Bab 4

1217 Words
“Jadi kondisi yang seperti ini yang Mama khawatirkan? Apa maksud bocah itu menghubungi Mama, sampai Mama harus minta tolong sama aku untuk mengecek keadaannya. "Ujar Marissa setelah lagi-lagi iya mendengar suara yang sama seperti saat pertama pulang dari luar kota. Karena Marissa merasa geram pada Jihan yang telah mengganggu kesenangannya, akhirnya Marissa menghapus rasa tidak enak hatinya untuk tidak mengganggu adik iparnya. Dengan cepat Marisa mengetuk pintu kamar Jihan. Tok tok tok Jihan yang sudah telanjang di bagian atasnya, langsung terkejut saat mendengar suara pintu kamarnya diketuk dan bahkan seorang pria yang Tengah menikmati dua gunung gambarnya seketika sedikit menjauhkan tubuhnya karena terkejut mendengar suara pintu kamar Jihan diketuk. “ Sayang, tumben Ada yang ganggu? “ tanya seorang pria yang merasa heran ada orang yang mengetuk pintu kamar Jihan. "Aku juga tidak tahu." Jawab Jihan singkat seraya membenarkan pakaiannya kembali, karena suara pintu yang diketuk semakin terdengar nyaring dan tidak sabaran. Jihan menyuruh pria itu untuk bersembunyi, sedangkan dirinya mulai bersiap untuk membuka pintu kamarnya. Ceklek “Loh, Kak Marisa kok ada di sini? "Tanya Jihan dengan raut wajah yang terlihat terkejut. " Kenapa? Ini kan rumahku. Terkejut melihat aku ada di rumah karena aku tadi sudah pergi?” Marisa malah balik Tanya, hingga membuat Jihan langsung menggaruk Tengkuk leher belakangnya yang tidak gatal serta tawa cengengesan. “Hehehe. Heran aja soalnya kan kalau Kak Marissa sudah pergi biasanya pulangnya itu pagi, "ujar Jihan yang masih diiringi dengan tawa cengengesan. “ Jihan, Kakak sudah lelah ngadepin kamu. Sebenarnya kakak juga tidak ingin pulang kalau bukan karena gara-gara kamu. Apa maksud kamu menghubungi Mama Tina dengan pura-pura sakit gitu, sampai membuat Mama khawatir. Kamu sengaja bikin orang tua panik? "ujar Marisa memarahi Jihan, membuat Jihan langsung menyentuh tangan Marissa. “ Kak Marissa jangan marah dong. Kita kan sudah sama-sama dewasa. Aku juga yakin Kak Marissa tadi dengar suara aku. Sebenarnya tadi itu aku lagi senang-senang sama pacar aku cuman karena tiba-tiba Mama telepon aku, suaraku juga agak aneh, jadi aku pakai alasan aja nggak enak badan, biar mama gak curiga juga sama aku. Jangan marah! "Ujar Jihan Seraya membujuk Marissa, membuat Marisa benar-benar sangat kesal dengan tingkah adik iparnya itu. “Kakak kamu mana? “ tanya Marisa yang langsung melepaskan tangan Jihan yang tengah menggenggam tangannya untuk membujuk dirinya. “Kak Varo maksud Kak Marisa ? "Tanya Jihan "Memangnya Kakak kamu ada berapa? Kalau bukan dia memangnya siapa lagi. "ujar Marisa dengan nada ketusnya. "Kak Varo kan suami Kak Marisa, Kenapa nanyanya sama aku? “ Jihan balik tanya yang membuat Marisa langsung menggelengkan kepalanya karena malas, dan memilih pergi meninggalkan Jihan. Setelah Jihan memastikan Marisa sudah benar-benar kembali ke kamarnya Jihan mengeluh dadanya dengan pelan, para sahabat karena ia bisa mengatasi kakak iparnya. Keesokan paginya, Jihan sudah bersiap untuk ke kampus setelah sarapan. Marissa juga terlihat sangat rapi dan entah Marissa akan pergi ke mana tidak ada yang tahu kalau mau yang jelas Marisa terlihat sangat rapi. Saat Jihan keluar dari kamarnya, bersamaan dengan Varo yang mulai menaiki Anak tangga karena baru pulang. “ Sudah mau berangkat ke kampus? "Tanya Varo saat melihat Jihan sudah cantik “ Iya Kak. Kebetulan aku ada mata pelajaran pagi ini. "Jawab Jihan dengan Nada yang seperti biasanya, yaitu manja. "Tunggu Kakak di bawah, Kakak mandi sebentar. " Ujar Varo seraya mengelus kepala Jihan dengan penuh kelembutan. “Siap! Aku tunggu dibawah. “ kata Jihan dengan semangatnya, lalu berlari menuruni anak tangga untuk menunggu Varo, sedangkan Varo sendiri melanjutkan langkahnya menuju ke kamarnya dan saat ia meletakkan jasnya, Varo melihat Marisa sudah cantik, Varo tidak tau Marisa mau kemana. Setelah Varo berganti pakaian, Varo langsung menyusul Jihan yang sudah menunggu di mobilnya. Varo mengantar Jihan ke kampusnya, baru setelah itu Varo ke Kantor. Seperti biasa, tepat di jam makan siang, Varo akan ditemani oleh seorang wanita cantik untuk makan siang bersama. Karena Varo pemilik perusahaan, jadi karyawan kantor tidak ada yang berani bertanya kenapa Varo selalu makan siang dengan wanita cantik tersebut, meski wanita itu ada orang terdekat Varo, tapi sikap Varo begitu sangat memanjakan wanita tersebut. Varo sengaja membawa wanita itu ke kantor setiap hari, karena menurut Varo cuma wanita itu yang bisa membuat dirinya damai saat bekerja. Varo akan menyuruh wani itu pulang dengan di antar supirnya setelah jam 03.00 sore. Sedangkan Varo sendiri, ia akan pulang jam 06.00 sore, tapi kali ini, Varo lebih memilih tidak pulang, dan Varo memutuskan untuk bermalam di kantor. Selain karena Varo sibuk di kantor, Varo juga malas untuk pulang. Keesokan paginya, Varo pulang karena Varo akan mengantar Jihan ke kampus, lebih tepatnya bukan ke kampus, tapi ke suatu tempat yang tidak boleh diketahui oleh Marisa. " Mas, kamu ke mana aja sih? Kenapa tidak pulang? "tanya Marissa saat melihat Varo pulang. “ Untuk apa Aku di rumah? Aku udah lelah. Punya istri tapi nggak berasa punya istri. "Jawab Varu datar, dan Marisa langsung tersenyum, lalu mendekati Varo dan memeluk lengan Varo dengan Manja. “Aku tidak peduli apa yang terjadi semalam. Hari ini temenin aku ya, Aku mau pergi. Ada keperluan. "Ujar Marissa dengan nada manjanya dan seperti biasa iya akan meminta Varo untuk melupakan kejadian yang sudah terjadi semalam. " Mau pergi ke mana? “ tanya Varo menggunakan nada yang sudah biasa. “Sayang, aku mau ke Puncak, semalam aja. Anterin aku ya. "Ujar Marisa menjawab pertanyaan Varo, dan seketika Varo kembali terasa panas saat lagi-lagi mendengar Marisa akan meninggalkan dirinya. "Aku tidak bisa. Kamu kan tahu aku harus nganterin Jihan ke kampusnya. "Ujar Varo seraya melepaskan tangan Marissa, membuat Marissa kesal. “ Mas, Adikmu itu sudah besar, bukan anak kecil seperti SD yang harus dipantau. Bisa tidak kamu tidak memprioritaskan dia dibandingkan aku! "Ujar Marisa menggunakan nada tingginya, karena menurut Marissa, Varo terlalu perhatian dan terlalu memanjakan Jihan, terlebih Marisa tahu seperti apa kelakuan Jihan yang kelakuan itu bukan seperti anak kecil, namun Varo tetap memperlakukan Jihan seperti anak kecil. “ Marissa, stop! Dia itu adikku. Aku mau memanjakan dia atau tidak bukan karena dia masih kecil atau udah dewasa, tapi aku ingin melindungi dia. Aku tidak mau terjadi sesuatu sama dia.” Ujar Varo menatap Marissa dengan tatapan tajamnya. “ Tapi perhatian kamu ke dia itu tidak seperti seorang adik Mas. Bisa tidak kamu sedikit saja menggeser posisi dia di hati kamu agar aku bisa menempati Sedikit di tempat itu. Selalu aja kamu memprioritaskan dia sampai melupakan aku. "Ujar Marissa marah. " Stop, Marissa. Kamu yang sudah melupakan aku. “Ujar Varo yang tidak terima dengan tuduhan Marisa yang menyatakan kalau dirinya melupakan Marissa. Varo merasa Marissa memutar balikkan fakta. “ Siapa yang melupakan kamu, Mas! Jangan hanya karena aku ngurusin pekerjaan aku, kamu menyangka kalau aku melupakan kamu. "Ujar Marissa mengerti kemana arah pembicaraan Varo. " Sudah-sudah. Aku capek. “ Ujar Varo yang merasa lelah harus bertengkar dengan Marisa. Varo langsung masuk ke kamar mandi, dan Marisa benar-benar sangat kesal karena Varo mengabaikan dirinya. Karena Marissa merasa diabaikan oleh Varo, akhirnya Marissa memutuskan untuk bicara serius dengan Jihan, dan meminta agar Jihan merubah sikapnya jadi lebih dewasa lagi seperti kelakuannya. Marisa merasa kelakuan Jihan tidak sesuai dengan sikap Jihan terhadap Varo. “ Jihan, Kakak mau tanya. "Ujar Marisa setelah berdiri di samping Jihan. “ Tanyakan saja, Kak. “ Ujar Jihan seraya meletakkan ponselnya di pangkuannya. “ Boleh Kakak tau siapa pria yang selalu kamu bawa ke rumah ini… “
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD