06 | Mengincar Pertemuan

1511 Words
RONALD sedang memikirkan rencana yang bisa membuat mereka bertemu kembali, tapi mencari kemungkinan bertemu pastinya sulit sekali. Walaupun bekerja di perusahaan yang sama, posisi mereka berbeda dan tidak saling bersinggungan satu sama lain. Selain itu, akan sangat merepotkan jika dia harus datang ke divisi Clara, karena perusahaan ini terlalu besar. Dia tidak bisa asal berkeliaran ke sebuah divisi tanpa jadwal ataupun pertimbangan sebelumnya. Ronald berdecak. Clara mungkin belum menyadari keberadaannya, oleh sebab itu dia masih bersikap biasa saja. Ronald perlu menunjukkan diri dan membuat perempuan itu mengerti, jika dia ada di sana. "Terus gue harus gimana sekarang?" Baginya, bermain saham atau mengurus perusahaan lebih mudah daripada mengurus seorang perempuan berstatus mantan pacar yang pernah disakiti olehnya. Jika dia hanya perlu menyakiti, dia bisa melakukannya dengan mudah. Namun, dia menginginkan perempuan itu kembali, jelas dia tidak bisa dan tidak boleh menyakitinya lagi. Ronald mengambil pena dan mulai membuka buku catatan tebalnya. Dia mulai menulis rencana yang akan dia lakukan berikutnya. 1. Menunjukkan diri secara langsung. Ronald berniat menunjukkan dirinya langsung di depan Clara. Agar tidak terlalu mencolok, dia berencana untuk menunggu kedatangan Clara tepat di depan gedung perusahaan mereka. Ide yang cukup buruk, tapi layak untuk dicoba. Dia akan terlihat layaknya seorang guru BK yang sedang menunggu kedatangan siswa-siswinya. Namun, tujuan utamanya hanyalah Clara. Agar gadis itu melihat dan menyadari keberadaannya. Lebih tepatnya, agar Clara tahu, bahwa Ronald telah kembali hanya untuknya. Jika hal itu tidak berhasil, dia akan beralih ke rencana kedua. 2. Percepat jadwal inspeksi bulanan. Dia akan mencecar sekretaris sialannya agar memajukan jadwal inspeksi. Jika perlu, inspeksi mendadak sekalian agar Clara tidak bisa lari. Jika Clara tidak memperhatikannya atau mengingat keberadaannya juga. Ronald akan mengambil langkah ketiga dan keempat secara bersamaan. 3. Panggil dan ancam dia untuk dipecat. 4. Atau naikkan jabatannya secara paksa menjadi sekretaris barunya. Dengan begini, Clara tidak akan bisa menghindarinya lagi. Dia pasti akan langsung menyadari siapa Ronald yang selama ini berada di gedung yang sama dengannya. Jika dia masih tidak menyadarinya, itu berarti selama ini dia hanya berpura-pura di depan matanya. Jika benar begitu, semuanya jadi lebih mudah untuk Ronald ke depannya. *** Sepertinya, Clara harus menyetujui usul Stevy untuk menghajar Ronald hingga babak belur saat melihat pria itu terang-terangan sedang menunggu di depan gedung perusahaan tempat kerja mereka. Ronald jelas sedang menunggu kedatangan seseorang dan Clara curiga, jika orang yang sedang ditunggu pria itu adalah dirinya. Stevy sontak saja menyiku lengannya dengan pelan. "Ra, lo ngerasa orang itu lagi nungguin seseorang, nggak?" Clara mengangguk. "Ya, jelas-jelas dia lagi nungguin kedatangan seseorang." Gerak-geriknya tampak begitu jelas. Kepalanya menoleh ke sana kemari seperti sedang mencari-cari. Clara dan Stevy bisa saja langsung berjalan melewatinya, tapi jelas itu bukanlah tindakan yang tepat saat melihat semua orang di kantor melewatinya sambil memberikan sapaan hormat. Dasar pria sialan! Dia pasti sengaja ngelakuin itu, supaya bisa ketemu lagi sama gue, kan? "Kita lewatin aja gimana?" Jika mereka hanya lewat saja tanpa menyapa, Ronald pasti akan semakin curiga, dan Clara yakin akan ada sesuatu yang menanti mereka keesokan harinya. "Nggak bisa, semua orang lagi cari muka di depan dia. Kalau kita menghindar, dia malah bakal semakin curiga. Nggak ada pilihan lain, Stev. Kita harus nyamperin dia juga," putusnya sambil menatap Stevy. Perempuan itu terlihat malas-malasan saat menjawab keputusannya. "Bikin eneg aja itu tingkah manusia berengsek satu!" Clara meringis. "Yang sabar ya lo sama dia!" Stevy mendengkus. "Gue heran, kok lo bisa tetap tenang dan biasa aja ke dia? Padahal, mungkin jelas-jelas dia lagi ngincer lo lagi sekarang." "Dia udah masa lalu. Mikirin tindakannya sama aja menggali luka yang udah sejak lama terobati. Biarin aja, anggap semuanya biasa saja. Terlalu mikirin dia juga nggak ada gunanya!" Benar, semakin dia memikirkannya kembali, maka semakin berhasil pria itu menghantui hidupnya. Dia hanya perlu tenang, berlaku biasa, layaknya tak pernah terjadi apa-apa sebelumnya. Itu tindakan terbaik yang bisa dia lakukan untuk sekarang. "Lo bener. Siapin mental dulu sebelum nyapa dia!" peringat Stevy, kemudian dia menarik napas panjang dan memasang senyum terbaik yang dia miliki. Clara melakukan hal yang sama. Dia memejamkan mata, menarik napas panjang, kemudian mengembuskan napas secara perlahan, dan memasang senyuman sopan. Dia menoleh ke arah Stevy dan menganggukkan kepala pada sahabat layaknya saudara kandungnya ini. Mereka berjalan bersisihan hingga berada satu meter dari Ronald. Keduanya pun kompak memberikan salam. "Selamat pagi, Pak!" sapa mereka tanpa beban. Ronald terkesiap sejenak. Dia menelan ludahnya susah payah, kemudian balas tersenyum, walaupun samar. "Selamat pagi!" "Wuah, ternyata dibalas, Ra!" Stevy dengan santai menanggapinya. Clara menyiku pelan perutnya. Kenapa perempuan tomboi ini malah bersuara dan menanggapi balasan salam bos mereka? Walaupun itu termasuk tindakan yang wajar dan normal, tapi ... Clara mendesah di dalam hatinya dan lekas memikirkan cara untuk lepas dari sana secepatnya. "Sstt, diem lo, ayo masuk!" Clara menarik tangan Stevy dan lekas menyeretnya masuk agar percakapan di antara mereka tidak semakin panjang. "Tunggu!" Namun, sepertinya Ronald sialan itu tidak berniat melepaskan mereka begitu saja. Terbukti, si Bos kini malah berjalan menghampiri mereka dan berdiri di depan tubuh keduanya, layaknya sedang berusaha menghalangi langkah mereka berdua. "Gimana keadaan lengan kamu sekarang? Nggak ada yang cedera atau luka, kan?" tanyanya sambil melepas formalitas. Ekspresi wajahnya tampak khawatir, tatapannya tertuju ke arah lengan atas Clara yang tempo hari dicengkeram dengan kuat olehnya. Clara sontak saja memegangi lengan atasnya. "Ah enggak kenapa-kenapa, kok, Pak. Maaf sebelumnya kalau saya tidak sopan sama Bapak, karena saya belum tahu kalau ternyata Bapak ini atasan saya." Clara tersenyum sopan, senyum sempurna tanpa cela yang membuat Ronald membeku di tempatnya selama beberapa detik. "Kalau kamu kenapa-kenapa, jangan ragu buat ngehubungin saya, ya. Saya bakal tanggung jawab atas perbuatan saya," katanya bak seorang pria jantan yang sesungguhnya. Tanpa sadar Clara mengepalkan kedua tangan yang ada di sisi tubuhnya. Ucapan itu terdengar seperti mimpi buruk dari masa lalu. Janji palsu yang keluar dengan mudah dan diingkari dengan mudah. Clara merasa marah, dia sangat emosi, dan dia ingin melampiaskannya langsung pada pria di depannya ini. Stevy bahkan dengan tampak jelas jika dia sedang menahan geram untuknya yang tidak begitu pandai mengekspresikan diri selama ini. Clara membuka mulut, siap untuk membalas ucapannya dengan jawaban biasa dan sederhana saat dia merasakan seseorang menubruk tubuhnya dan langsung memeluk lehernya dari belakang. "Lho, sejak kapan lo berdua deket sama Pak Bos!" Alea datang dengan wajah tanpa dosa. "Halo, Pak Bos! Selamat pagi!" sapanya dengan ceria. "Hm." Ronald membalas dengan wajah datar yang tampak menyebalkan. Dia baru akan melihat sesuatu yang sedang dia incar saat wanita itu datang dan menginterupsi semuanya. Ronald jadi membencinya. "Kalian lagi ngomongin apa? Gue lihat dari jauh, lo berdua kayak akrab banget sama Pak Bos baru kita?" Alea bertanya dengan nada polos dan ekspresi wajah kepo maksimal. Stevy membuang napas kesalnya dan langsung mengangkat bahunya santai. Kedatangan Alea menguapkan amarah yang sejak tadi dipendamnya. "Kayaknya biasa aja, deh, Le! Pak Bos tadi cuma nanyain keadaan Clara, gimana keadaan tangannya. Kayaknya mereka pernah ngapa-ngapain gitu di suatu tempat!" ucapnya dengan mata mengerling yang tampak menggoda. Padahal makna sebenarnya, Stevy ingin tahu apa yang telah terjadi dengan mereka sebelumnya. Kenapa si Ronald bebek ini sampai bisa menyentuh Clara? Bagaimana kejadiannya? Bagaimana detailnya? Stevy ingin mengetahui semuanya. Ronald berdeham, merasa ucapan Stevy sudah berlebihan. Perempuan tomboi itu seperti tengah mengatakan jika Ronald dan Clara pernah berbuat asusila di suatu tempat sebelumnya. "Hee ... benarkah begitu?" Alea menatap Clara dan Ronald secara bergantian dengan wajah penasaran. Clara mendelik ke arahnya sebagai balasan ucapannya. "Nggak usah aneh-aneh, deh! Malu sama Pak Bos, tahu!" Dia menoleh ke arah Stevy, kemudian membalasnya dengan serius. "Gue tahu lo cemburu, tapi jangan kayak gitu. Nggak baik tahu!" Stevy mendengkus. Dia bersedekap d**a, kemudian berjalan pergi dari sana. Clara telah membuat sebuah jalan agar mereka bisa pergi dari sana, maka dia tidak boleh menyia-nyiakan kesempatan yang ada. "Stevy, tungguin gue, dong!" Clara mengejar Stevy tanpa berpamitan lagi pada Ronald. Sedangkan Ronald menyipitkan kedua matanya. Jangan bilang ... Clara telah berganti orientasi seksual setelah berpisah dengannya? Ronald menggeleng cepat. Tidak ... tidak ... jikalaupun hal itu memang benar juga tidak masalah. Ronald bisa mengembalikannya kembali seperti sedia kala. Alea yang masih tertahan di sana berdeham pelan untuk mengundang perhatian Ronald. "Emangnya Bapak abis ngapain sama Clara? Jangan-jangan ...." "Jangan mengatakannya seolah-olah saya sudah melakukan s*x harassment pada karyawan sendiri, Alea!" geramnya emosi. "Terus, yang tadi apa, dong?" Alea menatapnya bingung. "Kenapa kamu tidak menanyakannya langsung pada mereka, agar kamu tahu pasti bagaimana jawabannya," usulnya sambil mendengkus pelan. Berkurang sudah nilai Alea di depan matanya sekarang. "Oh, iya! Lebih baik gue nanya langsung ke temen-temen gue daripada nanya ke kulkas yang nggak bisa jawab apa-apa, ya, kan?" Alea mengejeknya secara terang-terangan langsung di depan matanya yang membuat Ronald jadi naik pitam. Pria itu mendelik ke arahnya. "Pergi kalau kamu masih mau bekerja di sini!" ancamnya. Alea tidak mau membuat masalah lebih parah lagi. Cukup kali ini saja dia mengganggu bos dingin yang tidak bisa diusik ini, dia masih sayang pekerjaan dan uang pesangon dari kantor yang besar ini. "Ah siap, Pak!" Alea langsung menghilang dari hadapannya. Tunggu sebentar ... teman? Clara dan Alea serta perempuan tomboi itu saling berteman? Sepertinya Ronald bisa memanfaatkan hubungan mereka bertiga demi kepentingannya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD