Bab 11. Desahan Liar

1034 Words
Rain merengkuh tubuh Elea dengan erat lalu melumat bibirnya dengan kasar. Ada perasaan yang timbul dalam hatinya saat melihat tatapan mata Elea yang entah kenapa sangat sayu. Rain tidak ingin terjebak, ia hanya ingin hubungannya dengan Elea sekedar kesenangan sesaat, bukan perasaan yang lain. Elea yang saat itu sedang mabuk menerima ciuman Rain dengan pasrah. Justru dirinya yang lebih agresif dengan mengigit kecil bibir Rain. Sesekali membelai leher Rain dengan sangat halus, membuat pria itu semakin terpancing. Rain merasa terbakar dengan ciuman panas mereka, dengan tak sabar ia merobek baju Elea hingga tubuh indahnya terpampang. Nafsu begitu menguasainya membuat ia tak tahan untuk menenggelamkan wajahnya di keranuman dad4 Elea yang sangat menggoda. "Ahhh ... Rain." Elea mendesah keasikan, miliknya sudah basah karena sentuhan-sentuhan gila ini. Rain tak tinggal diam, tangannya bergerak lembut mengusap paha Elea lalu memainkan jari-jarinya dengan lihai sehingga membuat Elea belingsatan dibuatnya. "Ahhh ... Rain oughhhh ...." Elea menggigit bibirnya, perutnya seperti dipenuhi kupu-kupu yang ingin membawanya terbang ke surga dunia. Namun, sebelum itu terjadi Rain menghentikan sentuhannya membuat Elea begitu frustasi. "Kau menyukainya?" bisik Rain dengan senyum smirknya. Elea menggigit bibirnya, semakin tertantang dengan sikap Rain yang dingin itu. Tanpa ragu ia langsung mendorong Rain hingga terjengkang ke belakang. Rain mengangkat alisnya, melihat apa yang akan Elea lakukan. "Jangan panggil namaku Elea, kalau aku tidak bisa membuatmu puas malam ini," ucap Elea sambil melempar senyum genitnya. Wanita itu memulai aksinya dengan melepaskan celana milik Rain. Pengaruh alkohol begitu menguasainya hingga ia tak menghiraukan apa pun lagi. Dengan cekatan Elea memberikan sentuhan yang membuat Rain merem melek. Pria itu sangat takjub saat melihat kepala Elea naik-turun dengan sangat lihai. "Enough." Rain menarik tangan Elea untuk berhenti, pria itu kemudian langsung melumat bibir Elea lebih ganas dari sebelumnya. Elea sudah tahu tugasnya, perlahan-lahan ia memulai penyatuan dengan posisi dirinya yang memimpin. Ia pikir akan mudah karena sebelumnya mereka sudah melakukannya, tapi Elea ternyata masih cukup kesakitan. "Pelan-pelan," bisik Rain sambil mengusap lembut punggung Elea, meniup-niup wajah cantiknya yang tengah berkeringat itu. Elea menggigit bibirnya, ia benar-benar berusaha keras agar mereka bisa bersatu. Entah miliknya yang terlalu sempit atau milik Rain yang terlalu besar, hingga ia begitu kesusahan. Rain akhirnya ikut membantu, ia memeluk tubuh Elea dan sedikit menghentakkan tubuhnya dari bawah hingga penyatuan itu sempurna. "Ahhhhh ..." Desahan lolos dari bibir keduanya saat berhasil bersatu. Rain kembali melumat bibir Elea dan wanita itu mulai bergerak perlahan-lahan. Rain tidak bisa memungkiri jika percintaannya kali ini begitu menakjubkan. Meskipun Elea belum berpengalaman, tapi ia sangat menikmati hal itu. Ia seolah ingin mengajarkan kepada wanita itu bagaimana menikmati surga dunia yang sangat indah. Rain mencumbu tubuh Elea dengan penuh nafsu dan semangat yang membara. Tubuh legit dan ranum itu begitu memikat hingga rasanya tak puas jika hanya melakukannya satu kali. Dengan cepat ia membalikkan keadaan hingga posisi Elea dibawah lalu ia memulai aksinya. "Akhhhhhhh Rain!" Elea menjerit frustasi, kepalanya pening karena nikmat yang luar biasa. Semakin Elea menjerit semakin bersemangat pula Rain, ia ingin menjadikan desahan itu lebih, lebih, dan lebih liar lagi. *** Suara alarm berbunyi saat waktu sudah menunjukkan pukul 6 pagi. Rain membuka matanya, ia melihat sekelilingnya yang sudah cukup terang. Ia ingat semalam baru saja melalui malam panas menakjubkan bersama adik iparnya. "Elea?" Rain menoleh, berpikir Elea mungkin saja sudah pergi seperti para wanita lainnya. Tapi ternyata dugaannya salah. Wanita cantik dengan tubuh seksi itu masih meringkuk di dalam pelukannya. Rain tersenyum tipis, reflek tangannya terulur untuk menyentuh pipi Elea. Ia melihat beberapa kisssmark yang sangat terlihat di tubuh Elea, hal itu membuatnya begitu senang entah karena apa. Seperti memiliki kebanggan yang tidak bisa Rain ungkapkan dalam hatinya. "Ehmhhhhh ...." Elea sedikit menggeliat, ia mencari posisi yang nyaman dengan memeluk tubuh Rain kembali. Rain semakin melebarkan senyumannya, sepertinya senyuman tulus itu baru ada setelah 6 tahun yang lalu. "Bangun kelinci kecil," ujar Rain mengusap-usap pipi Elea yang begitu menggemaskan baginya. "Ehmhhh, masih ngantuk." Elea kembali menggeliat dan ingin melanjutkan tidurnya. Wajahnya sangat imut membuat Rain semakin gemas. "Bangun atau mau aku giniin lagi?" Rain menguyel-uyel pipi Elea dan memeluk wanita itu sangat erat sekali membuat sang empunya cukup terganggu. Elea sedikit berdecak, kepalanya benar-benar pusing karena menjelang pagi tadi baru tidur. Ia sudah siap memaki siapa saja yang telah menganggu tidurnya, tapi saat melihat sosok wajah tampan di depannya ia begitu syok. "Kau!" Elea reflek mundur ke belakang tapi dengan cepat Rain menahan tubuhnya. "Lepaskan aku, Rain. Ini sudah pasti, astaga! Ayo kita pulang!" Elea sangat panik entah karena apa. "Pulang kemana?" Elea yang semula panik tiba-tiba mengerutkan dahinya, ia menatap Rain yang begitu tenang sekali. "Apa kau lupa apa yang sudah kita lakukan? Seharusnya kau cepat pulang agar–" "Tidak, aku tidak lupa. Apalagi kata-katamu semalam yang memintaku jangan berhenti sampai–" "Arghhhhhhhh stop!" Elea berteriak sekencang-kencangnya dan reflek langsung membungkam mulut Rain. Wajahnya memerah seperti kepiting rembut karena rasa malunya yang luar biasa. Rain mengulas senyum mengejek, ia menggigit tangan Elea membuat wanita itu sedikit kaget dan langsung menarik tangannya. "Kenapa? Apa kau ingin melihat keliaranmu? Lihatlah, kau mencakar dan menggigit tubuhku sampai seperti ini," tunjuk Rain pada tubuhnya yang penuh bercak kemerahan karena ulah Elea. Elea semakin syok saat melihat itu semua, benarkah ia seliar itu semalam? Tapi Elea sedikit ingat saat Rain membuatnya terbang ke cakrawala hingga tubuhnya bergetar hebat. Sebuah kepuasan yang baru pertama kali ini Elea rasakan dan perasaan lagi dan lagi itu seolah datang begitu saja. "Kau harus tanggung jawab." "Apa?" Elea mengerutkan dahinya. Rain tersenyum manis membuat Elea meleleh. Munafik kalau ia mengatakan Rain ini tidak menggoda, dengan wajah bangun tidurnya yang entah kenapa semakin membuat jantung Elea berdebar-debar. "Apa kau bersedia?" Entah sejak kapan Rain bergerak, tapi ia sudah begitu dekat dengan Elea hingga napasnya beradu. "Bersedia apa?" Elea menjaga otaknya agar tetap waras. "A-aku sepertinya harus cepat pulang. Ayah dan ibu–" "Eleanor." Rain menyentuh bibir Elea begitu saja membuat sang empunya langsung terdiam. Wanita itu mencoba mengatur napasnya yang berderu tak karuan. "Sialan! Mantra apa yang digunakan pria ini? Aku bisa gila kalau dia seperti ini terus!" umpat Elea dalam hatinya. "Aku ...." Elea ingin mengatakan sesuatu tapi Rain tiba-tiba saja mendekatkan wajahnya, menyentuh telinganya dengan bibirnya yang basah dan membuatnya merinding seketika. "Tinggallah bersamaku, Elea." Bersambung.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD