Chapter 7

1653 Words
Waktu istirahat kedua di mulai, beberapa siswa siswi ada yang pergi ke kantin lagi, tidur di kelas, atau juga sebagian dari siswa yang beragama muslim berada di mushola untuk menunaikan ibadah. Biasanya jam istirahat kedua adalah waktu yang sangat tenang bagi Eros, hanya saja kali ini tidak seperti biasanya, hidupnya ternyata mulai sesak dan tidak terbiasa dengan adanya seseorang yang mengusik. Bukan hanya karena para siswa berdatangan silih berganti mengintip ke dalam kelas Eros. Tapi juga karena bayangan sosok Lili yang tak pernah luput dari pikirannya. Eros merasa sangat frustasi di dalam, tapi sebisa mungkin dia tetap berusaha bersikap setenang mungkin, agar orang-orang di sekitarnya tidak curiga, terutama Beni, Aden, dan Rio, jangan sampai ketiga orang ini menyadari kegelisahannya. Mungkin Eros berfikir jika ketiga orang temannya itu bodoh dan tidak sadar, padahal kenyataannya mereka sadar betul akan sikap Eros yang berbeda. Terutama Beni, dia sadar jika Eros terus saja menghela nafas pelan, apalagi ketika para gadis-gadis dari kelas lain berdatangan silih berganti untuk melihat Eros. "Huft," Nah, lihatlah, baru di bicarakan oleh Beni, Eros sudah menghela nafas kembali _perlahan_, di kira Beni sebodoh itu apa? "Ros, gue usir ya si cewek cewek centil di luar kelas itu," ucap Beni seraya menoleh ke arah Eros dan gadis-gadis yang menempel pada kaca jendela geram. Eros mengangkat pandangannya dari buku yang dia pegang, yups di pegang dan di buka saja tanpa di baca, "Nggak usah Ben." balas Eros seraya menggeleng. "Tapi lo terganggu kan?" Beni saja geram melihat gadis gadis di luar itu, yang tidak tau malunya datang ke kelas lain dan mengintip tanpa sungkan. Kalau itu Rio yang menjadi pusat perhatian sih, pria itu bakal girang bukan main, tapi ini Eros si pria pendiam yang selalu menghindari keramaian. "Kan, gue usir aja. Emang ganggu banget tuh, bisik-bisik udah kayak pake toa saking kerasnya. Yok, gue bantu usir Ben." Tiba-tiba Aden yang duduk di belakang Eros dan Beni langsung saja menyahut, membuat keduanya mau tak mau menoleh ke arah belakang. Eros menggelengkan kepala, "Nggak usah, nggak papa. Nanti mereka juga pergi sendiri." Itu harapan Eros sejak tadi, tapi kenyataannya, sepanjang jendela kaca samping Eros sama sekali tidak di biarkan sepi. Bahkan waktu pelajaran di mulai, juga ada para kaum hawa yang mengintip, mungkin memang sedikit, Eros tebak mereka mengintip dengan alasan pergi ke kamar mandi. "Iya sih pergi, tapi pergi satu tumbuh seribu Ros," ucap Aden menggebu-gebu. Ia kita menjadi famous dan pusat perhatian itu akan sangat menyenangkan, tapi ternyata salah, membayangkan saja ia sudah bergidik geri, ia menyesal pernah ingin jadi famous begitu. Ini saja bukan dia yang menjadi tokoh utama, tapi ia sudah terkena cipratan getahnya. "Nggak sebanyak itu juga kali Den," celutuk Rio, yang sedari tadi diam saja seraya melihat ke arah jendela, mungkin mata jelalatannya tengah memilah gadis gadis cantik yang berdatangan. Aden mendesis, "Dih ogeb, ngerti perumpamaan nggak sih lo," ingin sekali Aden menggeplak kepala belakang Rio keras-keras. Eros memejamkan matanya sejenak, jelas ia sudah jengah. "Udah-udah, nggak usah ribut, biarin aja mereka. Kalian tidur aja." Aden bangkit dari tempatnya dengan kedua tangannya bertumpu di atas meja. "Masalahnya mereka berisik samping jendela kita. Mana pelototan maut gue kayak nggak berguna, padahal kucing tetangga gue si Agust aja takut dan langsung kabor pas gue melotot," adunya sedikit kesal. "Udah biarin aja," Eros hanya tidak ingin di cap atau terkena imbas setelah mengusir para gadis itu. Jadi Eros memilih membiarkan dan menunggu sampai mereka semua lelah juga bosan dengan sendirinya. Setelah Eros mengucapkan itu, mau tak mau Beni dan Aden juga Rio yang sesekali menimpali, hanya bisa pasrah diam saja mendengarkan celotehan gadis-gadis di luar jendela. Keheningan di antara ke empatnya pun terjadi, hanya di iringi suara suara dari sekitar. Mereka mencoba abai dan memilih melakukan aktifitasnya masing-masing. Seperti Beni yang mencoba tidur di atas bangku, Rio yang masih saja melihat ke arah gadis gadis yang datang, dan Aden yang fokus bermain game online di ponselnya. Namun tiba-tiba, suara gebrakan pintu yang cukup keras membuat Eros, Beni, Rio, dan Aden sontak mendongak menuju arah sumber suara. Tidak hanya mereka saja, tapi semua orang yang terkejut mendengar langsung saja melihatnya. Rupanya di depan sana _samping pintu masuk_ terdapat gerombolan mungkin kira-kira empat gadis yang berdiri seraya mengamati keadaan kelas Eros. Eros tak kebingungan tak mengerti hanya bisa mengerutkan dahi. Siapa mereka? Berani sekali masuk dengan lancang ke dalam kelas orang. Padahal sedari tadi, walaupun para gadis silih berganti berdatangan tapi mereka tidak ada yang seberani gadis satu ini sampai masuk dan menggebrak pintu dengan kerasnya. "Vanie," celutuk Rio tiba-tiba dari belakang. Dan Eros yang mendengarnya segera saja menoleh. "Siapa?" tanya Eros memastikan. "Dia Vanienda." Ganti Aden yang berucap. "Hah?" Akan tetapi Eros masih kebingungan. "Dia ... Maksudnya, satu gadis dari ke empat gadis di depan sana namanya Vanie ... " Aden masih yang menjelaskan. "Vanie salah satu orang yang mirip kayak Lili, tapi nggak setara Lili juga. Cuma ya Vanie cukup terkenal karena dia cantik dan semlohainya. Dia juga kakak kelas." "Ros, dia udah deket," bisik Rio pelan seraya melihat ke arah belakang Eros. Eros yang faham interupsi Rio pun langsung saja memposisikan tubuhnya ke arah depan kembali. Tapi belum juga Eros menyadari keadaan, ke empat gadis tadi sudah berada hampir di dekatnya. Hanya beberapa langkah mungkin mencapainya. Eros mengangkat pandangan, meneliti satu persatu gadis itu menggunakan pakaian cukup ketat seperti Lili, rok spannya juga di buat begitu pendeknya. Jangan lupakan satu dari ke empatnya sengaja melepas kancing seragam yang paling atas, sehingga sedikit menampakkan belahan kedua gunung kembar milik dia. Eros mengangkat satu alisnya, masih tidak paham, alasan apa yang membawa gadis macam ini berdatangan ke mari, apalagi yang paling depan itu, yang memakai riasan juga rambut di gerai bergelombang, yang Eros duga bernama Vanie Vanie itu, nampak begitu fokus tertuju padanya. "Eh lo," ucap salah seorang itu, yang tadi Eros duga bernama Vanie. Gadis gadis itu berhenti melangkah, setelah berada tepat di depan Eros. "Ya?" Eros tak mungkin diam saja. Walaupun orang-orang ini sama sekali tak memiliki sopan santun, tapi Eros juga tidak akan membalas dengan nyolot. "Hm, lumayan juga ya Lo," 'Apa maksudnya?' "Nggak heran si Lili itu jadiin lo mangsa." Huft, kenapa orang-orang masih berfikir seperti ini, padahal jelas Eros bukan, Eros tidak suka berkata panjang lebar, tapi ia betul-betul perlu mengklarifikasi agar tidak ada orang-orang yang akan salah faham lagi. "Bukan!" ucap Eros dengan nada tegas. "Apa maksud lo?" Ke empat gadis di sana nampak terkejut nan bingung mendengar ucapan Eros. Tapi hanya satu yang di duga bernama Vanie saja yang bersuara. "Gue nggak ada hubungan sama Lili!" Eros harus memperjelas, mungkin para gadis-gadis yang berdatangan ini hanya karena kepo siapa mangsa Lili, jadi kalau mereka sudah tahu faktanya mungkin mereka akan pergi dengan sendirinya. "Hah? ... " Begitu terkejutnya Vanie itu mendengarnya, dia masih tidak menyangka mungkin, kalau kabar burung di akun lambe lamis itu tidak nyata. "Se-serius?" Eros mengangguk yakin, "Hanya salah faham!" Diluar dugaan, Eros pikir setelah menjelaskan, gadis-gadis ini akan merasa lega dan pergi, tapi ia salah, kenyataannya Vanie itu malah tersenyum miring seraya melangkah pelan mendekati Eros makin dekat. "Waw, gila. Padahal kalaupun cuma salah faham harusnya lo seneng dong ..." ujar Vanie di sela sela senyum miringnya yang tidak kunjung luntur. Harusnya Eros takut atau apa karena di dekati gadis yang di duga bar bar juga semlohai ini. Tapi nyatanya Eros hanya diam saja di tempat. Tidak seperti Beni, Rio, dan Aden di belakang itu, yang saat ini sudah panik sendiri, mereka juga tidak dapat menolong Eros. "Nggak!" jawab Eros dengan tenangnya. Senyum miring itu tercetak makin lebar saja, "Hm, menarik." Dan setelah itu Vanie malah mencondongkan atau mendekatkan tubuhnya ke arah Eros. Eros sedikit terkejut atas tindakan berani Vanie, tapi saat Eros hendak menghindari kedua tangan Vanie sudah menempel di kedua sisi bahu Eros, membuat wajah keduanya berada cukup dekat satu sama lain. Kalau ini bukan Eros yang berada di posisi ini, mungkin pria lain sudah merinding di buatnya, sebab berada cukup intim dengan seorang gadis. Tapi untuk Eros, pria itu tak bereaksi, dia hanya diam saja, seolah tidak tergoda. "Jadi lo nggak suka nih sama Lili?" tanya Vanie dengan satu tangan yang menyentuh dagu Eros. Eros diam saja tak menjawab, hanya saja tatapannya menatap nanar ke arah Vanie. Dan dengan gerakan cepat, Vanie memajukan wajahnya kembali, namun di letakkan di dekat telinga Eros. Sampai sampai posisi Eros seperti tengah di peluk Vanie. Atau memang sudah di peluk ya? "Kalau suka sama gue aja gimana? ... Nanti gue panggil, Ayang," bisik Vanie dengan gerakan s*****l. Eros tetap diam, tak kunjung merespon. Sampai beberapa detik setelahnya Vanie menarik tubuhnya sendiri melepaskan diri dari Eros. Masih dengan senyuman miring. "Okay, gue pergi ya ... Ayang," ucap Vanie dengan suara pelan di bagian akhir. Setelah itu Vanie dan ke tiga temannya pergi meninggalkan Eros yang masih diam menatap kepergian. "Wah gilak." Pekik Aden seraya menggebrak meja sedikit. Ketiga temannya itu baru bersuara saat Vanie benar-benar pergi. Mereka nampak panik dan uring-uringan. "Ros lo aman kan? ..." Rio bangkit dari tempatnya dan berjalan ke samping Eros yang masih diam. "Adek gede lo aman kan di bawah sana?" Dan setelah berada di samping Eros, Rio langsung saja melihat ke bawah, you know lah ke arah mana. "Anjink, kayaknya sih aman, tapi gilak banget. Kalo gue jadi Eros udah nggak tau lagi nasib gue." ucap Rio ikut frustasi saat melihat tidak ada tonjolan di balik celana seragam SMA Andara yang Eros pakai. "Gue pernah denger Vanie, se bar bar itu, tapi nggak nyangka aja bisa mirip-mirip Lili banget." Beni ikut menimpali. Semua orang yang melihat perilaku Vanie terhadap Eros tadi pasti sangat terkejut, tak terkecuali teman-teman sekelas mereka atau gadis-gadis yang mencoba mengintip dari jendela. Semua orang masih dalam keterkejutan. Begitupun Eros, mungkin orang-orang berfikir Eros diam juga karena dikuasai keterkejutan, namun kenyataannya tidak, dia sama sekali tidak shock atas tindakan Vanie, ia hanya merasa kesulitan menghilangkan pertanyaan yang di lontarkan Vanie tadi, yang mengatakan bahwa benarkah Eros tidak tertarik dengan Lili? Lili ... Liliana? ... Gadis itu?
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD