Sungguh…. Riyu tak ingin waktu berlalu. Dia tetap ingin seperti ini. Hatinya masih terus bertanya-tanya. Kenapa …? Kenapa segala keindahan ini baru terasa di detik-detik terakhir seperti ini? . . . Suara tawa masih menggema nyaring. Tapi suara tawa Riyu tak lagi terdengar keras seperti sebelumnya. Suara tawa itu terdengar jelas sangat dipaksakan dan palsu. Riyu tengah berusaha keras untuk tidak merusak suasana gembira itu. Kedua bola matanya sudah terasa sangat panas. Riyu juga tak henti mengedipkan matanya agar air mata tidak menggenang di sana. “Sekarang apa, nih …? kita ngobrol-ngobrol santai aja kali, ya?” tanya Abian. Tovani mengangguk setuju. Kedua manusia itu memang seperti pemandu acara untuk perayaan perpisahan Riyu malam ini. “Oh, iya … bagaimana kalau sekarang kita ce