen di sini. Jadi kapanpun kau mau, kau bisa mengunjungi keluargamu dan tidak harus mendengar pertanyaan menyebalkan itu tiap hari.” “Kalau aku tetap tinggal sendiri, apa bedanya aku berada di luar negeri atau di sini? Maksudku aku ingin tinggal bersama orang lain. Seseorang yang masih keluarga hingga aku tidak merasa sendirian dan asing lagi.” Rachles menjelaskan kalimat terakhirnya sambil mengacak-acak rambut. Dia terlihat benar-benar frustasi dengan keadaannya. Fiera kasihan melihatnya. Rachles lelaki yang baik. Hanya karena pertanyaan sederhana, dia jadi tidak bisa bersama keluarganya padahal dia ingin. Rachles menunggu Fiera mengatakan sesuatu, tapi ternyata tidak. Sepertinya ini lebih sulit daripada yang Rachles duga. Kalau permainan kata tidak bisa membuat Fiera menangkap maksudnya, maka Rachles harus mencari cara lain. “Papa, habis!” Perhatian dua orang dewasa itu beralih pada Russel yang sudah menandaskan nasi dan lauk di piringnya. Melihat bocah itu, ide lain muncul di otak Rachles. Dengan memasang raut sedih, Rachles membelai rambut Russel. “Russel jangan sedih kalau Papa pergi. Kapan-kapan Papa akan datang lagi lalu kita bisa bermain bersama seperti tadi.” “Papa mau pergi?” tanya bocah itu. Rachles mengangguk. “Yey, Russel ikut!” Seketika Fiera tertegun. Dia tidak memikirkan hal ini sebelumnya. Bagaimana keadaan Russel kalau Rachles pergi? Bocah empat tahun itu sudah dipaksa menerima kenyataan bahwa ia tidak bisa menghabiskan waktu dengan Ayah kandungnya. Lalu sekarang, saat kebahagiaan mengisi hatinya karena sosok yang juga ia anggap Ayah, apakah kali ini Russel sanggup menerima bahwa lagi-lagi ia ditinggalkan? Tidak. Fiera tidak bisa membiarkan hal itu. “Rachles, bagaimana kalau kau tinggal di sini?” Pertanyaan itu nyaris membuat Rachles melompat gembira. Akhirnya, Fiera mengusulkan sesuatu yang sejak tadi Rachles harapkan. “Di sini?” tanya Rachles memastikan. Dia berusaha menahan diri agar tidak menyeringai senang. “Iya. Kami kan juga keluargamu. Dan aku janji tidak akan bertanya ‘kapan menikah’. Jadi kau bisa tetap dekat dengan keluargamu dan tidak perlu khawatir pada pertanyaan itu.” Kali ini Rachles menunjukkan seringai senangnya. “Kau serius?” “Tentu saja.” Sahut Fiera pasti. Masih dengan senyum lebar di bibirnya, Rachles beralih pada Russel. “Jagoan, kita akan sering menghabiskan waktu bersama.” Rachles menghitung dengan jari. “Ke pantai, kebun binatang, ke gunung. Ah iya, sebagai lelaki kau harus belajar mendaki sejak kecil.” Russel hanya diam mendengarkan ucapan Rachles. “Hei, kau tidak suka?” Fiera membelai pipi putranya dengan sedih. “Dia belum pernah ke tempat-tempat itu. Mungkin dia tidak mengerti yang kau bicarakan.” “Bahkan ke pantai juga tidak?” tanya Rachles dengan nada tidak percaya. “Pernah saat Russel masih satu setengah tahun. Dia pasti tidak ingat.” Fiera tidak berani pergi ke tempat-tempat jauh hanya berdua dengan Russel. Sebelum Raynand selingkuh, Russel masih terlalu kecil untuk mengingat bahwa mereka pernah bermain di pantai bertiga. Kini jangankan mengajak Russel ke suatu tempat yang agak jauh, menemaninya di arena permainan dalam Mall tidak jauh dari rumah mereka saja selalu tidak ada waktu. “Ini tidak bisa dibiarkan. Anak lelaki tidak boleh hanya berdiam diri di rumah.” Nada suara Rachles penuh tekad. Fiera tersenyum. “Jadi, kau setuju tinggal di rumah ini?” “Tentu saja. Mana mungkin aku menolak?” *** Tanpa mengetuk, Rachles masuk ke perpustakaan yang menjadi tempat favorit Mikaela di rumah besar keluarga Reeves. Dia baru bisa datang malam ini setelah Russel tidur karena bocah itu merengek minta ikut. “Nenek.” Rachles menyapa saat melihat neneknya duduk santai dengan buku di pangkuan dan kacamata bertengger di atas hidungnya. Di dalam perpustakaan itu memang disediakan beberapa sofa untuk bersantai sambil menikmati bacaan. Mikaela tersenyum menyapa Rachles. “Kau baru pulang mengantar Fiera dan Russel?” Rachles membalas senyuman neneknya. Sayang sekali Mikaela jarang menampakkan senyumnya. Padahal senyum itu membuat wajah tegasnya jadi tampak lembut dan ramah. “Iya, Nek. Apa Nenek sedang sibuk?” Rachles duduk di samping Mikaela. “Kalau Nenek bilang sibuk apa kau akan menunda apapun yang ingin kau katakan?” Rachles terkekeh. “Kalau sudah seperti ini, aku curiga Nenek bisa membaca pikiran.” Mikaela hanya tersenyum kecil dan menunggu. “Sebenarnya ini tentang rumah tangga Raynand.” Akhirnya Rachles memulai. “Apa Nenek tahu bahwa Raynand selingkuh?” Raut wajah Mikaela tampak biasa-biasa saja mendengar hal itu. “Apa Fiera yang bercerita padamu?” Rachles tertegun mendengar pertanyaan Mikaela. “Jadi Nenek memang sudah tahu? Tapi kenapa Nenek hanya diam saja? Bukankah selama ini Nenek sangat memegang teguh prinsip-prinsip atau semacamnya dalam sebuah pernikahan?” “Kau belum menjawab pertanyaan Nenek.” Sahut Mikaela tenang padahal Rachles sudah tampak emosi. Rachles menarik nafas panjang untuk meredakan kemarahannya yang mulai tersulut. Saat ini dia kecewa. Apa hanya karena Fiera orang luar di keluarga Reeves hingga sang Nenek menutup mata atas kebejatan Raynand? “Tidak. Fiera tidak mengatakan apapun. Aku melihat sendiri Raynand bersama selingkuhannya di Mall tadi padahal katanya dia pergi ke luar kota.” Rachles menceritakan hal itu dengan rahang menegang. “Apa Fiera juga melihatnya?” Rachles tidak habis pikir dengan pertanyaan Mikaela. “Ya, dia melihat itu. Tapi dia berpura-pura tidak melihat dan masih tersenyum meski aku yakin hatinya sangat hancur.” “Itu yang jadi masalah. Fiera terlalu mencintai Raynand hingga ia memilih diam dan menanggung sakit padahal dia bisa menghajar Raynand lalu meminta cerai.” Mikaela diam agar Rachles paham maksudnya. “Nenek sangat menyayangi Fiera. Begitu juga dengan anggota keluarga Reeves yang lain. Kami diam bukan karena kami tidak peduli. Kami sangat kecewa dengan perbuatan Raynand, karena bisa membuat kita kehilangan Fiera dan Russel. Tapi jika Fiera datang ke sini lalu menyuarakan sakit hatinya dan minta cerai, kami sepenuhnya akan mendukung. “Tapi sayang, Fiera tampaknya berpikir bahwa dia sudah merasa cukup asal masih menjadi istri sah lelaki yang dicintainya. Kalau sudah seperti itu, apa yang bisa kami lakukan? Memaksa Raynand menghentikan perselingkuhannya jelas salah. Hal itu malah akan membuat Raynand semakin berani menunjukkan kebejatannya dan akan menyakiti Fiera secara terang-terangan karena merasa haknya dikekang. Menyuruh Fiera agar bercerai juga salah karena itu juga akan menyakiti Fiera. Pasti dia akan berpikir bahwa keluarga Reeves telah membuangnya.” Rachles terdiam. Dia paham maksud neneknya dan menyadari bahwa hal itu benar. Tapi mendengar Mikaela mengatakan bahwa Fiera mencintai Raynand sangat menyakiti hati Rachles. Selama ini dia tidak pernah mau mengakui bahwa Fiera mencintai Kakaknya. Bagi Rachles, mereka menikah hanya karena perjodohan dan tidak ada cinta di antara mereka. Tapi itu tidak penting sekarang. Segera Rachles memusatkan perhatian kembali pada topik pembicaraan. “Kami?” tanya Rachles saat menyadari kata itu. “Jadi semua anggota keluarga Reeves sudah tahu?” Mikaela mengangguk. “Tentu saja. Apalagi wanita selingkuhan Raynand adalah sekretarisnya sendiri. Papamu sedang menunggu dan mencari celah kesalahan Raynand di perusahaan karena merasa muak akan tingkah anak itu. Dia berniat menendang Raynand jika sudah menemukan alasan yang tepat. Tapi sejauh ini pekerjaan Raynand sangat baik.” Hal itu mengingatkan Rachles pada pembicaraan tentang Raynand yang pergi ke luar kota pagi tadi saat sarapan. “Berarti tadi pagi itu Evan sengaja mengalihkan pembicaraan agar aku tidak banyak bertanya mengenai Raynand.” Rachles menyimpulkan. “Ya. Pertanyaanmu membuat Fiera tidak nyaman dan bingung bagaimana harus menjawab.” “Bahkan Evan juga tahu.” Rachles mengusap wajahnya dengan kasar karena frustasi akan situasi ini. Semua akan semakin sulit baginya karena kenyataan Fiera mencintai Raynand. “Jadi yang bisa kita lakukan hanya diam dan menunggu?” “Memangnya kau bisa melakukan itu?” tanya Mikaela tenang sambil kembali memusatkan perhatian pada buku di pangkuannya. “Maksud Nenek?” Mikaela tersenyum kecil dengan pandangan yang masih terarah pada buku. “Ya, kami hanya akan diam dan menunggu. Tapi kau, apa bisa melakukan itu juga?” Kening Rachles berkerut. Dia masih tidak mengerti maksud neneknya. Mikaela seolah meragukan bahwa Rachles hanya akan jadi penonton dalam rumah tangga Fiera. Atau mungkinkah… “Apa Nenek tahu bahwa aku mencintai Fiera?” Kali ini Mikaela mendongak menatap Rachles. “Kadang-kadang kau seperti buku yang terbuka. Sangat mudah dibaca. Mendadak sikapmu berubah sejak Raynand menikah. Kau yang biasanya periang dan suka bersenang-senang mendadak jadi pendiam dan sering murung. Saat kau menatap Raynand dan Fiera yang sedang bersama, kau tampak seperti ingin membunuh Raynand.” Mikaela tersenyum kecil. “Mungkin kau berpikir tidak ada yang memperhatikan. Tapi para orang tua Reeves mengawasi anak-anaknya seperti elang. Saat itu orang tuamu sempat bingung dan berencana menjodohkanmu juga. Tapi Nenek melarang karena menurut Nenek tidak baik menikahkanmu dalam kondisi hatimu yang seperti itu.” Rachles menyimak ucapan Neneknya. Sungguh dia tidak menyangka bahwa keluarganya tahu mengenai cinta terlarang Rachles. “Jadi, semua orang di rumah ini tahu mengenai perasaanku pada Fiera?” “Tidak semua. Hanya Nenek, kedua orang tuamu, serta Luke dan Sabrina.” Tidak semua tapi banyak yang tahu. Lumayan memalukan. “Kalau begitu, apa Nenek mengizinkanku merebut Fiera dari Raynand?” tanya Rachles penuh harap. “Nenek memberimu izin untuk merebut hati Fiera. Biarkan Fiera sendiri yang melepaskan diri dari Raynand. Jika kau mencampuri keputusannya, bisa jadi suatu saat dia akan menyesal dan menyalahkanmu. Kau mengerti maksud Nenek, kan?” Rachles mengangguk. “Iya, Nek.” “Kalau begitu, pastikan Fiera dan Russel bahagia dan tetap menjadi anggota keluarga Reeves.” Rachles menyeringai. “Tentu saja, Nek.” “Sekarang pergilah. Kau mengganggu kegiatan Nenek.” Rachles mengecup pipi Mikaela lalu berdiri. “Mulai malam ini Rachles akan menetap di  negara ini dan tinggal di rumah Raynand.” Mikaela tertawa kecil. “Rupanya kau tidak membuang waktu. Semoga beruntung, Nak.” “Iya, Nek.” Setelahnya Rachles berbalik meninggalkan ruang perpustakaan. Tekadnya semakin bulat. Dia juga sudah mendapat dukungan untuk melakukannya. Kini cinta Rachles pada Fiera bukan lagi cinta terlarang. ---------------------- ♥ Aya Emily ♥
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD