13. Tetap Bekerja untuk Membayar Hutang

1279 Words
Sakura setengah berlutut di samping makam ibunya. Di sebelahnya, berdiri Ina yang menemani sejak awal prosesi pemakaman. Ina segera ke rumah sakit mendengar kabar kematian ibu Sakura. Ina menatap Sakura iba. Selama ini dirinya menjadi saksi kerja keras Sakura demi sang ibu bisa hidup lebih lama. Tapi, hanya Sang Pencipta yang punya kuasa, seperti apapun manusia berusaha, takdir usia yang sudah tertulis tak bisa diubah. Sakura terus saja mengusap air mata. Ia tak mau ibunya bersedih melihatnya terus menangisinya. Namun, ia tak bisa membendung air matanya. Dirinya sama seperti manusia lainnya yang merasakan kesedihan mendalam ditinggal orang tersayang. Sakura mengusap nisan sang ibu dan menggumamkan kalimat panjang. Ia berjanji akan terus menjalani hidupnya, menjadi pribadi yang lebih baik dan berharap bisa bersama sang ibu kelak di tempat terindah. Setelah berdoa, Sakura akhirnya berdiri. Ia tak bisa membiarkan Ina terus menunggunya. Ina tidak akan pergi sebelum dirinya juga pergi. “Yang sabar, ya, Sak,” ucap Ina sambil mengusap bahu Sakura. Sakura mengangguk kemudian memeluk Ina. Ina adalah satu-satunya keluarga yang ia miliki sekarang meski mereka hanya teman. Tak lama kemudian, Ina mengantar Sakura ke rumah kontrakannya. Sesampainya di sana, Ina tetap tinggal untuk menemani Sakura. “Jadi, kau akan tetap bekerja pada tuan Raska?” tanya Ina setelan Sakura mengatakan padanya bahwa Raska melunasi tanggungan biaya rumah sakit. Ia pikir, setelah alasan Sakura bekerja tidak ada, Sakura akan mencari pekerjaan lain. Sakura mengangguk. Meski masih bersedih atas kepergian sang ibu, ia tak bisa terus tenggelam dalam kesedihan. “Iya. Mungkin sampai hutangku lunas,” jawab Sakura. Ina hanya bisa mengusap bahu Sakura seakan merasakan beban yang Sakura pikul. Sakura sempat menceritakan apa yang ia alami di sekolah Sora waktu itu, membuatnya berpikir pekerjaannya cukup berat. Drt …. Suara getar ponsel memecah suasana di kamar Sakura. Ia mengambil ponselnya dari atas meja dan mengangkat panggilan. “Mama.” Sakura menjauhkan ponsel dari telinga kala suara lantang Sora terdengar. “Mama di mana? Kenapa tidak pulang-pulang? Mama tidak meninggalkan Sora, kan?” Sakura kembali menempelkan benda persegi itu ke telinga setelah Sora berhenti bicara. “Tidak, Sora. Mama tidak akan meninggalkan Sora. Mama sedang …. “ Ucapan Sakura menggantung. Ia sedang mencari jawaban yang tepat yang harus ia berikan. “Mama besok akan pulang.” Pada akhirnya hanya itu yang bisa Sakura katakan. “Besok? Kenapa harus besok? Kenapa tidak sekarang?” Sakura menoleh sekilas pada Ina yang memangku dagu sambil mendengarkan. “Karena … teman mama sakit jadi mama harus menemaninya.” Sakura memejamkan mata saat terpaksa berbohong. “Begitu? Tapi … apa teman mama tidak punya mama untuk menemaninya? Kenapa harus mama?” Sakura memijit pelipisnya yang berdenyut. Meski begitu ia tetap sabar menghadapi anak majikannya itu. “Keluarga teman mama tinggal di tempat yang jauh jadi mama yang harus menemaninya.” “Oh, begitu. Ya sudah, Ma. Tapi mama jadi besok mama pulang, kan?” “Iya, mama janji.” Setelahnya panggilan pun berakhir. “Ya ampun, sepertinya dia benar-benar menganggapmu mamanya, ya,” ucap Ina setelah Sakura kembali duduk di sebelahnya, setelah selesai bicara dengan Sora. “bagaimana kalau kau nanti jadi mamanya Sora sungguhan?” godanya. Pandangan Sakura seketika menjadi aneh menatap Ina. “Jangan berandai-andi, Na. Menjadi mamanya adalah pekerjaan. Lagipula, tidak mungkin tuan Raska sudi denganku.” “Ya, kan siapa tahu, Sakura. Siapa tahu demi Sora, jadi dia menikahimu.” Sakura hanya diam. Ia tetap berpikir hal itu mustahil terjadi. Selain itu, ia sadar diri. Pria yang tampak sempurna seperti Raska, tentu tak akan mau dengannya. Di tempat Sora, dirinya masih menatap ponsel di tangan. Ia ingin kembali menghubungi Sakura tapi sang ayah melarang. Raska tahu Sakura butuh waktu sendiri sekarang. “Mama sudah janji besok kembali, kan? Biarkan mama menemani temannya dulu,” ujar Raska. Sora hanya diam kemudian mengangguk dan meletakkan ponselnya ke meja. Ia dan Raska tengah duduk di sofa ruang tengah sekarang dengan tv yang menyala. Berbeda dari anak seusianya yang menyukai kartun, Sora tidak begitu menyukainya. Sementara, tidak ada tayangan lain yang pantas dilihat anak-anak sekarang. Kebanyakan saluran tv saat ini menyajikan tayangan yang tidak berbobot bahkan tak pantas dilihat anak-anak. “Sora, boleh papa tahu kenapa Sora sangat menyayangi Mama?” tanya Raska untuk mengalihkan pikiran Sora dari Sakura. Sora menoleh dan berkedip pelan menatap Raska. “Karena mama baik, masakan mama juga enak,” jawabnya dengan wajah polos. “Hanya itu?” Sora mengalihkan pandangan dan tampak berpikir sambil mengetuk dagu dengan telunjuk. “Um … pokoknya Sora sayang Mama.” Raska hanya diam sambil memperhatikan. Ia pun berpikir, mungkin benar bahwa anak-anak memiliki feeling yang kuat yang artinya, Sakura benar-benar baik, bukan hanya pura-pura. Meski begitu dirinya tak bisa mempercayai sepenuhnya. Keesokan harinya, seperti janji Sakura kemarin, ia kembali ke rumah Raska. Ia datang di waktu yang cukup lagi dan disambut Raska yang membuka pintu. “Selamat pagi, Tuan. Saya … kembali,” ucap Sakura dengan kepala tertunduk saat berhadapan dengan Raska. “Kukira kau tak akan kembali.” Ucapan Raska membuat Sakura mengangkat kepala. “Tentu saja … tidak, Tuan. Saya memiliki hutang pada anda. Saya akan tetapi bekerja untuk melunasinya.” Raska hanya diam. Ia pikir Sakura akan pergi, berpikir Sakura mencari pekerjaan lain daripada mengasuh Sora dan membawa hutangnya. Sesuai permintaannya, ia membantu Sakura melunasi biaya rumah sakit serta membantu biaya pemakaman. Jika ditotal, semua hampir 20 juta. “Mama!” Tiba-tiba seruan Sora terdengar. Bocah itu berlari dan menghambur memeluk Sakura yang membuka tangan menyambutnya sambil setengah berlutut. “Mama kembali, Sora,” ucap Sakura di tengah pelukan, meski lehernya terasa sesak karena Sora memeluk ya erat. Raska memejit pangkal hidungnya. Ia merasa kembali merasa cemburu sekarang. Sora melepas pelukan dan menatap Sakura dengan seksama. “Akhirnya mama pulang. Tunggu, mata Mama kenapa?” Tangan kecil Sora mengusap kantung mata Sakura. “mata mama seperti mata panda. Atau, mama habis menangis?” Sakura tersenyum kecil. Ia tak mengira Sora begitu memperhatikan. “Tidak. Ini karena mama kurang tidur,” jawab Sakura. Ia memang kurang tidur, sebab sesekali masih menangisi kepergian ibunya. “Sungguh?” Tiba-tiba Sora menyeret Sakura, menarik telunjuk Sakura yang ia genggam. “kalau begitu mama harus tidur.” “Eh? Ta- tapi, Sora–” Sakura tak bisa menahan kakinya karena Sora terus menariknya. Ia tak ingin Sora jatuh jika ia hanya diam di tempat. Sora menyeret Sakura ke kamar lalu menyuruhnya berbaring di ranjang. “Sekarang, mama tidur. Nanti kalau mata mama sudah tidak seperti panda, baru main sama Sora,” kata Sora yang bicara seperti orang dewasa. “Eh? Tapi Sora, bukannya Sora harus sekolah? Mama tidak apa-apa, biar mama antar ke sekolah,” kata Sakura. Tak mungkin ia benar-benar tidur seperti perintah Sora. Ia baru kembali dan harus bekerja. “Hari ini Sora libur, Ma. Oh, ya, nanti sore teman-teman Sora mau datang menjenguk mama.” Alis Raska mengernyit. Kenapa Sora tidak mengatakan apapun padanya. “Boleh, kan, Pa?” tanya Sora pada Raska. “Kenapa Sora baru bilang sekarang?” balas Raska. Jika tahu, ia akan melarang. Bukan tak mengizinkan Sora bermain dengan teman-temannya, tapi ia yakin ibu-ibu mereka juga akan datang dengan alasan mengantar. Sementara, dirinya sudah kehilangan simpati pada orang-orang itu mengingat apa yang terjadi waktu itu. Sakura hampir mati tenggelam. Dengan polosnya Sora menggaruk belakang kepalanya. “Hehehe, Sora lupa, Pa.” Sore harinya, Sakura membersihkan diri di kamar mandi. Ia hendak bersiap menyambut teman-teman Sora setelah sebelumnya menyiapkan makanan juga camilan. Sementara itu di luar kamar mandi, Raska baru saja memasuki kamar. Ia baru pulang, sengaja pulang cepat untuk mengawasi teman-teman Sora juga ibu-ibu mereka. Tepat saat Raska baru melonggarkan dasi, pintu kamar mandi terbuka, membuatnya menoleh dan seketika melebarkan mata melihat Sakura yang hanya memakai handuk untuk menutupi tubuhnya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD