Hamil?

1187 Words
SEBELUM BERPISAH Part 5 Hamil? Setelah kekacauan karena Elvira kabur dari rumah menjelang pernikahan, hingga sekarang hidupnya bisa dibilang tidak baik-baik saja. Ayahnya masih mengungkit peristiwa itu jika mereka bertemu. "Ayah nggak ingin mendengar kamu mengecewakan suamimu. Ayah menjodohkanmu dengan Hendy, demi masa depanmu. "Kalau ayah tiada, kamu punya suami yang bisa menjamin hidupmu. Kedua kakakmu memiliki tanggungjawab keluarga sendiri. Jadi kamu nggak bisa bergantung pada mereka. "Apapun masalahmu, jangan pernah kabur meninggalkan rumah suami. Hendy lelaki yang baik, nggak mungkin melakukan KDRT atau menelantarkanmu." Pasti ayahnya berpikir kalau dirinya dan Hendy baik-baik saja sekarang ini. Sejauh mana mereka paham tentang Hendy sampai nekat menjodohkannya dengan dokter itu. Elvira menghela napas panjang sambil menatap cermin. Dia sudah selesai berdandan. Tinggal menunggu Hendy selesai mandi. Sejak memutuskan kembali ke rumah dan akur dengan perjodohan, hatinya sudah dipenuhi keberanian untuk menjalani peran sebagai istri. Sayangnya, keputusan itu justru berbuah luka. Sikap Hendy yang dingin di awal, membuat Elvira surut. Dia tidak bisa diremehkan. Harus melindungi diri dan akhirnya membuat batasan. Selama dua hari sebelum pernikahan, Hasna memberinya banyak nasehat bagaimana menjadi istri yang baik. "Kamu kembali ke rumah, berarti kamu siap untuk masuk babak baru dalam hidupmu, El. Pernikahan itu ibadah terpanjang. Mungkin kamu terpaksa, tapi nanti kamu akan terbiasa." Datang Isti, istrinya Amar. Membawakan beberapa baju se*si untuknya. "Kamu pakai di malam spesialmu," ujarnya sambil tersenyum. Benar saja, dua malam Elvira memakai gaun itu dibalik kimononya. Gaun itu melekat sempurna di tubuhnya. Memperlihatkan lekuk indah yang selama ini ia sembunyikan dibalik baju muslimah. Rambutnya tergerai sebawah bahu. Lebat dan hitam. Namun sikap Hendy datar dan dingin. Setelah diajak pindah, Elvira akhirnya membuat keputusan besar. Ia tidak akan lagi memaksa dirinya berada dalam situasi yang memalukan. Malam itu, ia mengambil selimut dan bantal dari kamar mereka, lalu menuju kamar lain. Ia memutuskan untuk membuat batasan yang jelas di antara mereka, setelah dua malam penuh penghinaan halus dari Hendy yang meski tidak pernah diucapkan dengan kata-kata. Tidak ada lagi usaha dari Elvira untuk mendekati Hendy. Mereka sibuk dengan urusannya masing-masing. Berbincang seperlunya saja. Keadaan seperti ini, justru mengingatkannya pada Rizal. Andai saja mereka bisa memperjuangkan hubungan. Ada sesal, kenapa ia tidak berani menentang. "El, kita berangkat sekarang!" Hendy memanggilnya dari luar. Elvira meraih tali tas dan membuka pintu. Hendy yang memakai kaus dan celana jeans terpaku sejenak. "Ada apa, Mas? Ada yang salah?" Elvira memperhatikan gamis yang dipakainya. "Baju ini baru selesai kujahit. Bagus, kan?" "Hmmm," gumam Hendy datar lantas melangkah keluar. Membiarkan senyum Elvira tak berbalas. Elvira mengekori di belakang. Jangan harap mendapatkan pujian 'cantik' dari makhluk di depannya ini. Walaupun dia sempat terkesima tadi. Dia pria aneh. Kadang kaku, kadang juga mau bicara. Mereka mampir ke toko untuk membeli kado. Dan sampai rumah Ema, para undangan sudah pada datang semua. Elvira menjadi pusat perhatian. Dia tampil cantik dengan make up flawes. Gamis warna sage dengan aksen tali warna coklat s**u di pinggang. Dia pecinta pakaian simpel. Namun Elvira memiliki aura, daya pikat yang tidak bisa dibantah. Untuk itu dia selalu sedap dipandang meski pakaiannya sangat tertutup. Setelah memberikan kado pada Tristan, Elvira menyalami kedua mertua dan para kerabat di sana. Mama mertuanya memeluk erat. "Kamu cantik banget, El." "Makasih, Ma." Senang sekali dapat pujian dari mama mertuanya. Untuk hadir di malam itu, Elvira benar-benar berjuang menekan rasa mual dan tak nyaman pada lambungnya. Sungguh tersiksa sebenarnya. "Hai, Elvira," sapa seorang wanita cantik yang memakai gaun warna biru muda dengan panjang lima senti di bawah lutut. Oh, dia sangat seksi juga dengan pakaian yang menampilkan betis indahnya. "Dokter Herlina, apa kabar?" Tak kalah ramah, Elvira bersalaman dan mencium pipi wanita itu. Benar, kan? Dokter itu pasti datang. Tiap kali ada operasi cesar, pasti ada dokter kandungan, dokter anak, juga dokter anestesi yang menjadi tim dalam ruangan. Tidak heran kalau mereka begitu akrab. Tidak ada susunan acara resmi, hanya potong kue dan foto bersama. Namun acara cukup meriah. Banyak rekan dokter yang datang membawa anak-anak mereka. Besok hari Sabtu. Sebagian instasi memang libur. "Hen, nih kesukaanmu." Herlina membawa sepiring pastel dan diletakkan di depan mereka. Kesukaanmu katanya. Dari sini Elvira melihat betapa akrabnya sang suami dan dokter cantik itu. Elvira tahu pekerjaan sebagai dokter memang menuntut, tetapi ia merasa ada sesuatu yang lebih dari sekadar urusan profesional. Apalagi sekarang mereka bukan sedang bekerja. "Sebentar, aku ambilkan tisu." Herlina bangkit mengambil kotak tisu saat kaus Hendy kena tumpahan kopi yang diminumnya. Namun saat kembali, Elvira sudah membantu suaminya mengelap kaus menggunakan tisu basah yang selalu tersedia di tasnya. Raut wajah Herlina tidak terbaca. "Mas, mau ganti baju? Biar kuambilkan kaus di mobil?" tanya Elvira dengan begitu manis. Kebiasaan Hendy menaruh kaus atau kemeja bersih di mobilnya. Jika diperlukan untuk ganti sewaktu-waktu. "Tidak usah." "Kalian nggak makan, ayo makan dulu. Elvira, Nak Herlina." Bu Putri, mamanya Hendy menghampiri. "Hen, makan dulu," lanjutnya seraya memandang sang putra. Elvira sebenarnya tidak ingin makan, melihat semua makanan berlemak itu terasa mau muntah saja. Namun terpaksa mengikuti suaminya. Sedangkan Herlina, jeda beberapa saat baru menyusul. Hendy mengajak duduk di teras samping. Berkumpul bersama rekan-rekan seprofesi. Herlina bergabung. Pembicaraan mereka tidak jauh dari segala seluk beluk rumah sakit. Herlina begitu bebas bercanda dengan Hendy. Sampai tertawa lepas begitu. Elvira diam karena itu bukan dunianya dan tidak bisa ikut bicara. Dan selucu apapun dia tidak bisa tertawa. Sebab tidak paham dengan percakapan mereka. Dia benar-benar asing di sana. "Mas, aku ke belakang sebentar," pamit Elvira sambil membawa piringnya yang masih penuh makanan. Elvira termenung di depan wastafel depan pintu kamar mandi. Perutnya terasa teraduk-aduk. Seperti perasaannya. Ayahnya bilang, ini demi kebaikannya. Tapi kenyataannya memasukkan Elvira di dunia yang salah. Suami yang tidak memiliki cinta, hanya sekedar rasa tanggungjawab. Apa sesungguhnya mereka terjebak pada hubungan yang sama-sama tidak diinginkan. Rasa sakit dan perih itu membuat wajah, tangan, bahkan tubuh Elvira basah berkeringat. Rasa hendak muntah tapi tidak bisa. Hanya mual yang terasa mengaduk-aduk dan menyiksa. Terakhir maagnya kambuh separah ini, kira-kira empat tahun yang lalu. Sudah lama. Biasanya kalau perih, Elvira banyak ngemil dan minum air hangat. Terus cukup istirahat. "El, kamu kenapa?" Bu Putri kaget dan menghampiri. "Kamu sakit, pucet gitu? Kamu lagi hamil?" "Oh nggak, Ma. Maag saya kambuh." "Beneran? Jangan-jangan kamu hamil." Bu Putri menoleh pada ART yang tengah memotong buah. "Mbak, tolong panggilkan Mas Hendy di depan." "Njih, Bu." Wanita setengah baya itu meletakkan pisau dan tergesa ke depan. Tidak lama Hendy datang. "Kamu nggak tahu istrimu sakit?" tanya Bu Putri saat melihat anaknya tampak biasa saja. Bukankah Elvira ditanya katanya tidak apa-apa. "Mungkin istrimu lagi hamil, Hen." Hendy terkesiap dan memandang lekat istrinya. Seolah minta penjelasan, dengan siapa Elvira hamil sedangkan dirinya belum pernah menyentuh. "Maag saya kambuh, Ma. Bukan hamil," bantah Elvira dengan suara lemah. "Sudah minum obat?" Elvira menggeleng. Namun ia menyesal kenapa tidak mengangguk saja biar tidak dipaksa minum obat. Inilah kenapa dia berusaha jangan sampai sakit. Karena tidak bisa minum obat. Namun semenjak pernikahan, Elvira banyak pikiran yang memicu asal lambungnya naik. Bisa jadi ini bukan maag. "Kamu periksakan istrimu, jangan sampai minum obat sembarangan. Mama khawatir kalau dia lagi hamil." "Ada dokter Herlina, Ma. Bisa minta tolong untuk memeriksa El." Ema tiba-tiba sudah ada di antara mereka. Next ....
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD