Esti sedang mencuci piring di dapur, mereka baru selesai makan siang. Jangan tanya siapa yang masak, sudah pasti Angga. Esti kebagian mencuci piring kotor saja. Dia pikir tidak ada pembantu yang seperti dia, setiap jam makan, majikannya yang masak.
"Esti, sini dulu sebentar!"
Angga berada di kamar, sedang duduk di ranjang bersama Arya. Dia membacakan buku untuk anak kecil itu sebelum tidur siang. Lagi-lagi mana ada majikan yang membacakan buku untuk anak seorang pembantu di apartemennya. Esti mau melarang, tetapi tidak bisa.
"Ya, Tuan. Ada apa?" tanya Esti yang baru saja masuk kamar Angga.
"Kamu lagi ngapain?"
Angga menatap Esti yang masih mengenakan celemek, agar pakaiannya tidak basah saat mencuci piring.
"Masih cuci piring, Tuan. Apa ada yang mendesak dan harus dikerjakan sekarang?"
"Ada. Tapi nanti aja deh. Lanjutin aja cuci piringnya dulu, kalau sudah selesai, balik ke sini lagi."
"Iya, Tuan."
Esti kembali ke dapur, melanjutkan pekerjaannya mencuci piring. Dia memulai celemek dan menggantung di dapur selesai mencuci piring. Dia kembali ke kamar Angga.
Di kamar Arya sudah tertidur. Esti mendekati ranjang.
"Mau minta bantuan apa, Tuan?"
"Malam ini aku ada rencana makan di luar, tapi aku bingung harus pakai baju apa."
Angga turun dari ranjang menuju lemari. Dia membukanya. "Ini semua baju aku yang ada di sini."
Esti melihat isi lemari dari tempat berdiri tadi, dia hanya cukup memutar badan saja. "Mau pakai kemeja, Tuan?"
Angga mengelus dagu sambil berpikir. "Hmm ... kayaknya enggak deh. Ada usul lain?"
"Pakai kaos kerah gitu?"
"Enggak deh kayaknya. Ada ide lain?"
"Pakai kaos oblong, terus luarannya pake blazer, gimana?"
"Nah, boleh juga kayaknya. Makasih idenya, ya. Tapi di sini enggak ada blazer."
"Terus gimana, Tuan?"
"Gampang. Nanti tinggal ke rumah Mama. Berangkat dari sana. Kamu pulangnya sama aku aja, ya. Nanti kalau Arya bangun, kita jalan."
"Baik, Tuan."
"Aku keluar dulu, ya. Nanti kalau Arya bangun, telepon aku."
"Iya. Nanti aku telepon Tuan. Hati-hati di jalan, ya, Tuan."
Angga meninggalkan apartemen menuju parkiran. Dari parkiran dia ada rencana menuju butik terdekat untuk mencari pakaian perempuan. Entah kenapa kali ini dia sangat ingin membeli pakaian perempuan.
Tidak perlu pergi terlalu jauh, ketika dia menemukan butik pakaian perempuan di sebelah kiri, dia langsung membelokkan mobil ke butik itu.
Setelah memarkirkan mobil dengan baik. Angga masuk ke butik, mencari pakaian yang menarik perhatiannya. Sebuah dress semi formal yang bisa dipakai jalan. Angga mulai mencari dress di etalase. Matanya tertuju pada sebuah dress biru muda dengan model simpel dan panjang selutut. Dia segera mengambil dress itu dan membayarnya.
Angga menyimpan paper bag dalam bagasi belakang. Dia melanjutkan perjalanan menuju toko pakaian olah raga untuk mencari sepatu olahraga. Angga ingin mulai olahraga lagi mulai minggu depan. Sejak tiba di Indonesia dia belum mulai olahraga lagi.
Selesai urusan beli sepatu dia segera meluncur pulang ke apartemen karena mendapat telepon dari Esti, yang mengatakan kalau Arya sudah bangun. Dia sudah berjanji akan mengantar mereka pulang apabila Arya sudah bangun.
***
Angga tiba di restoran jam 19 tepat. Dia mendatangi pelayan restoran dan diantar ke meja yang sudah dipesan oleh Indah sebelumnya untuk pertemuan Angga dan anak teman mamanya. Dia mendatangi meja itu, tetapi anak teman mamanya belum datang.
Sambil menunggu dia mengeluarkan ponsel. Membuka aplikasi pesan chat. Angga mengirimkan fotonya yang mengenakan kaos dan jas dan celana panjang. Disertai pesan singkat.
Angga : Terima kasih untuk idenya, gimana penampilanku? Keren enggak?
Angga menunggu balasan dari Esti, tetapi setelah sepuluh menit berlalu tak kunjung datang balasan pesan dari Esti. Dia mulai kesal menatap layar ponsel sampai tidak menyadari kedatangan anak dari teman mamanya.
Perempuan itu mengetuk meja. Angga menoleh padanya, menatap dengan tatapan bingung karena tidak mengenal perempuan itu.
"Angga kan? Aku Hana, anak dari Tante Dian. Aku boleh duduk di sini?"
Angga baru sadar jika perempuan itu adalah orang yang akan dia temui malam ini. Sikapnya berubah ramah pada Hana. "Eh, iya, silakan duduk. Maaf tadi aku bingung kamu siapa."
Hana tersenyum, duduk di kursi di hadapan Angga. "Pesan makan dulu atau mau ngobrol dulu?"
"Pesan makan dulu aja."
Hana mengangkat tangan, salah satu pelayan restoran datang menghampirinya. Hana lebih dulu menyebutkan pesanannya, baru kemudian Angga juga. Setelah mencatat semua pesanan pelayan restoran menuju dapur, untuk memberikan pesanan Hana dan Angga.
"Angga, kamu tahu kan maksud orang tua kita bikin pertemuan begini?"
Hana langsung bicara ke inti dari pertemuan mereka. Dia harap Angga juga paham dengan maksud di balik pertemuan itu.
"Paham kok. Paham banget malah. Namanya juga orang tua kan pengen lihat anaknya bahagia juga."
Angga menjawab dengan santai, dia masih bisa mengikuti kemauan mamanya selama dia tidak merasa dipaksa.
"Ok, terus aku mau jujur nih. Enggak mau kita ke depannya jadi rumit. Mending aku ngomong dari awal aja. Aku tuh sekarang lagi deket sama cowok, tapi belum jadian sih. Cuma aku belum tahu perasaan dia ke aku tuh gimana. Pengen tahu banget sebenernya. Tapi aku belum tahu caranya. Pengen minta bantuin kamu, tapi takut ada yang marah." Hana sedikit menunduk. Dia sadar berharap pada pria yang baru dikenal untuk meminta bantuan itu adalah hal yang mustahil. Namun, dia beranikan diri untuk mencoba.
"Aku enggak ada pacar. Kamu mau minta bantuan gimana?" Angga menjadi tertarik dengan apa yang akan dikatakan Hana selanjutnya.
"Aku boleh minta tolong kamu temenin aku pas lagi ketemu dengan cowok itu? Beberapa kali aja sampai aku bisa memastikan kalau dia juga ada perasaan sama aku. Bisa?"
"Bisa aja sih. Tapi kamu harus ngikutin jadwal aku. Minggu depan aku mulai ngantor jadi jadwal aku enggak bebas gitu deh."
"Ok. Untuk pertemuan pertama besok siang, aku ke rumah kamu boleh? Nanti kita jalan dari rumah kamu aja. Pertemuan selanjutnya pas weekend aja."
"Ok aja. Nanti aku kirim alamatku. Kita saling simpan nomor aja, ya?"
Mereka bertukar nomor ponsel. Saat itu juga pelayan restoran datang mengantar makanan. Mereka melanjutkan pembicaraan sambil menikmati makan malam.
"Kamu enggak punya pacar katena enggak ada orang yang kamu suka atau lagi PDKT dengan seseorang?"
Hana merasa aneh melihat pria seperti Angga masih sendiri sedangkan dia memiliki pekerjaan yang bagus, dan wajahnya juga tampan, tidak mungkin ada perempuan yang menolak jika didekati oleh Angga.
"Yah, memang belum kepikiran aja sih. Lulus kuliah di sini lanjut S2 di luar negeri, terus kerja di Jerman. Kalau harus pacaran sama orang luar sih aku enggak cocok dengan gaya pacaran mereka yang bebas gitu tapi kalau sama orang Indonesia yang kuliah atau kerja di sana juga males. Intinya sih memang belum mau aja cari pacar."
"Yakin? Kalau kamu mau minta bantuan dari aku buat bikin seorang cewek cemburu, aku siap bantu. Anggap aja sebagai balasan karena kamu sudah bantuin aku."
"Boleh juga idenya. Lihat nanti aja deh. Terus kita batasannya sampai mana nih skinship-nya? Pegangan tangan aja kan? Lebih dari itu aku enggak mampu eh enggak bisa."
"Pegang tangan, rangkulan, kayaknya sih sebatas itu aja ya. Gitu aja udah bisa diartikan kita keliatan deket."
"Iya juga sih. Ok deh, ntar alamatnya aku kirim ke via chat, ya."
"Ok. Aku tunggu."
Angga mau saja meminta bantuan Hana untuk melihat apakah seseorang itu masih memiliki perasaan padanya atau tidak, tetapi tidak untuk sekarang. Yang dia mau sekarang cukuplah perempuan itu berada di dekatnya, sehingga dia bisa menjaga perempuan itu agar dia tidak terluka kembali.
***
Mendekati jam makan siang. Esti bertanya pada Angga, menu makan siang apa yang dia inginkan.
"Maaf, kayaknya aku enggak makan di rumah untuk siang ini, Esti. Ada janji makan siang dengan cewek yang aku temui tadi malam. Kamu masak aja buat kamu dan Arya. Tapi pulangnya tunggu aku sampai apartemen dulu."
"Oh, iya deh. Jadi yang tadi malam masih berlanjut? Cantik ya orangnya sampai kamu putuskan untuk menebak orangnya lebih jauh?" Esti penasaran dengan hal yang satu ini.
"Cantik enggak, ya? Lihat aja nanti. Dia mau datang ke sini, jemput aku. Jarang-jarang kan cewek yang jemput cowok? Walaupun sebenarnya ada aja tapi cuma sedikit lah. Hanya berapa persen gitu deh. Aku mau siap-siap dulu, khawatir tiba-tiba dijemput."
"Ok."
Angga berjalan ke kamarnya, sementara Esti menuju dapur. Esti membuka lemari pendingin untuk mencari bahan masakan untuk makan siang. Suara bel terdengar. Esti memeriksa siapa yang datang dari sebuah layar kecil di dekat pintu. Ada seorang perempuan berdiri depan pintu masuk. Dia adalah tamu Angga.
Esti membukakan pintu. Dia terpesona melihat perempuan cantik yang ada di hadapannya. "Wajar aja Angga suka, di mana-mana memang cowok pasti suka cewek yang cantik dan suka perawatan ditambah pakai pakaian mahal, beda jauh dengan penampilannya sekarang dengan status seorang pembantu, batin Esti.
Dia mengajak perempuan itu masuk dan duduk di ruang tahu. "Tuan Angga bilang, tunggu dulu sebentar. Tuan lagi siap-siap."
Hana mengangguk. Esti menuju dapur untuk membuatkan air minum untuk Hana.