Eps 3 Firts Time

2146 Words
Author P.O.V 2 Minggu kemudian, Rumah Istana putih, “Selamat datang di Istana putih Nona Almira,” ucap para pekerja di rumah tersebut Baik itu pelayan maupun penjaga, semua menunduk hormat kepada Almira. Almira yang baru tiba mendapat sambutan seperti itu langsung merasa kikuk. Dia tidak tahu harus berkata apa. Alhasil dia hanya menunduk sambil tersenyum ke arah mereka satu per satu. Baru beberapa langkah Almira berhenti tatkala tertegun melihat megahnya rumah itu. Dia mengedarkan pandangannya sambil berdecak kagum. “Benar–benar seperti istana,” batin Almira menggeleng “Ehem. Nona Almira,” sapa seseorang tiba–tiba “Eh iya,” ucap Almira kaget Dia menoleh ke arah belakang dan mendapati seorang pria sedang berdiri menatapnya sambil tersenyum. “Anda....” “Perkenalkan. Nama saya Jefri Hans. Biasa dipanggil Jefri. Saya adalah asisten pribadi Pak Alvin,” potong seorang pria bernama Jefri itu “Ohya Pak Jefri. Salam kenal ya,” tutur Almira tersenyum ramah “Salam kenal juga Nona Almira. Mari Non, ikuti saya,” ucap Jefri dan langsung pergi Dengan menggeret koper besarnya, Almira mengikuti langkah Jefri dari belakang. Sesaat kemudian, Almira telah sampai diruang keluarga yang sangat luas. Bahkan saking luasnya ada sofa panjang yang berbentuk setengah lingkaran besar. “Silahkan duduk, Non,” ucap Jefri seraya mempersilahkan Almira yang masih melongo lantas mengangguk dan duduk dengan tenang. “Sebelumnya saya mewakili keluarga besar Pak Alvin ingin mengucapkan selamat datang di rumah kami. Maaf baru memberi kabar. Soalnya dari kemarin–kemarin keluarga Pak Alvin lagi sibuk mengurus beberapa hal yang penting. Salah satunya mengenai kontrak pernikahan Pak Alvin dan Nona Almira,” tutur Jefri menjelaskan “Tidak apa–apa kok, Pak. Saya bisa mengerti,” ucap Almira tersenyum ramah “Baiklah langsung saja ya, Non. Ini beberapa berkas yang harus Nona tandatangani. Pertama surat nikah. Kedua perjanjian kontrak pernikahan. Dan ketiga berisi tentang hak dan kewajiban Nona selama menjadi istri dari Pak Alvin. Silahkan Nona baca dulu dengan cermat sebelum ditandatangani,” Almira menerima semua berkas itu dan membacanya satu per satu. “Jerman?” lirih Almira mengangkat alisnya “Ya, Non. Surat nikah itu akan didaftarkan dicatatan sipil Jerman. Karena jika di Jakarta prosesnya rumit. Selain itu untuk berjaga–jaga takut ada media yang mempublish. Sedangkan kalau di Jerman, semua data akan aman. Sebab keluarga Pak Alvin bisa dengan mudah mengendalikannya,” terang Jefri dengan sopan Almira mengangguk dan dengan pelan membubuhkan tandatangannya. Ada seberkas kesedihan di mata Almira. Seolah hatinya berat menerima. Namun dirinya tidak memiliki pilihan lain. “Maafin Almira ya, Bu. Almira menikah tanpa sepengetahuan Ibu. Almira memilih jalan ini agar Ibu secepatnya bisa kembali sehat dan tidak sakit–sakitan lagi,” batin Almira berkaca – kaca Setelah selesai, Almira melanjutkan keberkas yang kedua. Yaitu perjanjian kontrak pernikahan. Tak butuh waktu lama, Almira langsung menandatangani kontrak perjanjian itu. Sebab dia sendiri sudah tahu apa yang harus dilakukannya. “Pak, apakah semua orang yang ada disini tahu jika saya istri dari Pak Alvin?” “Iya, Non. Tentu saja. Hanya Non Isabella yang tidak tahu,” “Loh kenapa?” “Karena nanti kamar Non dan Pak Alvin akan berbeda. Jadi untuk menghindari pertanyaan yang tidak penting, lebih baik tidak tahu. Apalagi ini menyangkut rahasia besar keluarga Kenward. Biasanya anak kecil itu cenderung polos. Takutnya sampai bocor kemana–mana,” “Ohgitu. Terus kalau dia bertanya status saya disini, saya harus jawab apa?” “Jawab saja sepupu jauh dari Pak Alvin,” “Sepupu jauh? Itu terdengar konyol, sementara keluarga ini asli Jerman,” Mendengar hal tersebut, Jefri langsung tersenyum “Mungkin Non Almira belum tahu kalau Neneknya Pak Alvin, alias Ibu dari Papanya Pak Alvin itu berasal dari Indonesia,” “Oyah?” “Iya Non. Makanya cabang pertama Big Four ada di Indonesia. Jadi jika nanti Non Isabella bertanya, bilang saja sepupu dari keluarga yang ada di Indonesia,” “Berarti disini masih ada kerabat lain dong?” “Sebenarnya sih tidak ada Non. Neneknya Pak Alvin anak tunggal. Dan orangtuanya sudah lama meninggal. Tapi tidak apa–apa kok. Tidak ada yang tahu tentang silsilah keluarga neneknya Pak Alvin. Jadi aman,” “Hemm. Baiklah,” singkat Almira mengangguk cepat “Terus selain para pekerja disini, siapa lagi yang tahu?” lanjut Almira bertanya “Para petinggi KEZO Company. Itupun tidak merata. Hanya yang berkepentingan saja,” “Jadi mereka tahu wajah saya?” “Tidak. Hanya status pernikahannya saja. Bukankah waktu itu papanya Pak Alvin sudah memberitahu Non tentang alasan kenapa meminta adanya pernikahan ini?” “Iya sudah kok, Pak. Saya hanya penasaran takut orang–orang pada tahu saya. Sementara saya masih menjalani kuliah,” “Non Almira tenang saja. Semua aman. Bahkan para pekerja disini juga sudah tahu apa yang harus mereka lakukan. Jadi tidak perlu merasa khawatir. Sekalipun hanya sebatas kontrak, mereka akan tetap menghargai Non sebagai Nyonya rumah disini,” Almira manggut–manggut mengerti. Selanjutnya Almira mengambil berkas yang ketiga. Dan betapa kagetnya dia saat membaca isinya. “Kenapa Non?” tanya Jefri penasaran karena melihat perubahan dari raut wajah Almira “I-ini semua bu-buat saya?” tanya Almira gagap “Iya Non. Apa ada yang kurang?” “Tidak. Justru ini kebanyakan. Seharusnya cukup terapi, pelunasan bank, dan biaya pendidikan saja Pak. Sebab hanya itu yang saya butuhkan. Tidak perlu sampai ada mahar. Terlebih ini hanya sebatas kontrak,” “Tidak apa–apa kok, Non. Meski hanya kontrak, pernikahan tetap pernikahan. Dan Nona Almira selaku pihak wanita harus diperlakukan sebagaimana mestinya,” “Masalahnya ini kebanyakan, Pak,” “Tidak apa-apa. Nanti bisa buat bayar kosan. Kan kata Non Almira sewa kosannya belum dibayar,” “Iya. Tapi saya bisa bayar sendiri nanti. Karena uang sewanya juga gak banyak,” “Tidak apa–apa, Non. Santai saja,” ucap Jefri tersenyum hangat “Gimana saya bisa santai melihat angka ini? Terus ini kenapa antara gaji dan bulanan berbeda?” “Gaji itu untuk upah Non Almira selama bekerja. Sedangkan bulanan itu adalah nafkah dari Pak Alvin selaku suami Non Almira,” Almira mengerti apa yang dimaksud Jefri. “Tapi ini 300 juta, Pak. Terlalu banyak. Lebih baik disamakan saja dengan gaji saya yang 50 juta. Itupun gaji 50 juta masih terlalu banyak untuk saya,” ucap Almira nampak resah Jefri tersenyum geli mendengar kalimat Almira. Cara dia memandang uang terlihat sekali bahwa dirinya tidak pernah memegang uang banyak. “Nona Almira. Uang bulanan 300 juta itu sangat wajar diberikan, mengingat latar belakang dari keluarga Pak Alvin. Jika nafkah yang diberikan hanya 50 juta, itu sama halnya melukai harga diri Pak Alvin. Dan Non Almira tenang saja ya, nafkah itu keluar dari rekening pribadi Pak Alvin. Jadi tidak akan ada masalah dikemudian hari,” Tak ada tanggapan dari Almira. Dia masih bingung dengan apa yang terjadi. “Lalu maksudnya tahunan ini apa, Pak?” tanya Almira lagi “Oh. Anggap saja itu bonus Non,” “Bonus Pak? Dua Milyar Bapak bilang bonus?” “Iya Non. Memangnya kenapa?” Almira benar–benar dibuat speechless dengan isi kontrak itu. Dia tidak menyangka bahwa cara kerja dan berfikir orang kaya sangat berbeda dengan dirinya yang datang dari kelas menengah ke bawah. “Ohya Non satu lagi. Kompensasi akan diberikan setelah masa kontrak selesai,” “Masih ada lagi?” “Eng... iya Non,” jawab Jefri dengan tampang tak berdosanya Tak ada lagi komentar. Almira hanya menekan dahinya yang terasa pusing mendadak. . Setelah 1 jam berlalu, Almira pergi ke kamar yang telah disediakan untuknya. Kamar Almira berada dilantai empat, berseberangan dengan kamar Alvin. Sesuai kesepakatan, bahwa kamar mereka akan berbeda. “Wooahhh,” seru Almira tatkala melihat kamarnya yang begitu luas dan indah “Ya Tuhan. Bagus sekali kamar ini,” ucap Almira merasa terharu Dia tidak menyangka bahwa impiannya yang sejak dulu ingin punya kamar bagus akhirnya tercapai juga. Bahkan lebih bagus dari ekspektasinya. Dan untuk pertamakalinya dia mencoba berbaringan di atas kasur yang besar. “Aduh empuknya,” ucapnya dengan mata yang tertutup “Trimakasih atas segala nikmat-Mu, Ya Tuhan. Aku bersyukur sekali. Meski aku tidak tahu ini benar atau salah, tapi yang pasti aku tahu bahwa Engkau tidak pernah meninggalkanku,” lanjut Almira dengan penuh rasa syukur Selang beberapa saat, matanya kembali terbuka. “Tadi Pak Jefri bilang kalau Alvin lagi di luar negeri, dan akan pulang 1 bulan lagi. Yes. Setidaknya untuk satu bulan ke depan aku tidak perlu cemas karena takut bertemu dengannya. Dan dalam satu bulan ini aku akan mencoba akrab dengan orang–orang di rumah ini, khususnya Isabella. Biar bagaimanapun aku harus menjalin komunikasi yang baik dengannya. Mengingat aku akan menjadi pendonornya. Terlebih lagi dia sudah tidak punya orangtua. Kasihan anak itu,” lirih Almira sedih Almira melihat arloji di lengan kirinya. “Hampir jam 7 malam. Aku harus secepatnya mandi. Jangan sampai aku telat makan malam,” Almira mengingat setiap detail peraturan yang ada di rumah itu. Termasuk jam makan. Baik itu diwaktu pagi maupun di malam hari. . Setibanya diruang makan, “Hai Isabella,” sapa Almira tersenyum Tak ada jawaban. Isabella hanya menganggukkan kepala sebagai balasan “Haduh mampus gak ada jawaban,” batin Almira mulai resah “Tante boleh duduk disini gak?” tanya Almira meminta ijin Isabella tak menjawab. Dia kembali menganggukkan kepalanya. “Sabar Mir. Sabar,” “Ohya. Isabella masih ingat Tante gak? Ituloh 2 minggu yang lalu saat kita bertemu di cafe Blink,” “Iya ingat. Tante ini adalah keluarga jauh dari eyang Lina kan?” “Iya. Kok tahu?” “Pak Jefri yang bilang. Memangnya hubungan keluarga yang seperti apa?” Almira belum menjawab. Dia nampak kebingungan untuk menjelaskan. “Jadi gini. Eyang Lina punya saudara. Saudaranya itu punya anak. Nah anaknya itu punya anak bernama Almira, yaitu Tante. Jadi secara tidak langsung Eyang Lina juga neneknya Tante,” tutur Almira menerangkan “Jadi kalau Eyang Lina neneknya Tante juga, berarti Bella ponakannya Tante, gitu?” “Iya betul. Isabella pinter deh,” puji Almira “Just call me, Bella,” “Oh oke,” singkat Almira kikuk “Tapi selama ini Bella kok gak pernah tahu? dan Tante juga gak pernah muncul?” “Itu karena selama ini Tante tinggal di Surabaya. Dan baru pindah ke Jakarta saat sudah kuliah. Makanya baru kelihatan sekarang,” “Oh gitu,” singkat Isabella mengerti “Gak apa-apa kan Tante ikut tinggal disini?” tanya Almira merasa khawatir “Ya it’s oke,” jawab Isabella cepat “Makasih ya,” Lagi–lagi tak ada jawaban. Almira hanya menghela napas pasrah. Selanjutnya Almira dan Isabella mulai makan malam. Namun diantara keduanya tak ada lagi suara. Bahkan Almira-pun sesekali hanya melirik Isabella yang cenderung cuek. Semua jadi terasa canggung. Entah pikiran darimana tiba-tiba Almira melihat ke arah jam tangan yang dipakai Isabella. “Bella suka kuromi ya?” tanya Almira basa-basi “Iya. Kok tahu?” “Ituh,” jawab Almira menunjuk pada jam tangan Isabella “Oh,” singkat Isabella datar “Sama seperti anaknya teman Tante berarti. Dia suka sekali sama kuromi,” “Oyah?” “Iya. Koleksinya banyak sekali di rumahnya. Mulai dari jam tangan, baju, tas, sepatu, gelang, jepit rambut, sampai alat makannya dia kuromi semua,” “Benarkah? Tante serius?” tanya Isabella nampak antusias “Iya, Tante serius,” “Kalau gitu kapan–kapan bawa Bella kesana ya. Bella pengen kenalan sama dia. Ya Tante ya? Please,” Melihat betapa antusiasnya Isabella, Almira hanya mengangguk dengan wajah melongonya. “Yeee makasih banyak ya, Tante. Tante baik deh,” ucap Isabella tersenyum ceria Almira tidak menyangka bahwa hal itu akan membuat Isabella senang. Dan semenjak kejadian itu, Almira dan Isabella jadi tambah akrab. . 1 bulan kemudian, Pagi yang sangat cerah. Sebuah mobil Rolls-Royce warna putih memasuki pekarangan rumah yang besar itu. Nampak sosok Alvin dengan setelan jas mahalnya keluar dari dalam mobil bersama sang asisten Jefri. Dia baru tiba dari dinas luar negeri. Alvin butuh istirahat untuk memulihkan tenaganya lagi. Namun baru akan melangkah ke dalam, kakinya berhenti tatkala melihat sesosok wanita berjalan ke arah gerbang dengan langkah tergesa–gesa. Wanita itu memakai tas ransel dan menggenggam buku tebal. “Siapa wanita itu?” tanya Alvin penasaran Jefri yang sedari tadi sibuk melihat jadwal harian Alvin di ponselnya seketika ikut menoleh. “Lah itukan istri bapak,” jawab Jefri dengan santainya “Istriku?” “Iya. Nyonya Almira. Bapak lupa kalau sudah punya Istri?” tanya balik Jefri sekenanya Mendengar pertanyaan seperti itu, Alvin langsung menoleh dan menatap tajam ke arah Jefri “Maaf Pak,” ucap Jefri menunduk takut “Terus kenapa dia bisa jalan kaki? Kemana si supir?” “Nyonya tidak mau diantar, Pak. Dia bilang lebih nyaman pergi sendiri kalau kuliah,” jawab Jefri menjelaskan “Hemm,” Entah apa yang dipikirkan Alvin. Yang jelas saat ini dia masih menatap kepergian wanita itu yang tak lain adalah Almira istrinya. TBC.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD