Edwyn baru saja berangkat kerja, Lilian segera merapikan sisa-sisa sarapan di meja makan. Dia juga mencuci semua piring kotor di wastafel dapur, kemudian memasukkan semua lauk dan sayur yang sudah dia masak sejak tadi ke dalam kulkas, untuk dihangatkan lagi nanti malam. Kegiatan rutinnya sehari-hari di rumah. Edwyn tidak mau tahu meskipun Lilian juga lelah bekerja di luar untuk membantu kebutuhan rumah tangga mereka, tapi pekerjaan rumah harus tetap selesai tanpa ada alasan.
Setelah selesai dengan urusan rumah, segera dia mengganti daster rumahan dengan seragam kerja. Lalu menyambar tas serta sepatu. Namun baru saja dia membuka pintu depan, tiba-tiba sudah berdiri Elsa di depan pintu lalu merangsek masuk begitu saja.
“Loh! Mbak Elsa?!”
“Kamu masak apa tadi?’
“Umm masak lauk-pauk seperti biasa, Mbak.”
:Iya, apa itu menunya?!” tanya Elsa dengan tak sabar. Dia duduk di sofa ruang tamu dengan gayanya yang angkuh.
“Ada ayam ungkap, tinggal digoreng. Dan juga sayur sop jamur.” Lilian mulai resah. Seharusnya dia sedang berjalan ke gerbang depan sekarang untuk berangkat kerja, tapi tampaknya Elsa akan cari masalah pagi-pagi. Dia sudah hapal dengan sifat kakak iparnya itu.
“Hmm malas, ah!” Elsa mencibir. “Aku malas makan ayam goreng terus.”
“Mbak, aku harus berangkat kerja sekarang, aku takut terlambat.”
Namun tampaknya Elsa tidak peduli sama sekali, dia hanya melirik Lilian sebentar dan tersenyum miring. “Mama berangkat arisan pagi-pagi, jadi nggak sempat masak. Aku juga mau berangkat kerja nih, tapi belum sarapan. Kamu buatin aku nasi goreng deh! Aku lagi kepengen sarapan nasi goreng.”
“Loh Mbak, mana keburu, aku harus berangkat kerja sekarang juga.” Lilian semakin gelisah. Raut wajahnya memelas.
Namun Elsa tetaplah Elsa yang hanya mempedulikan dirinya sendiri. “Cepat masak nasi goreng untukku! Jangan membantah!”
“Iya, Mbak,” jawab Lilian pelan. Dia segera berjalan ke dapur dan memasak nasi goreng sesuai pesanan Elsa. Dia baru saja menuang nasi goreng ke atas piring ketika handphone di dalam tas berbunyi. Segera Lilian mengambil handphone, nama Wina yang tertera pada layar.
Lilian menoleh ke arah pintu dapur, tidak ada Elsa di sana. Dia mengira Elsa masih menunggu di ruang tamu. Segera Lilian menjawab panggilan telepon.
“Hallo, Kak.”
“Hallo, Li! Ibu, Li.”
Terdengar suara Wina di seberang telepon sangat cemas. Sontak membuat jantung Lilian berdegup lebih kencang. Segala pikiran buruk langsung menyerbunya.
“I—ibu kenapa, Kak?”
“Pagi ini ibu dicek kondisi tubuhnya, semuanya. Sebagai prosedut persiapan untuk operasi. Tapi hasilnya Li … ternyata usus buntu ibu sudah terlanjur pecah. Itu makanya kemarin di rumah ibu merasakan nyeri hebat di perut sampai akhirnya pingsan.
“Oh, ya ampun!”
Lilian menutup mulutnya sendiri. Dia ingin tidak percaya pada pendengarannya, tapi inilah kenyataannya yang dia takutkan selama ini.
“Lalu … bagaimana ibu, Kak?
“Ibu harus menjalani beberapa penanganan dulu, baru setelah itu akan dilakukan operasi. Begitu kata dokternya, Li. Sekarang ibu sedang disiapkan untuk dilakukan pengeringan abses. Akan dimasukkan selang ke dalam kulitnya … ohh! Li, aku takut banget ibu kenapa-napa. Kasihan ibu, Li.”
Terdengar suara tangisan pelan Wina di seberang telepon. Lilian tahu Wina sudah menahan supaya tidak menangis sejak tadi.
“Kak tenang dulu, kalau Kak Wina seperti ini, siapa yang akan menguatkan ibu. Aku usahakan sepulang kerja akan mampir ke rumah sakit. Sekarang, serahkan saja semuanya pada dokter ya, Kak. Kita doakan ibu supaya bisa sembuh dan sehat lagi.”
“Iya, Li. Terima kasih, ya. Aku jauh lebih kuat setelah telepon kamu. Maaf kakak ganggu kamu pagi-pagi. Mau berangkat kerja, kan?”
“Iya, ini aku lagi siap-siap mau berangkat kerja.”
“Ditungguin dari tadi nggak tahunya lagi sibuk teleponan!” sentak Elsa tiba-tiba.
Lilian sampai kaget , dia memandang Elsa dengan wajah ketakutan. Sambungan telepon dengan Wina belum terputus. Elsa memicingkan kedua matanya.
“Lagi teleponan sama siapa kamu?!” Elsa melangkah mendekati Lilian. “Lagi teleponan dengan siapa aku tanya?!”
“Umm … dengan orang kantor kok, Mbak. A—aku kan harus bilang kalau datang terlambat ke kantor.”
“Halah! Alasan kamu saja kali tuh. Coba sini lihat handphonenya!” Elsa menengadahkan tangan kanannya.
“Bukan siapa-siapa kok, Kak. Ini benar-benar teman kantor.” Lilian semakin memelas. Dia khawatir jika Elsa akan tahu tentang Wina.
“Kalau bukan siapa-siapa, kok kamu kayak ketakutan begitu sih?!”
Elsa tersenyum kembali, apalagi dilihatnya tangan Lilian mulai bergetar. Elsa merasa dia sudah menangkap Lilian. Tanpa pamit atau bilang apapun, Elsa langsung mengambil handphone yang dipegang Lilian.
“Jangan, Mbak! Aku lagi bicara sama orang kantor itu Mbak!” seru Lilian panik tapi handphone sudah di tangan Elsa.
“Cih! Bohong!” Elsa melihat layar handphone sebentar lalu dia dekatkan ke telinga. Dia benar-benar penasaran sedang menelepon siapa Lilian.
Wina di seberang telepon mendengar semua keributan itu dengan jelas. Dia menarik napas dalam karena tahu bahwa handphone sudah direbut oleh Elsa.
“Hallo?”
“Iya. Hallo. Lilian?”
“Bukan! Kamu siapa ya teleponan dengan Lilian?”
Elsa benar-benar kurang ajar. Dia tidak peduli meskipun dianggap tidak punya sopan santun. Yang dia curigai hanyalah perilaku Lilian, padahal Lilian tidak pernah ikut campur dengan urusan kakak ipar maupun ibu mertuanya. Tapi mereka berdua selalu saja ingin tahu, menaruh curiga dan selalu mencari kesalahan Lilian.
Terdengar suara berdeham pelan dari seberang telepon.
“Saya HRD di kantor tempat Lilian bekerja. Maaf ini dengan siapanya, ya? Di kantor sedang ada acara dan kami membutuhkan seluruh cleaning service harus masuk tepat waktu!”
Elsa mengernyitkan kening. Tanpa menjawab apapun, dia segera mengulurkan tangan, memberikan kembali handphone itu pada Lilian.
“Nasi gorengnya aku bawa, aku makan di rumah saja.” Kemudian Elsa pergi begitu saja kembali ke rumahnya, dengan membawa piring berisi nasi goreng.
Lilian menarik napas lega melihat Elsa pergi.
“Hallo, Kak Wina? Mbak Elsa sudah pulang ke rumahnya, aku siap-siap berangkat kerja dulu ya, Kak. Sepertinya aku sudah terlambat.”
“Oke. Hati-hati, Li.”
Sambungan telepon ditutup. Dengan setengah berlari Lilian menuju pintu depan. Memakai sepatu kerjanya lalu berjalan cepat menuju gerbang perumahan depan.