18. Tak Bisa Lupa Keindahan Tubuhnya

1331 Words
Sakura berdiri di depan pintu yang baru saja ia tutup. Berdiri cukup lama dengan tangan saling menggenggam di depan d**a. Ia masih berusaha menetralkan degup jantungnya yang terjadi karena ia tak bisa berhenti memikirkan apa yang baru saja terjadi. Sementara di dalam kamar, Raska memakai pakaiannya satu persatu dan setelah selesai, hanya berdiam diri tenggelam dalam pikirannya sendiri. Sebelumnya ia menyuruh Sakura keluar dari kamar karena ia akan memakai pakaian. Ia melihat Sakura sedikit terkejut, seakan menyadari kesalahannya yang harusnya segera pergi dari kamar. Drt … Suara dering ponsel membuat Raska tersentak. Pandangannya pun mengarah pada ponselnya di atas nakas kemudian mengambilnya. “Ha–” “Dasar sinting! Apa kau berniat mempermainkan aku?!” teriak Morgan sebelum Raska selesai mengatakan satu kata. Raska mendesis merasakan telinganya berdenging akibat teriakan Morgan. “Aku sudah memberimu uang untuk membayar mereka. Jangan membuat ini rumit,” kata Raska. "Apa kau pikir bisa semudah itu? Mereka bertiga memaksaku meminta nomormu, b******n. Mereka bahkan tak butuh uangmu asal selangkangn mereka dipuaskan olehmu!” Raska menurunkan ponselnya dan menatap layar dengan jijik. Ia lalu kembali menempelkan benda persegi itu ke telinga dan mengatakan, “Itu bukan urusanku.” “Apa?! Bukan urusanmu? Kau meninggalkan mereka setelah membuat mereka kegirangan. Mereka terus saja menerorku sejak tadi dan pasti akan terus menerorku sampai kau menunggangi mereka!” Raska mengakhiri panggilan sepihak. Ia malas meladeni Morgan tak peduli apa yang Morgan katakan benar atau tidak. Tak mau terganggu lagi oleh Morgan, Raska meletakkan ponselnya kembali ke tempat semula kemudian keluar kamar berniat ke kamar Sora untuk tidur dengannya. Raska terkejut saat membuka pintu dan menemukan Sakura berdiri di depannya dengan posisi membelakanginya. Sejak kapan dia ada di sini? batinnya. Ia pun berpikir apakah Sakura berada di depan pintu sejak keluar dari kamar tadi? Sakura tersentak mendengar pintu terbuka. Ia segera berbalik dan setengah membungkuk. “A- anda … sudah selesai?” tanya Sakura yang tak berani menatap Raska. “Hn. Kau tidur di dalam. Aku akan tidur di kamar Sora,” kata Raska kemudian berjalan melewati Sakura. Sakura mengangguk pelan, meski berpikir apakah Raska sengaja? Raska terus melangkah sampai akhirnya sampai di depan kamar Sora. Membuka pintu, ia pun melangkah ke dalam dan menemukan Sora tampak pulas. Raska melangkah lalu berhenti di sisi ranjang kemudian duduk di tepi ranjang sambil mengamati Sora dengan seksama. Tangannya lalu terulur menyibak poni Sora yang sepertinya sudah saatnya dipangkas. “Terima kasih,” ucap Raska dengan suara pelan. Sora menyadarkannya, membuatnya bersumpah tak akan lagi melakukan hal serupa seperti sebelumnya yakni berniat menyewa wanita malam. Tak ingin mengganggu tidur Sora, Raska memutuskan segera berbaring di sebelahnya dan segera memejamkan mata. Keesokan harinya, seperti biasa, Sakura bangun di waktu yang masih pagi. Seperti biasa pula, ia melakukan tugasnya, memasak lalu bersih-bersih. Setelah selesai, ia pergi ke kamar Sora untuk membangunkannya. Sesampainya di sana, ia sedikit terkejut menemukan Raska juga masih terlelap padahal, kemarin-kemarin majikannya itu selalu bangun pagi. Baru saja hendak melangkah ke arah ranjang, langkah Sakura terhenti. Tanpa sadar ia mengamati Raska yang memeluk Sora begitu juga sebaliknya. Senyuman tipis pun tercipta dengan hati menghangat melihat kehangatan ayah dan anak itu. Meski kadang Raska bersikap dingin, tapi Sakura pikir Raska adalah ayah yang baik. Tanpa sadar perhatian Sakura tertuju sepenuhnya pada Raska. Wajah yang kadang menatapnya datar juga dingin, kini terlihat berbeda. Sakura mengepalkan tangan di depan d**a saat jantungnya berdebar melihat ketampanan Raska. Wajahnya begitu bersih tanpa noda, alisnya hitam legam, bibir tebalnya yang sedikit kering berwarna merah pucat. Tampan, hanya itu yang ada dalam pikiran Sakura. Bohong jika Sakura tak terpesona apalagi tubuh Raska juga indah. d**a bidangnya, perut ratanya, juga tubuh tegapnya membuatnya nyaris sempurna sebagai seorang pria. Sakura segera menggeleng mengenyahkan pikiran serta ingatan kejadian kemarin saat ia melihat tubuh setengah telanjang Raska. Sekarang adalah waktunya membangunkan Sora sebelum ia kesiangan. Sakura melanjutkan langkahnya hingga berhenti di sisi ranjang. Dengan hati-hati ia pun menggoyangkan pelan bahu Sora sambil mengatakan, “Sora, bangun. Sudah saatnya bangun, Sora.” Perlahan Sora membuka mata kemudian segera bangun dan menguap. “Jam berapa sekarang, Ma?” tanyanya dengan mengucek mata. “Jam enam. Kau harus berangkat sekolah, kan? Ayo mandi lalu sarapan. Mama sudah membuatkan sarapan untukmu dan papa,” ujar Sakura. Mendengar itu, Sora merangkak turun dari ranjang. Dengan berjalan sedikit sempoyongan, Sakura pun mengantarnya ke kamar mandi. “Ma, aku mau mandi sama papa,” ucap Sora sebelum memasuki kamar mandi. “Eh? Tapi ….” Sakura menoleh dan masih melihat Raska masih pulas. “tapi papa masih tidur.” Tiba-tiba saja Sora berlari lalu melompat ke ranjang. Ia melompat-lompat sambil berteriak “Papa! Bangun! Bangun …!” Usaha Sora membuahkan hasil. Raska segera membuka mata mendengar suara berisik Sora juga ranjang yang bergoyang-goyang. “Yei! Papa sudah bangun! Ayo mandi, Sora mau mandi sama Papa.” Raska berusaha meraih kesadaran sepenuhnya. Semalam ia nyaris tak bisa tidur, mungkin ia baru tidur lewat dini hari dan ia masih butuh tidur sekarang. Tapi, Sora benar-benar mengganggu tidurnya. “Sora, mandi sama Mama, ya. Sepertinya Papa masih mengantuk,” bujuk Sakura melihat Raska seperti masih membutuhkan istirahat. Seketika mata Raska menjadi segar, pandangannya pun mengarah pada Sakura. Sakura terhenyak sesaat melihat bagaimana cara Raska menatapnya. “Maksudku, biar mama yang memandikan Sora,” ucapnya. Tentu tak mungkin ia mandi bersama Sora meski Sora masih kecil. Sora anak laki-laki dan tak ada hubungan darah dengannya. Raska turun dari ranjang, berdiri di sisi ranjang dan membuka kedua tangan. Sora pun segera menghambur, lalu digendongnya putranya itu menuju kamar mandi. Sakura masih berdiri di tempat. Ia harap Raska tidak marah sudah membiarkan Sora mengganggu tidurnya. Cukup lama setelahnya, Sora dan Raska telah duduk di kursi meja makan, menikmati sarapan buatan Sakura. “Hm … masakan mama selalu enak,” ucap Sora sambil mengacungkan jempolnya pada Sakura. Sakura hanya tersenyum. “Terima kasih. Kalau begitu, Sora harus menghabiskannya,” ucapnya sambil mengusap pipi Sora yang menggembung karena tengah mengunyah makanan dalam mulut. Setelah selesai sarapan, Raska dan Sora telah berada di teras, bersiap berangkat. Sakura pun berdiri di depan pintu, mengantar keduanya. “Mama kenapa tidak mengantarku ke sekolah?” tanya Sora setelah salim pada Sakura. Sakura melirik Raska sekilas yang berdiri beberapa langkah di belakang Sora. Raska tidak menyuruhnya, membuatnya tidak memiliki inisiatif melakukannya. “Sora, Sora kan berangkat sama Papa. Kalau mama ikut, nanti Papa terlambat ke kantor karena harus mengantar mama pulang. Sora juga tidak boleh ditunggui, kan?” ujar Sakura memberi penjelasan. Sora menoleh ke belakang pada sang Papa. “Papa, Papa berangkat duluan saja. Aku mau diantar sama mama.” Raska menghela napas samar kemudian mendekati Sora dan mengatakan, “Apa Sora lupa? Pak Rahma cuti beberapa hari.” “Eh? Jadi, Pak Rahmat tidak di sini?” tanya Sora dengan polosnya dan dijawab anggukan pelan dari Raska. Sakura tercenung. Pantas saja aku tidak melihat beliau kemarin, batinnya. Padahal, ia ingin meminta bantuan Pak Rahmat untuk mengantarnya membeli kebutuhan dapur. Tiba-tiba Sakura baru mengingatnya yang membuatnya bicara dengan Raska. “Tu– ah, maksudku, bahan makanan di kulkas hampir habis. Jadi nanti aku ingin–” “Ya,” potong Raska. Padahal ia sudah menyuruh Sakura berhenti memanggilnya tuan saat di depan Sora, tapi wanita itu selalu saja lupa. Raska mengambil ponsel dari saku celana dan mentransfer sejumlah uang ke rekening Sakura, menyuruhnya menggunakan uang itu untuk belanja. Setelahnya ia segera mengajak Sora berangkat sebelum mereka terlalu kesiangan. Setelah mobil Raska meninggalkan halaman, Sakura masuk ke dalam rumah. Ia segera ke dapur untuk mencuci piring kemudian bersiap pergi belanja. Ia harus kembali ke rumah sebelum siang, sebelum Sora pulang. Setelah selesai bersiap, Sakura menghentikan langkahnya di depan pintu utama melihat nominal uang yang Raska kirim untuk ia gunakan belanja. Ia pun berpikir mungkin itu untuk belanja bulanan, membeli seluruh keperluan rumah sebulan bukan hanya untuk mengisi kulkas. Ia pun berbalik untuk mencatat apa saja yang harus ia beli. Tak lama setelah itu, Sakura pun bersiap melanjutkan niatnya yang sebelumnya tertunda. Namun, saat ia membuka pintu, ia dikejutkan dengan keberadaan seseorang di depannya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD