Seperti yang telah David perintahkan tadi, Septian bergegas menuju ruangan atasannya ketika meeting telah selesai. Pria itu melangkah dengan kaki lebarnya tanpa memedulikan tatapan beberapa karyawan. Bukan karena pesona ketampanannya, tetapi akibat kedatangan Rachel juga Ryan di perusahaan Galaxy Corp.
Septian mengetok pintu ruangan David sebentar, menunggu suara sahutan dari dalam agar tidak terlalu lancang.
"Masuk."
Septian segera membuka daun pintu tersebut dan mendapati David tengah duduk di sofa khusus menyambut tamu.
CEO Galaxy Corp itu tengah bertumpu kaki sambil menikmati segelas kopi hangat yang baru saja di antarkan oleh salah satu Office girl.
"Tidak perlu membuang waktu, jelaskan saja apa yang saya lihat di ruangan meeting tadi," kata David dengan nada sedikit dingin. Wajah datar dan pembawaan David telah tertanam dari semenjak kecil , sehingga sulit di ubah.
"Apa yang Bapak lihat dan dengar memang benar, Pak. Ryan ... maksud saya tuan Ryan, telah memperkerjakan istri saya sebagai sekretarisnya," jelas Septian.
"Lalu, kamu membiarkan itu terjadi?" Salah satu alis David terangkat. Pria itu bukan penasaran dengan kehidupan Septian atau pun Rachel. Hanya saja, dia sedikit sensitif dengan aroma-aroma pengkhianatan. Terlebih akhir-akhir ini sedang marak karyawan mengkhianati atasannya demi sejumlah uang.
"Saya tidak bisa melakukan apa-apa saat istri saya ngotot ingin kembali bekerja. Saya sudah berusaha melarangnya, tapi dia tetap bersikeras dengan keputusannya," jawab Septian dengan sedikit drama. Pria itu diam-diam melihat reaksi David yang tampak tenang, tetapi, aura mendominasinya sangatlah kuat.
Terlebih saat David merubah posisi duduknya menjadi condong ke depan. Menumpu kedua siku di lulut masing-masing sambil menyatukan jari-jari tangan kekar tersebut. Hal itu semakin membuat Septian terintimidasi, belum lagi tatapan penuh selidik David.
"Bukan karena kamu mengkhianati saya, 'kan?"
"Itu tidak mungkin, Pak!" Septian tertawa canggung. Dia sangat tidak menyangka David akan mencurigainya seperti ini hanya karena kedatangan Rachel dan Rian.
Diam-diam tangan Septian mengepal di bawah meja, pria itu sedikit geram pada Rachel yang telah membuatnya berada di situasi seperti ini. Pria itu sedikit berpikir, memutar otaknya untuk mencari pembelaan dan menjelek-jelekkan Rachel, sekaligus menghilangkan kecurigaan sang atasan.
"Saya tidak mungkin mengkhianati, Pak David. Terlebih saya dan Rachel sebentar lagi akan berpisah."
"Berpisah?"
"Benar, Pak. Saya dan istri saya akan berpisah. Saya tidak suka dia bekerja kembali, apalagi bekerja di perusahaan D'universe, tapi dia tidak mau mendengarkan saya dan tetap ingin bekerja." Septian mengambil napas dalam-dalam sembari memikirkan alibi apalagi yang harus dia keluarkan agar bisa menjatuhkan Rachel tanpa menyeretnya.
"Apakah salah jika seorang suami menginginkan istrinya di rumah saja untuk melayani dan menyiapkan keperluan sang suami dengan baik? Saya hanya tidak ingin membuat istri saya lelah bekerja di kantor dan di rumah, itu tentu akan menyiksanya. Tapi dia tidak mau mendengarkan nasihat saya. Dia tetap mau bekerja dengan Ryan. Entah apa yang telah pria itu janjikan pada istri saya sehingga membangkang begitu kerasnya."
Hanya helaan napas yang terdengar usai Septian menjelaskan semuanya. David pun terdiam. Mencerna semua kalimat Septian. Dari pembicaraan itu, CEO Galaxy Corp dapat menyimpulkan Rachel bukanlah perempuan baik-baik.
Istri yang baik tidak mungkin membangkang pada perintah suaminya, terlebih bekerja dengan seorang pria.
"Saya curiga kalau mereka mempunyai hubungan dari sekedar rekan kerja. Sejak dia bekerja, dia banyak berubah, terutama penampilan."
David meneliti penampilan Septian dari atas sampai bawah, pria itu terus memindai hingga akhirnya menemukan celah untuk mempercayai semua ucapan bawahannya. Kemeja yang tidak terlalu rapi, bulu-bulu halus mulai tumbuh di sekitar rahang menandakan kurangnya pengurusan dalam rumah tangga.
Katakanlah David sok tahu tentang rumah tangga, padahal dia belum pernah mengalaminya. Tetapi, bukankah benar? Bahwasanya penampilan seorang suami bisa menjadi patokan seberapa ahli istri melayani.
"Cukup, kamu bisa pergi!" lerai David yang tidak ingin mendengar lebih jauh curhatan dari Septian. Yang ingin pria itu ketahui hanya keterlibatan Rachel yang mungkin saja menjadi mata-mata dua perusahaan besar.
David menghela napas panjang setelah Septian keluar dari ruangan kebesarannya. Pria itu menyandarkan tubuhnya pada sofa.
"Setidaknya mereka tidak ada konspirasi sedikit pun," gumam David. "Kasihan sekali Septian karena harus mendapatkan istri tidak tahu diri seperti Rachel. Semoga kelak saya tidak mendapatkan perempuan sepertinya."
David memejamkan mata untuk merelakskan tubuhnya, berbeda dengan Septian yang tersenyum lebar setelah berhasil keluar dari ruangan David, dia sangat yakin citra Rachel dan Ryan telah buruk di mata atasannya. Perebut dan perempuan tidak tahu diri akan menjadi gelar untuk mereka berdua. Selama Rachel tidak ingin kembali bersamanya, maka selama itu pula Septian akan selalu mengganggu hubungan mereka.
Seperti yang telah dia katakan sebelumnya, jika dia tidak bisa mendapatkan Rachel, maka orang lain pun sama.
***
Pertemuan dua perusahaan yang sempat menciptakan pro dan kontra di kalangan para karyawan yang mengenal dan tahu tentang hubungan pernikahan Rachel dan Septian, perlahan-lahan mulai menghilang dari permukaan seiring berjalannya waktu. Terlebih tidak adanya pembahasan lebih lanjut dari dua isu yang sedang dibicarakan.
Mereka terlalu fokus pada urusan masing-masing sehingga tidak memedulikan hal lain.
Namun, berbeda dengan hari ini ketika Rachel tiba-tiba mendapatkan kabar dari pengadilan yang mengharuskannya menghadiri sidang pertama perceraiannya. Rachel menghela napas dan menghentikan semua pekerjaannya sejenak.
Baru saja dia melupakan masalah sejenak, dia sekarang harus dihadapkan lagi dengan Septian, itu pun jika pria itu bersedia hadir.
"Kenapa wajahmu tampak murung seperti itu?" tanya Ryan yang baru saja datang. Pria itu meletakkan minuman dingin di atas meja kerja Rachel. Kebetulan Ryan baru dari luar untuk mengurus sesuatu.
"Hari ini aku harus menghadiri sidang perceraian," jawab Rachel.
"Bagus dong."
"Apa bagusnya?" tanya Rachel, dia semakin kelas melihat senyuman tidak berdosa sepupunya.
"Ya bagus. Artinya kita selangkah lebih maju dari perceraian. Bukannya kamu ingin cepat-cepat terbebas dari suami dan nenek bau tanah itu?"
"Namanya Reni."
"Sudahlah siapa pun namanya, dia nenek tua yang tidak tahu diri. Bergegaslah ke pengadilan dan ambil semua milikmu. Jadikan Septian dan Reni itu gelandangan!"
Tanpa memikirkan mood Rachel, Ryan menarik tangan lentik nan halus itu agar segera berdiri. Bahkan Ryan sangat antusias membereskan semua barang-barang Rachel dan memasukkan ke tas tangan tanpa diminta.
"Jam berapa sidangnya?"
"Setelah makan siang, masih banyak waktu."
"Sekarang sudah jam 11 siang, Rachel. Mari kita makan siang dan menuju pengadilan. Aku tidak sabar."
"Hey, di sini yang tersakiti aku atau kamu? Kenapa kamu yang terlalu bersemangat untuk bercerai?"
"Karena aku tidak ingin melihatmu bersedih lagi hanya karena pria modelan opet kayak Sep-sep itu!"