Awal Kendali

1386 Words
“Aku sudah bilang, bahkan sebelum pernikahan kita jika kamu akan ikut denganku pindah ke Amsterdam.” Tepat dua minggu setelah pernikahan, mereka memang sudah kembali ke Jakarta. Tampaknya masa manisnya pengantin baru pun mulai berangsur mereda. Hari ini, Ragnala pulang sangat larut, Fayra menunggunya karena ada yang ingin ia bahas. Mereka masih tinggal bersama orang tua Fayra untuk sementara waktu, itu pun karena Fayra anak perempuan satu-satunya, orang tuanya masih berat membiarkannya keluar dari rumah meski sudah menikah. “Aku belum bicara dengan orang tuaku.” “Mau menunggu sampai kapan?” Fayra terdiam, memutuskan beritahu alasannya belum juga menyampaikan pada keluarga terutama orang tuanya, “setelah Grandad Kai tiada, sejujurnya aku ragu untuk jauh dari keluargaku.” “Lalu kamu pilih jauh dari suamimu?” “Bukan begitu, Ragnala. Mengertilah—“ Dia berdecak, “keputusanku tetap sama, kamu ikut pindah ke Amsterdam dan mulai bicara dengan orang tuamu atau...” “Atau apa?” “Pikir sendiri jawabannya!” Jawabnya kemudian Ragnala beranjak pergi. Fayra ditinggal sendiri, merenungi pilihannya. Tentu saja Ragnala sudah mengatakan sejak awal kalau dia tidak bisa menjalani hubungan jarak jauh, memang ada banyak risiko dan tidak semua orang akan sanggup menjalaninya. Ya, Ragnala merupakan anak semata wayang, menjadikannya bertanggung jawab untuk meneruskan garis keturunan keluarga pun bisnis keluarga. Ada guncangan yang sempat dihadapinya, bahkan perusahaan keluarganya dulu ada yang sempat tak terselamatkan, hingga mereka memutuskan pindah ke Amsterdam dan sang Ayah berhasil mengambil alih salah satu perusahaan Startup E-commerce tersebar di berbagai negara yang kantornya memang berpusat di sana, kini diteruskan oleh Ragnala. Lainnya kecintaan terhadap olahraga terkhusus sepak bola, membuat Ragnala pun beberapa tahun lalu beranikan diri membeli saham, kemudian kini jadi pemegang saham prioritas utama untuk sekolah sepak bola dan agensi para pemainnya. Setelah pembicaraan malam itu, Ragnala tidak akan mau kembali membahasnya. Sekali ia sampaikan keputusan, biasanya tak bisa digoyahkan lagi. Jadi, tepat saat ada acara makan malam di rumah besar keluarganya. Fayra memutuskan untuk bicara pada semua keluarganya. Ia mempersiapkan diri dengan pilihannya, sekali pun terasa berat. “Di mana Ragnala?” tanya salah satu kakaknya, Sky. Kakak lainnya memang masih menetap di London, setelah pernikahannya, Sagara dan Felora kembali ke sana. Mereka sedang menyelesaikan pendidikan. Ini juga yang membuat Fayra berat, dengan keputusannya, artinya akan ada satu lagi yang jauh dari keluarga, terutama ia menetap di sana, mungkin seterusnya selama mereka bersama. “Dia menyusul nanti,” “Menyusul atau absen kembali? Dia selalu punya alasan sibuk kalau acara dengan keluarganya!” Sky melemparkan sarkasmenya. Fayra menghela napas dalam, “Ka Sky memang setiap saat menunjukkan nggak sukanya sama suamiku, ya?” “Aku tidak akan menutupi kenyataan masih meragukannya.” Jawab Sky dengan santai. Fayra sudah siap menjawab, beruntung saat Rigel, putra pertama Sky datang. Fayra menahan diri sambil berharap memang Ragnala datang, jangan sampai tidak datang lagi dan hanya akan menciptakan celah untuk Sky bersikap dingin. Fayra baru benar-benar bisa bernapas lega saat Ragnala tiba, bersikap sopan terutama di hadapan Grandmom Anna, “akan tambah lengkap kalau Sagara dan Felora juga ada di sini.” kata Anna. Kesedihan karena kehilangan pasangan hidup sang Nenek, membuat Fayra tahu bila Anna atau pun keluarga mereka berharap dekat. Tak ada jarak lagi, dengan kebersamaan, kesedihan bisa mereka lalui bersama. Namun, justru Fayra dan Ragnala harus memberitahu satu hal pahit tentang keputusan mereka. Fayra menunggu semua lengkap di meja makan, seluruh keluarganya sedang berkumpul. Makan dengan tenang, sampai Fayra meletakkan alat makannya dan minum lebih dulu. “Hm, bisa minta perhatian kalian semua, sebentar...” Lainnya langsung berhenti, lalu menarik atensi penuh padanya. Tanpa terkecuali sang suami, Ragnala jadi satu-satunya yang tahu, akan kalimat pemberitahuan yang segera Fayra beritahu. Seperti ucapannya dua minggu lalu, Fayra sendiri yang akan menyampaikan pada keluarganya mengenai keputusannya. “Ada apa, Fayra?” tanya Papa Alyan yang lebih dulu mewakili. Fayra menarik kedua tangannya ke atas pangkuan, mengepal kuat sambil ia tarik napas dalam-dalam. Dia menoleh pada Ragnala, “ada yang ingin kami sampaikan, kami menunggu semua orang berkumpul.” Semua menerka-nerka sekiranya yang akan Fayra sampaikan, sampai Sky kembali bicara, “baru dua minggu pernikahan kalian, berita seperti apa yang akan disampaikan? Kuharap, yang ada di pikiranku tidak benar—“ “Bukan, aku belum hamil.” Fayra segera meluruskan. Bagaimana bisa ia mengumumkan kehamilan sekarang, saat ia benar-benar baru disentuh Ragnala pun setelah pernikahan, bahkan lebih tepatnya keesokan harinya. “Sky, dengarkan adikmu lebih dulu.” Tegur Papa. Ragnala menoleh, menatap kegelisahan istrinya. Tadinya ia ingin membiarkan dan melihat Fayra beritahu, mewakilinya pada seluruh keluarga. Tetapi, Ragnala tidak tega juga sebab tahu betapa berat Fayra harus menyampaikannya. “Biar aku saja,” pada akhirnya dia mengambil alih. Fayra menatap suaminya, dia pikir Ragnala benar-benar tidak mau peduli, Fayra yang pilih menunda beritahu dan ia sendiri yang harus bertanggung jawab menjelaskan. “Mungkin yang akan kami sampaikan, membuat Papa-Mama, pun seluruh keluarga keberatan. Sejujurnya dari awal, jauh sebelum pernikahan kami, aku sudah sampaikan pada Fayra kalau setelah menikah, ditahun ini, aku harus kembali ke Amsterdam. Seperti yang kalian tahu, pusat bisnisku memang sudah berjalan di sana.” Tidak ada yang langsung menanggapi, bahkan Sky yang biasanya langsung bereaksi hanya menatap mereka. “Ini maksudmu, kalian akan LDR—“ “Aku sudah memutuskan untuk ikut pindah bersama suamiku ke Amsterdam.” Fayra memperjelas, menjawab kalimat Papa yang bahkan belum selesai disampaikan. “Pindah?” ulang Mama sebab sebelumnya tidak ada wacana yang sama akan kepindahan yang dimaksud putrinya. Fayra mengangguk, “aku tahu kalau kalian berat mendapati aku ikut jauh, seperti Ka Sagara dan Felora. Terutama kami memang akan menetap di sana. Tapi, kami tidak mungkin jalani hubungan jarak jauh, Ragnala akan sibuk Mama... Aku juga tidak mau jauh dari suamiku.” Semua terdiam mendengar keputusan Fayra, “kamu belum pernah pergi jauh dari kami selama itu, Fayra... pikirkan lagi.” Saking jadi putri kesayangan semua orang, Fayra memang tidak pernah lama-lama jauh dari keluarga. Bila kakak-kakaknya menempuh pendidikan tinggi hingga ke luar negeri, maka Fayra tetap di Jakarta dengan penjagaan yang ditempatkan keluarga. “Aku sudah menikah, Mama. Bukankah kewajibanku mengikuti ke mana suamiku pergi, dan akan tinggal?” Ragnala menatap Fayra sepanjang istrinya itu terus menjawab dan berusaha meyakinkan keluarganya akan keputusannya untuk ikut dengan Ragnala pindah ke Amsterdam. Salah satu iparnya, Sky memang terlihat yang paling menentang. Terjadi perdebatan yang membuat suasana menjadi tegang. “Ragnala yang memaksa kamu untuk ikut ke Amsterdam?” Tuduh Sky dengan tatapan penuh ajakan perang dingin terhadap iparnya. “Kalau pun Ragnala memaksa, apa yang salah? Ka Sky saja tidak bisa jauh berlama-lama dari Ka Sea.” Ia balikkan kata-kata kakaknya. “Kita lagi bahan kamu dan Ragnala, bukan aku! Aku mengatakan ini karena masih tidak bisa memercayai Ragnala!” “Kalau begitu, belajar memercayai suamiku!” “Fayra—“ “Berhenti, kalian malah berdebat!” Papa segera mencegah perdebatan lebih lanjut. Ia menatap putrinya juga putranya, lalu jatuh menatap menantunya lekat-lekat yang sejak tadi diam. Papa Alyan lalu berdiri, “Ragnala ikut Papa, kita bicara berdua.” “Sebelum kamu ajak bicara menantumu, ada benarnya yang Fayra katakan.” Sang Grandmom Anna yang sejak tadi diam ikut bicara. “Kita akan jauh merasa bersalah bila menghalangi Fayra ikut suaminya, lalu jangan sampai dikemudian hari karena keegoisan kita yang menahan putri kita tetap bersama kita, justru membuat pernikahannya terancam gagal. Dia sudah dinikahi Ragnala, artinya Fayra memang tanggung jawab Ragnala sepenuhnya, sesayang apa pun kita pada Fayra, dia bukan lagi hanya putri Alyan-Fay maupun adik bungsu kamu, Sky. Dia sudah jadi seorang istri. Terutama Fayra sudah terlihat begitu yakin dengan keputusannya untuk ikut Ragnala.” Fayra menatap neneknya, dia paling mengkhawatirkan keputusannya akan melukai Anna yang belum lama kehilangan. Fayra berdiri, menghampiri neneknya, memeluknya dari belakang. “Aku tahu Grandmom akan mendukungku, sebagaimana mendukungku bersama Ragnala.” Anna mengusap sisi wajah sang cucu kesayangan, berat tetapi memang tak ada pilihan setelah seorang perempuan menikah, kewajiban ikuti suaminya. Sementara itu sang kakak, Sky yang tidak menyukai situasinya, segera berdiri dan pilih meninggalkan makan malam yang tidak selesai. Entah mengapa sang Kakak begitu sulit memercayai Ragnala, Fayra berharap seiring waktu bisa membuktikan kecemasan Sky terhadap mereka, salah dan tidak tepat. Sementara itu, diam-diam Ragnala menarik senyumnya tipis, sangat menyukai cara istrinya menghadapi keluarganya terutama Sky untuk pilih bersamanya. Seperti ia yakini, mendapatkan cinta Fayra, sama dengan mendapatkan kendali terhadap kehidupan gadis itu.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD