Hubungan Berline dan Tristan sedikit merenggang karena Berline yang masih kesal dengan suaminya.
"Kau berubah, Tristan." kata Berline.
"Kau yang berubah, bukan aku." ucap Tristan yang tidak terima.
"Aku hanya meminta izin satu hari menginap, kenapa kau tidak mengizinkannya." omel Berline.
"Aku sudah menyetujuimu untuk hamil, tapi kau tetap tidak mengizinkanku untuk pergi ke kota x". Sambungnya
"Kau menyetujui hamil tapi dalam waktu dua tahun, kenapa tidak sepuluh tahun sekalian." kata Tristan yang benar-benar tidak habis pikir dengan istrinya.
"Kau jangan egois, aku sudah menyetujuinya, seharusnya kau bisa mengerti walaupun aku menyetujui dalam dua tahun, yang terpenting kan aku mau".
"Aku sudah menunggu selama empat tahun, dan aku tidak mau menunggu lagi".
"Ya kalau memang kita belum di kasih bagaimana? Kau akan memaksaku seperti apa?"
"Setidaknya kau mau untuk hamil dalam beberapa waktu dekat ini, bukan malah menyetujui hamil dalam dua tahun ke depan." kata Tristan.
"Jika kau terus-terusan seperti ini, aku tidak tau kalau aku masih akan bertahan denganmu atau tidak." kata Tristan yang membuat Berline terkejut.
"Sayang, kau bicara apa sih. Kenapa jadi seperti ini, ini hanya masalah sepele." kata Berline yang akhirnya menurunkan nada bicaranya, dia tidak menyangka kalau Tristan akan berbicara seperti itu.
"Sepele kau bilang?" Kata Tristan semakin marah.
"Baiklah, maafkan aku, besok aku akan pergi ke dokter kandungan dan melepas KB ku." kata Berline mengalah,
"Itu lebih baik, kau seharusnya menyetujuinya dari awal." kata Tristan.
"Iya maafkan aku, jangan marah lagi." kata Berline yang akhirnya bergelayut manja dengan suaminya, dia bahkan memeluknya dan memainkan dadanya.
Tristan menghela nafas panjangnya dan akhirnya membalas pelukan istrinya.
"Sebagai permintaan maaf, aku akan memberimu hadiah." kata Berline tersenyum nakal yang di mengerti oleh Tristan.
Tristan tersenyum miring dan akhirnya luluh juga ketika istrinya memang bisa membuatnya tidak bisa menahan godaannya.
Tristan mengerang ketika istrinya mulai memanjakan adik kecilnya.
"Apa mulutku senikmat itu." ucap Berline sambil terus mempermainkan milik suaminya yang sudah gagah,
"Hm, mulut mu dan mulut bawahmy memang selalu bisa membuatnya senang." erang Tristan, dia semakin mendongakkan kepalanya ketika Berline sudah mulai meng*lum miliknya dengan cepat bersamaan dengan tangannya.
"Aah, F*ck Sayang." Erang Tristan, Berline benar-benar sangat lihay dalam menyenangkannya,
Tristan memegang kepala Berline dengan kedua tangannya, Berline bahkan tidak prostes saat Tristan membantunya memaju mundurkan kepalanya dengan cepat dan bahkan mendorongnya lebih dalam lagi, padahal dia beberapa kali tersedak.
"Milikmu terlalu besar dan panjang, Sayang." kata Berline yang masih sedikit terbatuk, namun tetap terus mempermainkan dengan cepat milik suaminya dengan tangannya.
Tidak ingin keluar begitu saja, Tristan meminta istrinya untuk berbalik memunggunginya.
Tristan mengerang ketika miliknya sudah tertanam habis ke dalam inti milik Berline.
Berline sengaja menjepit milik Tristan yang membuat dia semakin mengerang nikmat.
Tristan tersenyum miring lalu menampar sedikit keras p*ntat Berline yang membuat dia memekik namun tersenyum miring.
"Kau menjepitnya terlalu kuat, Sayang." erang Tristan mer*mas p*ntat Berline sambil menghujamnya dengan cepat.
Berline sendiri tidak menjawab, dia hanya bisa mend*sah karena h*jaman suaminya sangat cepat dan kuat.
Mereka tidak sadar kalau di luar sana lagi lagi Seina rasanya lupa bernafas karena melihat adegan erotis di depannya.
"Astaga.. apa mereka tidak bisa menutup pintunya dengan benar." gumam Seina memilih untuk pergi dari sana,
Dia benar-benar tidak kuat melihat adegan mereka yang menurut Seina sangat panas dan sangat menodai matanya.
Sedangkan di tempat lain, Aldo yang sedang berada di kamarnya sendiri sedang mengerang di kamar mandi karena bermain solo, miliknya sungguh menegang saat tidak sengaja melihat Tantenya dengan lihay meng*lum tongkat sakti pamannya.
Dia tadinya ingin pergi ke kamar Seina, namun dia takut kalau Seina curiga karena dia tiba-tiba memintanya, padahal sedari tadi Aldo bersamanya tapi mereka hanya mengobrol dan tidak melakukan apapun,
Aldo tidak ingin Seina tau, kalau miliknya menegang akibat melihat tantenya. Dia takut kalau Seina akan cemburu padanya.
"Aaah.. sial.. kenapa tubuh Tante Berline benar-benar membuat milikku jadi menegang." erang Aldo sambil mempermainkan dengan cepat miliknya.
"Aaah.. Berline" erang Aldo bersamaan dengan dirinya yang sudah mendapatkan pelepasannya.
"Astaga.. apa yang aku pikirkan.. aku memikirkan berset*buh dengan istri pamanku" gumam Aldo yang menyadari tindakannya salah.
"Sial,"
Dia memilih untuk segera tidur dan menjaga kewarasannya untuk tidak memikirkan berhubungan dengan wanita lain,
*****
Hari-hari berlalu, hari ini pertama kalinya Seina masuk kerja menjadi sekretaris Tristan, sebenarnya awalnya dia ingin menolak mengingat dia merasa canggung jika harus berdekatan dengan paman kekasihnya ini.
Tapi Aldo memaksa, Aldo merasa tidak enak jika harus menolak perkataan pamannya, mengingat memang pamannya sedang mencari sekretaris, karena sekretaris lama nya sudah resign karena menikah.
Dia tidak mungkin mengambil Seina menjadi sekretarisnya, karena dia sudah memiliki sekretaris, dia berfikir harus menjadi orang profesional dan tidak mementingkan diri sendiri, orang akan beranggapan lain kalau Aldo menjadikan kekasihnya sendiri menjadi sekretarisnya.
Seina berangkat dengan Aldo pastinya. Karena mereka sekarang satu kantor.
"Sayang, aku sangat gugup." kata Seina, yang memang dia benar benar sangat gugup sekarang.
"Jangan gugup, Sayang.. kau kan sudah menjadi sekretaris sudah lama. Tidak sulit kau menjadi sekretaris Paman Tristan, kau hanya perlu adaptasi saja." kata Aldo yang akhirnya di angguki oleh Seina.
Sesampainya di kantor, Aldo lebih dulu melumat bibir Seina untuk memberikan semangat untuknya.
Seina beberapa kali menghela nafas panjangnya untuk mengontrol dirinya.
"Ayo, Seina. Kau pasti bisa." gumam Seina lalu tersenyum.
Tok
Tok
"Masuk"
Seina masuk ke dalam ruangan Tristan yang membuat Tristan tersenyum tipis padanya.
Sesungguhnya Seina benar-benar tidak bisa membuang kecanggungannya, terlebih Seina sudah beberapa kali tidak sengaja melihat Paman kekasihnya ini sedang berhubungan dengan istrinya.
Setiap Seina hanya berdua dengan Tristan, Seina selalu terbayang tubuh kekar Tristan dan pusakanya yang nampak jelas di mata Seina waktu Tristan dan Berline berhubungan.
"Kau terlihat gugup Seina." kata Tristan
"Aku.. Aku hanya perlu adaptasi, Tuan." kata Seina yang membuat Tristan tersenyum.
"Kau bisa memanggilku seperti biasanya jika hanya berdua, tidak perlu terlalu formal." kata Tristan yang akhirnya di angguki oleh Seina.
"Duduklah." kata Tristan yang membuat Seina langsung duduk.
Tristan memberikan beberapa dokumen dan tab peninggalakan sekretaris lamanya.
"Ini beberapa berkas dan jadwalku untuk bulan ini dan bulan depan, pelajari semuanya,. Jika ada yang tidak paham, kau bisa menanyakannya padaku." kata Tristan yang membuat Seina mengerti.
"Baik, Paman, terima kasih". Kata Seina lalu pamit untuk pergi dari sana.
Seina selalu merasa gerah sendiiri jika berdekatan dengan Tristan,