Apa itu?

1408 Words
Sekitar tujuh hari atau satu bertepatan dengan satu minggu kemudian. Sepulang sekolah sebenarnya Mercy hendak menyelinap kabur saja untuk langsung keluar dari lingkungan sekilah. Semua itu sendiri karena ia memang ingin segera kembeli agar bisa menghindari kegiatan klub penyelesaian yang makin lama ia rasa hanya buat diri merasa makin lelah dan tak bertenaga saja. Rasanya sudah kehabisan atensi untuk lakukan semua kegiatan yang selalu dengan semangat akan Kharisma dan Sera utarakan untuk memancing semangat para anggota walau aslinya mungkin yang mereka cari itu ya hanya kebahagiaan diri sendiri saja, tidak lebih dari itu. Sebenarnya ia rasa sendiri memang tak ada yang salah atau tidak benar dengan klub itu. Ia rasa dalam pandangan anak yang selama ini menjalani hidup normal seperti anak lain seperti Feng mungkin itu sama sekali bukan hal yang aneh karena tujuan kegiatan yang mereka punya selama ini juga tuh sangat positif dan bermanfaat kok untuk para anak lain terlebih mereka yang memang membutuhkan bantuan dalam menghadapi masalah yang tak kuasa mereka hadapi atau selesaikan sendirian. Yang salah di sini itu ya hanya malah dirinya sendiri. Tidak lebih tidak kurang dan ia pun akan sangat menyadari hal itu. Tak ada yang salah dengan semua anak yang tergabung di dalam klub itu. Bahkan bisa jadi jika untuk seorang anak yang normal maka kegiatan yang klub itu lakukan bisa jadi sangat menyenangkan karena kegiatannya terkadang memang unik. Yang salah di sini memang malah dirinya sendiri yang tak bisa dengan cepat bmemosisikan diri dengan semua situasi yang telah terjadi. Selama ini ia tak pernah suka jadi topik obrolan yang ia rasa sangat basi dan tidak penting. Ia tak suka apa pun yang terjadi dengan kehidupannya terutama kehidupan pribadi yang memang sengaja tak ingin ia sebarluaskan ke anak lain sok dicari tau. Ia hanya ingin kembali ke kehidupannya yang efektif dan praktis. Walau ia harus berdiri di atas dunia seorang diri sekalipun. Tempat duduknya terletak di bagian ujung paling belakang ruangan yang dekat dengan pintu keluar. Dengan posisi yang menurutnya sendiri sangat ideal seperti itu, ia bisa dengan leluasa keluar kelas jauh sebelum Kharisma menyadari dan menyeret ia kembali ke ruang klub penyelesaian yang sama sekali tak menyelesaikan dan tidak menyenangkan. “Berdiri! Beri salam!” teriak Kharisma memberi salam pada guru sebelum kelas berakhir. Serempak anak-anak berdiri dan mengucapkan salam. Setelah itu Mercy segera bergerak cepat untuk melarikan diri. Namun belum sempat kakinya menginjak lorong, ia merasa ada yang menarik kerahnya. “Apa kamu lupa dengan kegiatan yang kita punya hari ini?” katanya tegas. “Se, Sera, aku harus pulang lebih cepet. Aku mau bantu Ibu masak,” jawab Mercy secepat mungkin dengan raut gugup. “Begitukah? Yang aku ingat sih kamu itu kan tinggal seorang diri ya di tempat ini,” tanya siswi itu seraya mengangkan pandangan dan menaruh satu jari telunjuk di dagu. Cih, memang alasan yang sangat bodoh dan tidak masuk akal, rutuk Mercy pada jawaban yang memang spontan saja keluar dari dalam kepalanya. “Hei, kalian semua udah nunggu lama ya? Kalau gitu ayo kita langsung cabut aja,” ajak Kharisma semangat sambil menggiring kedua temannya itu menuju ruangan klub kebanggaan mereka. “Kita tuh ngelakuin semua ini kan buat kamu. Kamunya jangan bersikap seperti anak-anak dong,” ucap Sera menuding sikap Mercy yang tak sesuai dengan ekspektasi. Sementara itu Mercy sendiri hanya bisa diam saja kala mendengar ucapan siswi itu. Perasaan sampai pertemuan mereka yang terakhir yang mereka bertiga lakukan di sana cuma bersenang-senang tidak jelas dengan dirinya. Semua hal tentang dia seenaknya dikulik seolah yang namanya privasi itu tak ada. Ditanyai banyak hal. Diselidiki sudah seperti seorang pencuri. Dan lagi-lagi mereka akan gunakan alasan sama yaitu karena Mercy menarik saja. Cih, mereka pikir aku itu mainan atau topeng monyet apa? Menarik mereka bilang? Awalnya Mercy masih berusaha menerima dengan lapang d**a saja jika alasannya memang seperti itu. Namun lama kelamaan ia mulai makin rasakan kesalahan. Tujuan klub ini berdiri sebenarnya apa, sih? Mengapa tak ada tindakan yang mendekati nama klub ini sendiri sejak kali pertama mereka bertemu dan mendirikan klub? Sekarang ia kembali ke ruangan ini. Menunggu berbagai macam pertanyaan selanjutnya. Seharusnya di minggu kedua pertemuan mereka ini, mereka sudah kehabisan bahan pertanyaan. Habis ia rasa semua tentang dirinya sudah ditanyai dan dikulik habis. Sampai berbagai macam hal yang tidak penting sekalipun sukses mereka kupas tuntas. “Feng belum dateng. Kita tunggu dulu dia sebelum mulai,” kata Kharisma. Sera mengangguk-anggukkan kepala saja. Sementara Mercy ya tidak peduli. Tak lama kemudian Feng datang dengan mendekap dua buah buku yang tak begitu tebal. Ia beralasan telat karena sepulang sekolah harus rapat komite dulu. “Hari ini kita mau mulai dari mana?” tanya Sera. Ia memang berperan aktif sebagai moderator di setiap pertemuan. Mercy mengangkat tangannya, “Bisa nggak hari ini kalian nggak usah ngepoin aku lagi?” “Padahal aku rasa semua fakta seputar Mercy itu daya tarik utama klub ini,” aku Kharisma. “Ah, aku rasa nggak juga,” kata Feng. “Ini kan klub penyelesaian. Bukan klub yang khusus untuk membahas atau selesaikan masalah Mercy saja. Seharusnya kita menyelesaikan sesuatu. Bukan hanya terus menerus membahas Mercy. Kan kasian dia anak pemalu nolep begitu malah jadi udah kayak selebriti aja. Mercy tuh gak gitu suka hal semacam ini. Kalian harus ingat itu!” perintah Feng tegas meminta semua anak di sana kecuali Mercy untuk ingat tujuan mereka berkumpul dan bertemu yang sebenarnya itu apa. Untung ada yang bisa mengutarakan isi hatinya. Karena sejak tadi, ia tak bisa menemukan kata yang pas untuk menghentikan semua perasaan kepo para anak itu. “Justru karena Mercy pemalu, kita harus biasakan dia agar gak jadi pemalu lagi, dong,” debat Kharisma. “Itulah wujud penyelesaian kita sama masalah yang Mercy miliki.” “Aku sangat setuju dengan anggapan itu,” dukung Sera. “Dia nggak pernah ngomong karena ngerasa nggak ada yang menarik dalam hidupnya. Padahal semua yang kita tanyain tentang dia tuh menarik. Mercy harus bisa menumbuhkan kepercayaan diri sama kemampuan yang dia punya sendiri.” “Semua orang di sini berhak membahas apa pun. Itu kan tujuan awal pendirian klub ini. Bukan cuma untuk membahas aku doang,” ucap Mercy yang mulai angkat bicara juga pada akhirnya. “Sebenarnya aku punya alasan kenapa ngomong seperti itu,” ucap Feng berusaha beranikan diri untuk bicara. “Berarti kamu pengen mengutarakan masalah kamu sekarang?” tanya Sera. Feng menjawab, “Tadi aku belajar sejarah. Guru menyebutkan sesuatu yang nggak kami pahami. Tapi sebelum beliau menjelaskannya, sudah waktunya pulang. Aku penasaran sama arti dari ucapan beliau.” “Jadi itu kenapa sikap kamu nggak biasa. Emang tentang apa sih? Mungkin aku bisa bantu,” tawar Kharisma. “Kharisma ini lumayan pinter lho di kelas,” promosi Sera. “Beliau mengutarakan sesuatu pakai bahasa yang bener-bener asing. Ucapannya tuh kayak mantra sihir begitu. Beliau bilang itu disebut macapat. Itu apaan, sih?” tanya Feng dengan raut dan intonasi suara serius. Sera dan Kharisma saling pandang. Tak seorang pun dari mereka yang pernah mendengar sesuatu bernama macapat. Jangan-jangan itu salah satu jampi untuk melet orang. Siapa tau. Tiba-tiba Kharisma teringat oleh sesuatu. “Kayaknya ini saat yang tepat buat menguji kemampuan pengetahuan otak setara dengan ensiklopedik-nya Mercy.” Mereka bertiga langsung memandang penuh harap ke arah Mercy. Pemuda itu masih tetap menatap dengan pandangan ikan matinya. “Macapat itu bentuk puisi tradisional Jawa,” jawabnya singkat. Menghemat energi. Feng sedikit terpukau dengan penuturan Mercy. Ia benar-benar tau. jadi tertantang untuk membuktikan lebih. “Terus kalau manikmaya itu apa?” “Manikmaya itu kumpulan mitologi Jawa yang ditulis dalam macapat. Lebih jelasnya, macapat adalah kumpulan lagu Jawa yang mencakup 11 pakem: dandhanggula, mijil, pocung, megatruh, gambuh, sinom, maskumambang, pangkur, durma, asmarandana, dan kinanthi. Tradisi macapat diperkirakan ada sejak jaman akhir kerajaan Majapahit.” “Mercy serba tau,” simpul Sera. Mercy langsung membalas, “Aku cuma kebetulan tau. Lagian itu pengetahuan umum.” “Tapi Mercy punya pengetahuan yang cukup aneh untuk anak seumuran kita. Kamu tau artis top The Pillars?” tanya Feng. “Aku malah nggak tertarik sama hal semacam itu itu,” balas Mercy dengan raut wajah tidak peduli. “Mungkin sebenernya Mercy itu autis atau yang semacam itu, ya,” kata Kharisma acuh tak acuh. Mercy tak peduli pada anggapan itu. Namun malah Sera dan Feng yang menganggap dengan serius. “Kharisma nih dingin banget, sih!” amuk Sera manja seraya memukuli salah satu lengan anak remaja laki-laki yang ada di dekatnya itu. Saat itu Kharisma hanya bisa merespon dengan tawa pendek, "Haha."
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD