Eps 9 Speechless

1437 Words
Author P.O.V Sudah satu bulan lebih Almira berada di rumah keluarga Kenward yang ada di Jakarta. Rumah tersebut memiliki 5 lantai yang keseluruhannya berwarna putih. Bangunannya-pun memiliki struktur yang sangat cantik mirip seperti istana dalam dongeng. Jadi tidak heran jika rumah tersebut diberi nama Istana putih. Pagi ini dengan kegiatan yang sama sebelum berangkat kuliah, Almira sarapan bersama keluarga barunya. Yaitu dengan Alvin dan juga Isabella. Layaknya keluarga berada, bahkan cara makan Almira-pun mulai tertata dengan baik. “Weekend ini aku ijin mau mengajak Bella keluar,” tutur Almira membuka percakapan Mendengar hal tersebut Alvin yang tadinya masih sibuk memegang handphone langsung berhenti seketika “Keluar kemana?” “Ke kosan temanku. Ibu kosnya memiliki anak perempuan seusia Isabella. Kebetulan dia juga suka kartun yang sama yaitu kuromi. Dan Isabella ingin bertemu dengan anak itu,” “Hanya karena menyukai hal yang sama tidak harus bertemu kan?” “Loh memangnya kenapa? Hitung-hitungkan bisa nambah teman baru,” “Teman? Ciss,” cibir Alvin seolah mengejek “Ekspresimu kok gitu? Seperti tidak suka aja,” tutur Almira menautkan alisnya “Iya memang. Karena orang miskin tidak bisa berteman dengan orang kaya. Tidak sederajat,” “Apa maksudmu berkata seperti itu?” tanya Almira makin tak mengerti “Dengar ya, Almira. Aku tidak peduli dengan siapa kamu bergaul. Tapi jangan pernah kamu ajak Isabella ke dalam kelompokmu. Apalagi lingkungannya kumuh dan kampungan. Sungguh itu tidak setara dengan kita,” “OM ALVIN....” teriak Isabella tidak terima Almira yang kaget mendengar perkataan sarkas dari Alvin hanya menggelengkan kepala tak percaya. Kini Almira tahu penyebab baby sitter Isabella tidak pernah ikut makan bersama lagi. Hal itu karena sikap Alvin yang sangat keterlaluan. Padahal sewaktu awal Almira pindah, baby sitter ikut makan di meja yang sama. Namun semenjak kedatangan Alvin sudah tidak pernah lagi. Ketika ditanya hanya menjawab atas perintah Alvin. Bahkan dia sendiripun tidak tahu alasan tepatnya. “Mbak Eli,” panggil Almira pelan Mendengar majikan barunya memanggil, Eli langsung berlari menghadap. “Ya Non. Ada apa?” tanya Eli dengan sopan “Tolong antar Bella sekolah sekarang ya,” titah Almira lembut “Tapi ini belum waktunya, Non,” Mbak Eli heran karena tiba – tiba saja majikan barunya memerintah seperti itu. “Tidak apa – apa Mbak. Biar sekali – kali Bella berangkat lebih awal. Udara pagi sejuk kok dan menyehatkan. Kamu mau kan, Bel?” tanya Almira beralih pandang ke Isabella Sadar suasana sedang tidak baik – baik saja, Isabella langsung mengangguk cepat. Layaknya orang dewasa yang mencoba mengerti. “Baiklah Tante. Bella pamit berangkat dulu,” pamit Isabella kemudian “Oke cantik. Hati – hati ya sayang,” ucap Almira tersenyum hangat Melihat kejadian itu, Alvin sedikit kesal. “Beraninya kamu memerintah orang – orang di rumah ini,” tutur Alvin saat suasana kembali sepi “Kenapa? Apa tidak boleh? Bukankah kamu sendiri yang menekankan status hubungan kita tadi malam. Jadi sebagai istrimu yang sah, bukankah aku juga memiliki hak yangsama di rumah ini?” Mendengar ucapan yang berani dari Almira, wajah Alvin berubah merah. “Kamu....” “Kenapa? Salah lagi?” potong Almira cepat Tak ada jawaban dari Alvin. Dia masih menatap Almira dengan perasaan marah. “Baru tadi malam kamu menyuruhku untuk meminta ijin kemanapun aku pergi. Dan sekarang giliran aku meminta ijin, kamu malah seperti ini,” “Bukankah terserah aku mau menginjinkanmu atau tidak,” “Ya memang terserah kamu. Tapi apa harus kamu merendahkan oranglain dengan cara seperti tadi. Apalagi sampai didengar oleh Isabella. Dia masih anak – anak tidak mengerti apapun. Sepatutnya kita sebagai orang dewasa mencontohkan hal yang baik kepadanya,” “Jangan menasehatiku,” ucap Alvin penuh penekanan “Ya, aku tidak akan menasehatimu. Terserah kamu mau berbuat apapun. Tapi jangan pernah merendahkan orang – orangku. Dia temanku, tidak perlu kamu merendahkannya. Jika kamu tidak memberi ijin, cukup dengan bilang tidak. Tanpa harus menjatuhkan. Ingat, istri yang kamu nikahi sekarang yang saat ini berada dihadapanmu, juga berasal dari keluarga miskin,” tutur Almira marah dan berlalu meninggalkan Alvin “ALMIRA,” panggil Alvin setengah berteriak Namun sang empunya nama tidak peduli dan terus berjalan keluar. Jefri yang sedari tadi berdiri agak jauh dari ruang makan melihat hal itu langsung menghampiri Alvin. “Apa perlu saya tahan Pak, Nyonya?” “Tidak perlu,” singkat Alvin dan kembali diam Entah apa yang dipikirkannya saat ini. Yang jelas pandangannya jauh menatap ke depan. . Univesitas Menhag, “Kamu serius Alvin tidak memberi ijin?” tanya Yuna setengah tak percaya “Iya,” jawab Almira mengangguk cepat “Tapi kenapa? Kan cuma main di rumah ibu kos saja. Tidak akan kemana – mana juga,” “Duh gimana ngomongnya ya? Tidak mungkin aku menceritakan yang sebenarnya,” batin Almira bingung “Mir. Kenapa diam saja? Kamu dengar aku kan?” tanya Yuna mengibaskan tangannya di depan Almira “Eh iya. Dengar kok. Ya intinya dia gak ngijinin aja, Yun. Mungkin dia khawatir karena aku bawa Isabella keluar,” “Elah khawatirnya berlebihan. Toh sama kamu ini juga keluarnya,” “Hemm entahlah aku bingung. Yang pasti aku tidak tega melihat Isabella yang sudah antusias bertemu dengan anak itu,” “Kayaknya keponakanmu itu jarang bergaul ya?” “Iya. Mau bergaul gimana wong saat pulang langsung diantar oleh supir. Sampai rumah langsung les. Entah itu les matematika, bahasa inggris, bahasa prancis, piano, balet, berenang dan lain sebagainya. Pokoknya kegiatan dia banyak deh. Sampai – sampai aku gak tega melihatnya. Anak sekecil itu harus berdamai dengan keadaan. Bahkan cara berfikirnya-pun dewasa banget,” tutur Almira menjelaskan “Oooh. Jadi seperti itu cara orang kaya mendidik anaknya,” ucap Yuna ber O ria “Ya begitulah. Les itu memang baik. Tapi kalau terlalu banyak sampai membebani si anak jatuhnya juga kurang efisien. Dia juga ikut bimbingan manner loh tiap dua minggu sekali,” “What? Iyakah? Dia masih kecil loh, Mir,” “Itu dia yang aku tidak mengerti,” “Hemm. Pantas saja katamu dia seperti dewasa belum waktunya,” “Iya. Dia seperti tak punya waktu bermain. Sama seperti aku dulu. Bedanya dia digembleng karena diperintah. Sedang aku digembleng oleh keadaan,” tutur Almira merasa sedih “Sabar ya bestie. Daripada sedih terus, yuk kita ke kantin aja. Makan dulu. Urusan Isabella, kita pikirkan nanti aja lagi. Siapa tahu ada keajaiban dunia,” Crotttt.... Belum selesai Almira menjawab, perut Yuna keburu berbunyi. “Kamu laper ya?” “Hehe. Iya. Makanya aku ngajak ke kantin karena sudah gak tahan. Para cacing sudah dangdutan dari tadi,” Mendengar hal itu Almira langsung tertawa “Oke baiklah. Let’s go,” Kemudian kedua sahabat itu berjalan menuju kantin dengan canda sepanjang jalan. . Rumah Istana Putih, Malam harinya, Hening, Meja makan yang biasanya cenderung diwarnai oleh celoteh Isabella tiba – tiba saja berhenti. Semua nampak tenang. Bahkan Almira-pun tetap fokus makan tanpa menoleh kanan – kiri. “Bella selesai,” ucap Isabella memecah kesunyian “Tante, Bella ke atas duluan ya,” sambungnya lagi menatap Almira “Iya, Sayang. Jangan lupa kerjakan PR-nya ya,” tutur Almira lembut Isabella mengangguk cepat dan berlalu pergi. “Tunggu,” titah Alvin mengeluarkan suara Mendengar hal itu, Isabella langsung berhenti dan berbalik badan. “Kenapa kamu hanya berpamitan sama Tantemu? Kan disini juga ada Ommu?” “Oyah?” tanya balik Isabella dan langsung berjalan ke kamarnya “Anak itu....” “Tunggu,” cegah Almira saat Alvin hendak menyusul keponakannya “Biarkan dia sendiri dulu,” sambung Almira lagi “Kenapa? Apa dia masih marah soal tadi pagi? Aku tidak mengerti dengan kalian berdua. Padahal aku tidak merendahkan kalian. Tapi malah kalian yang sakit hati,” Mendengar hal tersebut, Almira semakin speechless dengan sikap Alvin. Sudut bibir kanan Almira kini terangkat. “Aku juga sudah kenyang. Aku pamit ke kamar dulu,” ucap Almira dan langsung berdiri “Oyah satu lagi,” Almira balik memutar arah menatap Alvin. “Sekali – kali kamu harus belajar merenung,” tutur Almira dan berlalu pergi . Sudah 2 jam lebih Alvin duduk di ruang kerjanya. Matanya menatap layar laptop, tapi pikirannya kemana – mana. Alvin terus memikirkan kata – kata Almira. Terlebih sikap keponakanya yang tiba – tiba berubah dingin. Saking gregetnya tangan Alvin sampai mengepal kuat. “s**t,” umpat Alvin dan berlalu pergi Dia melihat kamar Almira yang terbuka. Namun saat di cek tidak ada siapapun. “Kemana dia?” lirih Alvin pelan Dia mencari keseluruh ruangan. Hingga sampailah dia pada lantai dasar. Dari kejauhan dia melihat Almira duduk di taman belakang. Saat Alvin hendak menghampiri, tiba-tiba dia berhenti karena ternyata Almira tidak sendirian. Dia memperlambat laju jalannya. Deg, Perasaan Alvin tiba-tiba tak menentu. TBC.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD