CUKUP SUDAH

1117 Words
Pagi hari seperti biasa, setelah Rachel menyiapkan sarapan, semua orang berkumpul. Mereka seperti menganggap Rachel sebagai pembantu. Terutama mertuanya sendiri. Dengan tanpa malu, dia mengambilkan sarapan buat Dita tanpa menyapa Rachel yang sudah lelah memasak. "Kamu harus makan banyak, Dita. Agar bertenaga," ucap Reni dengan ramahnya. Berbeda jika bicara dengannya. Rachel merasakan sesak di d**a melihat semua itu. Bagaimana dia bisa mengatakan kebenarannya jika mertuanya saja begitu menyayangi Dita? Bisa-bisa dia nanti dikatakan berbohong. Rachel menyayangkan, kenapa kemarin dia tidak merekam perbuatan mereka sebagai bukti untuk mertuanya? Mie goreng Aceh yang Rachel buat habis tiada tersisa. Padahal, dia juga lapar. Dita tanpa malu dan tanpa rasa berdosa menghabiskan tiga piring. "Dita, kenapa kamu menghabiskan mie gorengnya? Aku belum sarapan," ucap Rachel akhirnya. Dita menghentikan suapannya. Memandangi Reni, seperti meminta pembelaan atas ucapan Rachel. Dengan wajah memelas dia menjawab. "Maaf, Mbak Rachel. Aku nggak tahu kalau kamu belum sarapan. Ibu Reni memintaku makan banyak, tentu saja aku lakukan. Apa aku salah, Bu?" tanya Dita dengan suara mengiba. Mama mertuanya yang melihat dan mendengar semua itu mengangkat wajahnya. Dia memandangi Rachel tanpa kedip. Tidak ada rasa sayang sedikitpun pada menantunya. Padahal Rachel begitu menghormati wanita itu. Dari awal menikah, Rachel selalu saja mencoba mendekatkan diri pada wanita itu. Dia selalu menghormati dan mengikuti apa maunya. Namun, tidak juga mampu membuat sang ibu mertua terenyuh. Terkadang dia berpikir, apa salahnya sehingga wanita yang telah melahirkan suaminya itu tidak pernah ada sedikit rasa sayang? "Kamu ini selalu saja cari masalah. Apa nggak bisa melihat orang tenang. Kami sedang sarapan. Beri sedikit waktu. Masalah sepele aja dibesarkan. Kamu bisa masak lagi 'kan?" Mendengar Reni membelanya, Dita merasa di atas angin. Dia tersenyum sumringah. Dalam hatinya menertawakan nasib Rachel. Dita bertekad akan membuat Reni juga akan bertekuk lutut padanya. Seperti anaknya, Septian. "Ini bukan soal masaknya, Ma. Tapi sebagai tamu seharusnya Dita menghormati tuan rumah," ucap Rachel lagi. Reni tampak meradang mendengar ucapan Rachel. Dia menghempaskan sendok ke piring. Berdiri dari duduknya. "Dita, ayo kita berangkat lagi. Mau sarapan dengan tenang saja tak bisa. Septian, tolong ajari istri kamu itu sopan santun. Mama tahu dia sebenarnya menyindir mama, saat mengatakan tamu itu," ucap Reni dengan nada tinggi. Rachel menarik napas yang dalam melihat ibu mertuanya pergi dengan menarik tangan Dita pelan. Septian juga ikutan berdiri, menatap sang istri tajam. "Kamu kalau buat sarapan itu yang ikhlas. Seharusnya senang sarapan dihabiskan. Tandanya mereka menyukai masakan kamu," ucap Septian penuh penekanan. Pria itu lalu berjalan meninggalkan Rachel seorang diri. Rachel menatap kepergian sang suami dengan rasa sesak di dadanya. Kenapa semua jadi menyalahkan dirinya? Masih mampukah dia bertahan dalam rumah tangga yang semakin tidak sehat ini? *** Siang harinya Rachel memutuskan untuk pergi ke luar rumah. Dia ingin menenangkan pikirannya. Selama ini rasa cintanya pada Septian membuat dia mampu bertahan dalam rumah tangga hingga kini, telah dua tahun lamanya. Dia selalu saja menerima apa pun perlakuan dari mama mertuanya. Namun, perselingkuhan suaminya dengan Dita membuat dia berpikir kembali. Apa masih sama rasa cinta dan sayangnya pada sang suami? Entahlah! Dia sendiri tidak bisa menjawabnya. Meskipun sang suami sudah meminta maaf dan dia sendiri juga memaafkan perselingkuhan itu. Tetapi, melihat sikap Septian yang tidak berubah dan terus saja membuatnya sakit hati membuat Rachel kembali berpikir. Rasanya, dia tidak bisa mempercayai Septian sepenuhnya. Rasa percayanya pada pria itu terkikis setelah pria itu berselingkuh dengan Dita. Rachel memanggil taksi yang akan membawanya ke sebuah mall. Dia memang tidak memiliki mobil untuk pergi. Mobil satu-satunya di rumah ini digunakan sang suami. Tidak ada yang tahu jika sebenarnya Rachel mampu menyetir mobil. Hari ini dia ingin menghilangkan rasa penat di tubuh dan hatinya dengan mengelilingi mall. Tujuan pertama wanita itu sebuah restoran cepat saji. Dari pagi perutnya belum terisi. Setelah semua orang di rumah pergi, Rachel tidak membuat sarapan lagi untuknya. Tubuhnya sangat lelah untuk melakukan itu. Rachel menyantap menu kesukaannya dengan lahap. Telah lama rasanya dia tidak menikmati hidup begini. Setelah makan wanita itu berencana akan membeli baju untuk menyenangkan diri sendiri. "Bagaimana kalau aku beli baju haram untuk membuat Mas Septian terpikat dan melupakan Dita? Bukankah Mas Septian tergoda karena melihat keseksian wanita itu?" tanya Rachel pada diri sendiri. Setelah melakukan p********n, dia langsung menuju salah satu toko pakaian. Saat akan masuk, mata Rachel tertuju pada seseorang yang berada di toko seberang. Tepatnya toko yang menjual ponsel. Rachel tersenyum setelah memastikan jika orang yang berada di dalam toko itu adalah suaminya Septian. Dia kembali mengingat percakapan mereka kemarin malam. Rachel sempat mengeluhkan telepon selulernya yang agak sedikit lelet dan rusak karena tersiram air saat mencuci. Dia tidak menyangka jika suaminya itu dalam diam memperhatikan dirinya. "Pasti Mas Septian mau memberikan kejutan. Dia membeli ponsel karena keluhanku kemarin. Aku menyesal pagi tadi sempat kesal. Aku harus minta maaf," gumam Rachel dengan diri sendiri. Rachel berjalan dengan langkah pasti menuju toko itu. Mengabaikan niat awal untuk membeli baju haram. Tinggal beberapa langkah ke depan, kakinya berhenti bergerak. Tubuhnya terasa kaku melihat pemandangan di depan sana. Seorang wanita yang sangat dia kenal memeluk pinggang suaminya dengan mesra. "Tenyata kamu membohongi aku, Mas. Kamu tetap berhubungan dengan Dita. Cukup sudah kebodohanku, Mas. Aku tidak mau dipermainkan lagi!" ucap Rachel dalam hati. Hatinya sangat sakit melihat tingkah suaminya bersama Dita. Rachel bersembunyi di balik dinding, menyiapkan ponsel dan merekam semua yang terjadi. Saat Dita mengecup pipi suaminya tanpa rasa malu karena telah dibelikan ponsel juga saat keduanya berjalan mesra keluar dari toko itu. Rachel mengikuti keduanya. Mereka menuju parkir. Wanita itu segera masuk ke salah satu taksi yang mangkal di depan mall dan meminta supir mengikuti mobil Septian. Dadanya terasa sesak membayangkan pengkhianatan sang suami. Setengah jam perjalanan mobil Septian berhenti diparkiran sebuah hotel. Rachel membayar ongkos taksi dan langsung berlari mengikuti suami dari jarak yang cukup aman. Kedua orang yang tidak tahu malu itu telah selesai melakukan check-in, mereka berjalan menuju salah satu kamar. Rachel terus mengikuti dan tidak lupa merekam semuanya. Hingga keduanya masuk ke dalam sebuah kamar, Rachel mengikuti. Setelah merekam semua itu, wanita itu berjalan keluar dari hotel. Rachel masuk ke taksi yang dia panggil. Tangisnya pecah membayangkan apa yang sedang suaminya lakukan di dalam kamar hotel itu. Sepertinya dia memang harus mengakhiri semua ini. Dia tidak ingin menjadi wanita bodoh selamanya. Sampai di rumah, hari sudah menunjukan pukul lima sore. Rachel langsung menuju dapur. Membuka kulkas dan mengambil bahan untuk masak lauk makan malam mereka. "Mas Septian, mungkin ini pengabdian terakhirku untukmu. Ini masakanku untuk terakhir kali. Cukup sudah selama ini aku mencoba bertahan dalam rumah tangga kita. Aku pernah mencintaimu dengan berlebihan. Sampai aku mengemis kepadamu untuk tidak meninggalkan aku. Sampai aku merendahkan harga diriku sendiri di hadapanmu. Tapi tetap saja aku tidak ada artinya di matamu. Ternyata sesakit ini perjuangan untuk mencintaimu. Maaf, aku akan pergi."
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD