Author P.O.V
Jakarta, Indonesia
Universitas Menhag Jakarta,
Diruang belajar jurusan Komunikasi, nampak seorang gadis cantik sedang menunduk sedih lantaran merasa bersalah. Gadis cantik bernama Almira itu tahu betul bahwa keputusannya yang mendadak membuat sahabatnya Yuna jadi kecewa.
“Maaf, Yun. Aku tidak punya pilihan lain,”
“Tapi tidak begini caranya juga, Mir. Masak iya kamu mau nikah kontrak. Kalau Ibumu sampai tahu dia pasti sangat kecewa. Almira, pernikahan itu hal yang sakral. Kamu tidak bisa mengambil keputusan sembarangan seperti ini,”
“Aku tahu, Yuna. Tapi mau bagaimana lagi? Semua menumpuk seperti bola salju. Semakin besar dan semakin besar. Aku....”
“Kan aku sudah bilang akan membantumu, Mir,” potong Yuna dengan cepat
“Sampai kapan, Yun? Sampai kapan kamu akan membantuku? Apa kamu sudah lupa jika kamu juga berjuang untuk hidup? Ingat, kita ini perintis bukan pewaris. Pikirkan nenekmu. Pikirkan masa depanmu. Aku tidak mungkin terus–menerus merepotkanmu. Sudah cukup. Tabunganmu selalu berkurang karenaku,”
“Tapi aku ikhlas, Mira,”
“I know. Aku tahu sebaik apa dirimu. Sebab itulah aku sangat malu. Kamu masih ingat kan janjimu untuk merenovasi rumah nenekmu di Bandung? Jika tabunganmu terus berkurang, kapan selesainya?”
Yuna terdiam mendengar kata–kata Almira.
“Sudahlah, Yun. Kamu tahu betul kehidupanku seperti apa. Tiap hari kerja sana–sini, rasanya tidak pernah cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup keluargaku. Entah biaya kuliahku, sekolah adikku, obat ibuku, biaya kos, biaya harian seperti makan, listrik dan lain sebagainya. Ditambah lagi hutang bank yang diwariskan almarhum Ayahku tiap bulannya. Semuanya begitu berat dipikul. Aku bukan tidak ikhlas, Yuna. Aku hanya lelah. Ingin istirahat sebentar. Apakah tidak boleh?” ucap Almira dengan wajah yang sendu
Mata bening Almira nampak berkaca–kaca.
“Tujuh tahun aku bekerja. Dari pagi sampai malam. Pulang sekolah jualan. Malampun masih jualan. Begitu terus setiap hari. Tak ada kata libur ataupun tanggal merah. But, it’s no problem. Bahkan meski aku sering diejek miskin, i don’t care. Yang penting Ibu dan Adikku bisa makan dan hidup dengan tenang. Tahu dalam hati ingin sekali merasakan nikmatnya masa remaja. Ingin bermain dan bercanda bersama teman–teman. Tapi gimana, ini hidupku, dan aku harus menerimanya. Setidaknya dibalik ini semua aku bahagia, karena akhirnya bisa kuliah melalui program beasiswa. Namun lagi dan lagi ujian datang menghampiri. Beasiswaku dicabut karena aku ijin cuti selama 3 bulan. Tapi mau bagaimana lagi? Saat itu ibuku jatuh sakit dan membutuhkanku di Surabaya. Aku tidak ingin kehilangan dia. Cukup Ayah dan Kakakku,” tutur Almira kembali menunduk
Yuna yang paham langsung mendekat dan mengelus bahu Almira seolah memberi ketenangan.
“Aku bersyukur di tengah ketidakberdayaanku sekarang, ada orang kaya yang mau menolongku. Meski caranya berbeda. Tapi tidak apa–apa. Yang penting ibuku bisa kembali sehat dan tidak sakit–sakitan lagi. Sekaligus adikku bisa sekolah dengan tenang tanpa memikirkan biaya sekolahnya. Miris memang memilih jalan ini untuk ditempuh. But, i’m okay. Toh hal ini hanya sebentar. Mungkin 1 atau 2 tahun selesai. Nantinya juga akan kembali normal. Anggap saja aku sedang tidak tahu malu,” lanjut Almira menatap mata sahabatnya
Mendengar hal itu wajah Yuna berubah sedih. Seakan ikut merasakan perjuangan hidup sahabatnya.
“Memangnya kamu yakin Mir hanya sebentar? Kalau sampai selamanya gimana?”
“Gak mungkin. Bapak tua itu bilang hanya sampai perusahaannya yang disini kembali normal, dan Isabella berhasil dioperasi,”
“Memangnya kapan jadwal operasinya?”
“Nah itu dia aku tidak tahu. Soalnya Bapak itu bilang Isabella bisa dioperasi asal keadaannya normal. Terakhir dicek katanya itu anak masih belum stabil. Gak tahu apanya. Mungkin seperti tekanan darah, jantung dan lainnya kali. Sampai saat ini masih menjalani obat,”
“Oh gitu,” singkat Yuna manggut–manggut
“Terus masalah operasi ini kamu sudah pikirkan matang–matang belum? Takutnya nanti malah terjadi apa–apa lagi sama kamu,” lanjut Yuna khawatir
“Sudah kok, Yun. Awalnya aku sedikit ragu. Tapi pada saat aku bertemu dengan anak itu pertamakali, hatiku jadi luluh dan ikut sedih. Apalagi saat lihat wajah polosnya. Jadi aku putuskan untuk membantu. Gak ada salahnya kan? Masa depan dia masih panjang juga. Kasihan. Tidak tega rasanya melihat anak sekecil itu harus menanggung beban yang berat. Apalagi orangtuanya sudah meninggal. Seperti aku melihat diriku sendiri,” tutur Almira kembali mengingat pertemuannya dengan Isabella 1 minggu yang lalu
“Jadi anak itu sudah tahu kalau orangtuanya sudah meninggal?”
“Tidak. Keluarga mereka beralasan kalau orangtuanya lagi mengerjakan proyek besar di luar negeri. Dan itu juga sudah disampaikan kepadaku agar menerapkan hal yang sama demi menjaga kesehatan mentalnya,”
Yuna mengangguk lagi tanda mengerti.
“Jadi nanti kamu bakal satu rumah dengan dia?”
“Iya. Selain sama orang yang bakal jadi suamiku itu, ya sama Isabella juga,”
“Hemm. Yasudahlah terserah kamu. Yang jelas sebagai sahabat, aku hanya bisa mensupport dan mendoakan yang terbaik untukmu,”
“Makasih banyak ya, Yun. Kamu adalah sahabat terbaikku,” ucap Almira tersenyum cantik
“Ohya, Mir. Katanya calon suamimu dari kalangan pengusaha. Emang siapa sih? Terkenalkah?”
“Entahlah. Dari fotonya aku belum pernah lihat sama sekali. Terasa asing. Sepertinya dia menetap di Jerman sejak dulu,”
“Oyah? Emang siapa namanya?”
“Alvin Kenward,” singkat Almira
“Kenward? Kok kayak gak asing ya nama itu? Nama perusahaannya apa?”
“KEZO Company,”
“WHAT?? Serius kamu?”
“Iya serius. Emang kenapa?”
“Wah gila lo, Mir. Kamu tahukan KEZO itu perusahaan apa?”
“Tahulah. Keuangan kan?”
“Tidak hanya itu, Almira. KEZO Company adalah salah satu perusahaan keuangan terbesar di Jakarta. Perusahaan itu terkenal dengan sebutan Big Four tahu gak,”
“Big Four?”
“Iya. Big Four. Four berarti empat perusahaan keluarga Kenward. Dan perusahaan – perusahaan itu dikelola oleh keempat anaknya,”
“Iyakah? Banyak banget,”
“Iyalah banyak. Itukan turun–temurun dari Kakeknya. Asal kamu tahu ya, Mir. Keempat perusahaan tersebut sangat terkenal. Selain sebutan Big Four, mereka juga dikenal dengan sebutan empat bersaudara. Kantor pusatnya ada di Jerman. Namanya K-Global. Kedua ada disini, KEZO Company. Ketiga ada di US, namanya KMart. Dan keempat ada di Prancis, namanya KStar. Bidangnya berbeda–beda. Jerman dan Jakarta itu keuangan. Di US bisnis dan properti. Sedangkan di Prancis itu fashion,” terang Yuna panjang lebar
Almira melongo mendengar penjelasan dari sahabatnya.
“Kok bisa kamu tahu semua ini? Macam pengamat saja kamu,”
“Bisalah. Ini semua berawal dari tas,”
“Tas?”
Almira mengerutkan dahinya
“Iya tas. Tas baruku ini,” tutur Yuna memperlihatkan tas barunya yang dibeli beberapa bulan yanglalu
“Kamu tahukan betapa aku ingin sekali membeli tas ini?” lanjut Yuna lagi
“Tahulah. Sampai mau gila kamu,”
“Hahaha. Ya karena memang sebagus itu design-nya, Mir. Sampai terkenal dimana-mana. Dan setelah 2 tahun menabung, akhirnya bisa kebeli juga,”
“Ya-ya ya-ya. Terus apa hubungannya keluarga Kenward dengan tas barumu ini?” tanya Almira masih tak mengerti
“Yaelah ini anak belum paham juga. Nih lihat baik–baik bentuk logonya. Bintang. Dan lihat disamping logonya ada huruf apa,” ucap Yuna memperlihatkan tasnya sekali lagi
“Huruf K,” lirih Almira membaca logo tersebut
“Tunggu. Jangan bilang maksudnya ini KStar?” lanjut Almira mulai tersadar
“That’s right baby. Tas ini keluarga Kenward punya. Dan siapa sangka pemilik dari perusahaan tersebut nantinya akan menjadi bagian dari keluargamu. Sungguh hebat. Wow. Seorang Almira Salsabila akan menjadi bagian dari keluarga Big Four. Amazing,” ucap Yuna sambil bertepuk tangan
“Hemm. Hebat apanya? Kamu lupa jika pernikahanku hanya sebatas kontrak?”
“Ya terus kenapa? Itu kan juga prestasi. Setidaknya nanti kamu bakal banyak dikenal orang. Gak kebayang nanti wajahmu banyak tampil dimana–mana,”
“Ngayal. Itu tidak mungkin ya. Jika menikah kontrak, otomatis profilku akan disembunyikan,”
“Hah? Iyakah?”
“Iyalah. Namanya juga menikah atas perjanjian. Diam-diam lagi. Biasanya yang kayak gitu gak boleh ngungkapin identitas. Kecuali dari pihak mereka sendiri. Harus berhati–hati dan jaga sikap. Harus tahu diri dan patuh pada perintah mereka,”
“Oo gitu,” singkat Yuna manggut–manggut
“Yang kayak gitu termasuk kejam gak sih?” lanjut Yuna lagi
“Bukan kejam, tapi realistis. Lihat siapa aku dan siapa mereka. Bagai bumi dan langit. Apalagi tadi kamu bilang bagaimana terkenalnya perusahaan mereka. Otomatis pengaruhnya amat besar. Orang–orang sekelas mereka tidak mungkin mau mengambil resiko. Itu sama halnya bunuh diri,”
Yuna menganggukkan kepala lagi tanda mengerti
“Eh bentar. Aku penasaran sama wajah suamimu. Soalnya keluarga Kenward itu memiliki tiga anak laki–laki, dan satu anak perempuan. Aku hanya tahu yang ada disini. Namanya Jimmy Kenward. Dia tampan. Sisanya aku gak tahu. Siapa dah namanya?”
“Alvin Kenward,”
Yuna mengangguk dan langsung membuka handphonenya untuk mencari tahu. Hanya hitungan detik, wajah Yuna yang datar langsung berubah merah.
“Ini bukan orangnya?” tanya Yuna memperlihatkan sebuah foto di internet
“Ya. Dia yang bernama Alvin,” tutur Almira mengiyakan
“Oh My God. Sumpah demi apa? Dia tampan sekali Almira. Lebih tampan dari Kakaknya. Padahal hanya foto saja loh ini. Tapi lihat matanya, hidungnya, bahkan bibirnya. Oh s**t. Tidak bisa ini, tidak bisa. Ini sungguh keterlaluan tampannya. Almira, kamu beruntung banget sih. Aku iri tauk,” racau Yuna tak karuan
“Aiihh. Perasaan baru tadi kamu yang bilang kecewa padaku,” tutur Almira seolah bingung dengan sikap sahabatnya
“Hehe. Maaf khilaf,” ucap Yuna sambil menggaruk tengkuknya yang tidak gatal
“Eh tapi dipikir–pikir ini orang layak diperjuangkan sih, Mir,” lanjut Yuna lagi
“Maksud kamu?” tanya Almira tak mengerti
“Ya meskipun ini hanya pernikahan kontrak, tapi cobalah untuk memikat hatinya. Siapa tahu nanti lama–lama dia jatuh cinta sama kamu. Lumayankan sekali dayung dua pulau terlampaui. Hahaha,”
“Asem lo,” teriak Almira melempar buku catatannya
Akhirnya mereka berdua tertawa terbahak – bahak. Persahabatan yang hangat dan bernilai. Dua wanita tangguh dan pekerja keras. Meski mereka sama–sama tahu apa yang sedang mereka hadapi, dan kehidupan seperti apa yang mereka jalani. Namun mereka tidak pernah lelah berharap untuk memiliki hari esok yang lebih baik.
TBC.