Di kamar Aldo, dia menenangkan kekasihnya yang sepertinya masih syock.
"Aku akan memastikan dia mendapatkan hukumannya, Sayang. Jangan takut lagi." kata Aldo.
"A-aku tidak menyangka kalau bosku memiliki pemikiran seperti itu.. diaa pikir aku adalah wanita yang biasa melayani bosnya." kata Seina yang masih terisak.
"Jangan dengarkan dia, dan tidak perlu di bahas, sekarang tenangkan dirimu" kata Aldo yang masih memeluk kekasihnya.
Setelah sedikit tenang, Seina memutuskan untuk mandi dan bersiap untuk makan malam bersama.
"Jika kau masih tidak tenang, kita bisa makan di sini saja." kata Aldo menawarkan Seina untuk makan di kamar saja, karena takut hatinya masih tidak tenang.
"Aku sudah baik-baik saja, aku belum berterima kasih dengan Paman Tristan." kata Seina yang akhirnya Aldo membiarkannya.
"Seina" sapa Berline yang di tanggapi senyuman olehnya.
Berline mendekat ke arah Seina lalu memeluknya.
"Kau sudah baik-baik saja?" Kata Berline.
"Jangan khawatir, Tristan dan Aldo akan memastikan bosmu itu mendapatkan hukumannya." kata Berline yang di angguki oleh Seina.
"Terima kasih Tante." kata Seina yang di tanggapi Berline dengan senyuman.
Mereka makan malam tanpa adanya pembicaraan. Karena memang mereka selalu tidak berbicara saat makan.
"Paman, Tante, sepertinya aku akan mengadakan pertunanganku dengan Seina secepatnya." kata Aldo yang di senyumi oleh Berline.
"Waah, itu sangat bagus, setelah kalian bertunangan, Seina tinggal di sini saja sampai pernikahan, toh kalian juga akan menikah juga kan? Kasian Seina kalau sendirian di apartemen." kata Berline.
"Aku sudah mengatakannya dengan Seina dan dia setuju, aku juga tidak tega dan merasa jika Seina sendirian di apartemen." kata Aldo.
"Kapan rencananya kau ingin bertunangan dengan Seina?" Tanya Tristan.
"Nanti aku akan bicarakan lagi dengan Seina jika dia sudah tenang." kata Aldo menggenggam tangan Seina dengan erat.
Seina hanya membalasnya dengan senyuman tipis. Setidaknya rasa syock nya tadi terbalaskan dengan rasa bahagisa mendengar Aldo ingin mengadakan pertunangan dengannya.
Setelah makan malam dan mengobrol sebentar, mereka memutuskan untuk tidur di kamar masing-masing.
"Sayang, sepertinya Seina harus resign dari perusahaannya sekarang, bukannya kau membutuhkan sekretaris, akan lebih baik jika dia menjadi sekretarismu atau sekretaris Aldo." kata Berline yang sudah berada di kamar.
"Hm, aku juga berfikir seperti itu." kata Tristan.
"Aldo sudah memiliki sekretaris, dia baru saja masuk bekerja beberapa hari, tapi biarlah nanti aku tanyakan kepada mereka." kata Tristan karena dia belum kepikiran.
"Aku lebih tenang jika sekretarismu adalah Seina, aku takut malah nantinya kau mendapatkan sekretaris yang menggodamu." Kata Berline yang di tanggapi Tristan dengan tawa.
"Untuk itu sampai sekarang aku belum memiliki sekretarsi yang cocok, karena ku pun tidak akan sembarangan memperkerjakan orang menjadi sekretarisku." Ucap Tristan yang memnag di benarkan oleh Berline.
Berline sangat percaya dengan suaminya karena suaminya ini memang sangat mencintainya dan tidak akan mungkin macam-macam dengannya.
"Sayang, aku ingin meminta izin, Lusa aku ada jadwal pemotretan di kota A, mungkin akan menginap, tapi hanya satu hari." kata Berline
Tristan memicingkan alisnya mendengar perkataan Istrinya.
"Bukankah aku sudah pernah membahas ini." kata Tristan.
"Kau boleh melanjutkan karirmu sebagai model, tapi hanya mengambil job di sekitar sini saja, dan tidak boleh ada sampai menginap di luar kota atau bahkan luar negerti sekalipun." kata Tristan yang tidak mengizinkan.
"Tapi aku sudah terlanjur mengambilnya, Sayang. Ayolah.. hanya sekali saja bagaimana?" Kata Berline membujuk suaminya.
"Tidak, aku selalu menuruti perkataanmu, bahkan aku menurutimu untuk tidak memiliki anak terlebih dahulu karena karirmu itu, untuk itu kau harus setuju dengan persyaratanku untuk tidak bekerja di luar kota atau bahkan sampai menginap." kata Tristan yang membuat Berline yang sebenarnya jengkel dengan suaminya.
"Mana ada, model yang di batasi seperti itu, di mana-mana, model itu ingin namanya melebar di seluruh dunia, tapi kau selalu membatasiku" kata Berline marah.
"Kau sudah menikah, Berline. Bahkan seharusnya kau tidak bekerja lagi saat sudah menjadi istriku, uang yang aku berikan padamu bahkan lebih banyak dari gajimu yang tidak seberapa itu, tapi kau lebih memilih masih tetap menjadi model." kata Tristan
"Karena aku menyukai pekerjaan itu, kau seharusnya mendukungku, bukan malah membatasiku."
"Aku membatasimu karena kau sudah memiliki suami, dan hakku mengizinkanmu atau tidak, tugasmu adalah patuh denganku." kata Tristan yang tidak mau di bantah.
Berline tidak menjawab perkataan suaminya lagi, dia memilih untuk langsung berbaring dan membelakngi suaminya,
Tristan menghela nafas panjangnya, Berline selalu saja begitu jika membahas tentang pekerjaan modelnya yang membuat mereka berakhir bertengkar.
Keesokkan paginya, Berline masih tidak mau berbicara dengan Tristan, dia mendiami suaminya dan bahkan tidak pamit untuk bekerja, Berline sendiri membiarkannya, karena sampai kapanpun dia tidak akan mengizinkan Berline untuk mengingkari janjinya dulu.
"Di mana Tante Berline?" Tanya Aldo karena melihat Tristan hanya sendirian.
"Dia sudah berangkat tadi pagi-pagi." kata Tristan dengan santai, tentu saja dia tidak akan mengatakan kalau dirinya dan Berline bertengkar.
Aldo hanya manggut-manggut, sedangkan Seina hanya diam saja, dia sudah baik-baik saja, namun memang tidak begitu menimpali obrolan kekasih nya bersama pamannya.
"Seina, mulai hari ini, kau resign saja dari kantormu, kau bisa bekerja menjadi sekretarisku, atau mungkin sekretaris Aldo" kata Tristan membuka suaranya ketika mereka sudah selesai sarapan.
"Dia memang ingin resign hari ini, Paman" kata Aldo.
"Hanya saja memang aku belum membahas pekerjaan baru untuk Seina, tapi yang kau katakan boleh juga." kata Aldo.
"Bagaimana menurutmu, Sayang?" Tanya Aldo.
"Aku terserah kalian saja." kata Seina yang hanya bisa mengikuti perkataan kekasih dan pamannya.
"Hari ini, aku dan Aldo akan mengurus Roni, kau di rumah saja." kata Tristan yang di angguki oleh Seina.
Dia tersenyum kepada Tristan. "Terima kasih, Paman" kata Seina yang di tanggapi Tristandengan senyuman.
Setidaknya Seina sudah merasa lega karena dia tidak ingin bekerja di sana lagi, meskipun nantinya Roni sudah pasti akan mendapatkan hukuman dan di penjara, tapi bekerja di sana membuatnya rasanya trauma dan sudah merasa tidak nyaman. Memang akan lebih baik jika Seina menerima tawaran paman kekasihnya bekerja di perusahannya.