Sebelum Pernikahan

1083 Words
Satu jam sebelum pernikahan... Kala pengantin gelisah dan gugup dengan rasa antusias menunggu detik-detik istimewa pernikahan, maka berbeda arti dengan yang Fayra rasakan ketika kehilangan kabar calon suaminya sejak semalam. Hatinya tetap tidak tenang, terutama Fayra mendapat informasi bila Ragnala bersama teman-temannya mengadakan acara Bachelor Party yang jelas-jelas berbeda dengan pesta lepas lajangnya beberapa waktu lalu. Dari postingan teman-teman Ragnala, bahkan ia tahu mereka memanggil para penari seksi yang meliuk-liukkan tubuh mereka dengan erotis ditiang. Harusnya informasi dari orang terdekat Ragnala cukup, tapi kecemasan langsung jadi badai yang tiba-tiba menghantam kewarasannya. Fayra sudah berdandan sejak beberapa jam lalu, rambutnya juga sudah ditata siap menggunakan mahkota, ia masih memakai wedding robe dengan renda Prancis yang mewah, lembut juga. Bagian dalam gaun putih yang pas bodi, panjangnya hanya di atas lutut, bagian renda lebih panjang dan menyapu lantai. Nekat dengan penampilannya, ia berhasil meninggalkan kamar dan hotelnya dengan mengendarai mobil sendiri, jarak yang tak jauh antara hotelnya dan hotel yang ditempati calon suaminya. Pernikahan mereka satu jam lagi, entah apa tujuannya ke sana? Bukankah bila ia melihat hal yang dicemaskan benar-benar terjadi, hanya akan melukai hatinya? Dia akhirnya menghentikan mobilnya sembarang kemudian melompat turun. Penampilannya jelas jadi sasaran atensi semua orang yang ditemui, Fayra sama sekali tidak peduli. Dia segera melangkah, menuju kamar tempat calon suaminya berada. Dia menemukan Eros—orang terdekat Ragnala di sana bersama seorang petugas, “Fayra?!” tentu saja Eros terkejut mendapatinya di sana. Dengan penampilannya juga. “Berikan kuncinya, aku ingin memastikan sendiri jika calon suamiku ada di dalam!” Ia mendapatkannya. Fayra terdiam sesaat sebelum masuk, menarik napas dalam-dalam sambil meyakinkan diri saat memasuki kamar itu. Kedua tangannya mengerat hingga bagian ujung jemarinya memutih. Mungkin memang dia perlu datang, memastikan satu hal sebelum benar-benar melangkah lebih jauh dalam hubungan komitmen yang akan digelar satu jam lagi. Fayra dibiarkan masuk sendiri, menatap kamar hotel dan menemukan tunangannya tengah tidur telungkup tanpa pakaian atas. Selimut hanya menutupi bagian pinggang ke bawahnya. Mata Fayra menjelajah, tidak ada kehadiran orang lain—tepatnya wanita lain di sana pun tidak ada jejak-jejak pakaian wanita lain. Di sudut ruangan, ada jas dan pakaian pernikahan Ragnala yang rapi dan siap dipakai, lengkap dengan sepatunya juga. Fayra mematung sejenak, kemudian dia siap berbalik pergi namun Ragnala lebih dulu bangun. Berbalik, dan membuka mata. Dia memijat pangkal hidungnya, masih cukup pengar sisa semalam. Teman-temannya menahan dia berpesta sampai dini pagi. Ia tidak ingat apa pun, selain Eros yang memapahnya sampai tiba di kamarnya. Eros memastikan Ragnala pulang sendiri, bukan bersama perempuan lain saat ia akan segera menikah pagi ini. Dia menghembuskan napas dalam-dalam, “kupikir, melihatmu sepagi ini baru mulai sejak besok.” Suaranya serak dengan ekspresi sangat dingin. Baru bangun tidur saja, aura dominannya sudah membuat Fayra yang seberani ini melarikan diri dan menemuinya, jadi membeku di tempat. Ragnala bergerak duduk, mengusap wajahnya sebelum menyibak selimut dan turun. Melirik Eros, yang kemudian mundur meninggalkan pasangan itu. Dengan langkah pasti, Ragnala berdiri hanya menggunakan celana, mengambil obat pereda pengarnya, lalu minum. Meneguk air hingga tandas. “Nomormu tidak aktif, jadi aku ke sini.” Fayra mencari alasan. Ragnala menarik sudut bibirnya, tersenyum tipis “biar kutebak kamu sudah menanyaiku melalui Eros,” “A-aku—“ Fayra mengutuk dirinya yang jadi gugup. Ragnala berbalik, menyeringai dingin sambil melangkah dan sepasang matanya memberi tatapan yang selalu lekat lebih ke tajam. Dia mengulurkan tangan, membenarkan bagian sisi pakaian tunangannya, yang merosot di bahu. “Aku hanya memastikan keadaanmu,” terutama setelah pesta lajang yang di lakukan semalaman. “Keadaanku, berpikir aku meniduri wanita lain?” “Ragnala—“ “Jika kamu menemuiku bersama wanita lain pagi ini, apa kamu akan batalkan pernikahan kita?” Fayra terdiam. “Tidak perlu dijawab,” katanya kemudian mundur. “Kembalilah, sebelum kedua kakakmu menuduhku membawa lari kamu. Padahal adiknya yang datang sendiri padaku.” Fayra menelan ludah dengan susah payah. Mereka memang akan menikah, kenyataan lainnya kedua Kakak laki-laki Fayra memang belum sepenuhnya memercayai Ragnala. “Kamu benaran niat tidak sih nikah sama aku?” tanyanya memastikan. Pertanyaan berikutnya membuat Ragnala kembali berbalik, kembali memerhatikan penampilan calon pengantinnya. “Masih tersisa satu jam, jika kamu berubah pikiran.” Bukannya menjawab, justru dia melemparkan kalimat tersebut. Fayra masih berdiri menatapnya, mencoba menyelami pikiran Ragnala setiap kali ada disituasi seperti ini. “Aku tidak akan mundur, artinya kamu akan terjebak denganku dalam pernikahan ini.” “Aku tidak terjebak, sedari awal sadar dengan pilihanku untuk bersamamu.” Meski tidak menyukai kala calon tunangannya bersikap menyulitkan dengan manjanya, karena memang Fayra adalah putri satu-satunya yang dimiliki orang tuanya, adik perempuan bungsu kesayangan dua kakaknya, termasuk cucu kesayangan keluarga Lais, hingga julukan princess Lais tersemat dalam kehidupannya, ada bagian yang membuat Ragnala cukup tertarik hingga melangkah sejauh ini, yakni tingkah nekat dan berani saat membalas tatapan matanya. Ragnala mendekat, jemarinya kali ini menyentuh wajah Fayra. Kemudian menaikkan dagunya. “Dibanding pernikahannya, aku lebih tidak sabar dengan malam pengantin kita.” Fayra merasakan jantungnya berdebar, Ragnala mengatakannya terlalu jelas. “Aku akan kembali,” “Biar Eros mengantarmu,” “Tidak, aku bawa mobil sendiri.” Tolaknya, bila ia diantar orang Ragnala, malah akan mempertanyakan alasannya pergi menemui Ragnala. Ragnala mengedikkan bahu, menarik tangannya kembali ke sisi. Membiarkan saat Fayra mundur. Namun, baru beberapa langkah, Fayra berhenti kemudian berbalik dengan langkah kembali yang cepat hingga berhenti di depannya. Dia begitu saja memberi ciuman di pipi Ragnala, “sampai jumpa di pernikahan kita, aku menunggumu...” Dengan pipi merona, tersenyum begitu tulus, dia berbalik dan pergi. Ragnala memandangi punggung gadis itu, tidak ada senyum. Dia menuju lemari pendingin, mengambil minum lagi lalu meneguk isinya. “Biarkan dia bertindak sesuka hatinya, dia bisa melarikan diri dan kembali dengan baik-baik.” Eros menghela napas dalam, menatap sahabatnya, “kamu yakin, akan meneruskan ini?” “Kenapa tidak yakin? Aku akan mendapatkan istri yang sangat cantik, bukankah hanya itu yang kubutuh agar betah saat berada di rumah?” “Kamu tidak mencintainya, Ragnala.” Dia terkekeh, “aku tidak butuh cinta untuk menikah. Bahkan menghadirkan keturunan berikutnya.” “Keluarganya, terutama kakaknya, Sky Xabiru Lais tidak akan tinggal diam, jika sedikit saja kamu menyakitinya nanti.” Ragnala menyeringai, “Sky atau bahkan Papa mertuaku tidak akan ikut campur dalam rumah tanggaku.” “Bagaimana caranya? Bahkan selama kalian bersama, sudah tunangan pun... mereka, terutama Sky terus mengawasi kalian.” “Fayra, dia yang akan menegaskan batasannya terhadap keluarganya sendiri.” “Dia mencintaimu,” “Aku tahu, dan bagian itu kelemahannya namun sangat menguntungkan untukku.” Ucapnya dengan jenis senyum dingin.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD