NPH 1

1103 Words
"Bangunlah." Suara berat yang sedikit keras membangunkan Milly dari tidur nyenyaknya ini. Wanita itu membuka kelopak matanya, dan pandangan pertama yang dia lihat adalah Eden berdiri di samping ranjang milik Milly dengan tangan bersedekap. Wanita ini segera duduk dan menyandarkan punggungnya. "Apa kamu akan terus-terusan tidur?" tanya pria di sana dengan nada otoriter miliknya. "Aku sedikit tidak enak badan, Eden. Kemarin habis kena hujan," jawab Milly. Kali ini dia tidak berbohong. Kemarin dia berkunjung ke minimarket, sayangnya di saat perjalanan pulang, hujan turun dengan cepat. Tentu saja Milly tidak bisa menyelematkan dirinya dan berakhir dengan tubuhnya basah kuyup. Eden meletakkan telapak tangannya di dahi Milly--mencoba mengecek suhu wanita itu. Sedikit panas memang yang ia rasakan. "Minumlah obat. Ingatlah umur untuk main hujan-hujanan," ucapnya kepada Milly masih dengan nada seperti dia berbicara--dingin. Eden beranjak pergi meninggalkan Milly di dalam kamar. Wanita ini menatap kepergian Eden dengan perasaan sedikit dongkol. Tidak tahukah pria itu bahwa penyebab ini semua adalah dirinya? Menyebalkan sekali. Bahkan Milly masih mengingat apa yang dilihatnya di minimarket kemarin. Kalau saja dia tidak melihat Eden dengan wanitanya, maka dia tidak akan berakhir basah kuyup dan demam seperti sekarang. Mengingat kejadian kemarin, benar-benar membuatnya dongkol. Milly menuju ke dapur untuk mengambil obat penurun panas yang ada di kotak P3K. Di sana sudah ada beberapa pelayan yang sibuk menyiapkan sarapan pagi ini. Kemudian pandangannya teralihkan kepada Eden yang baru saja turun, lengkap dengan baju kantor miliknya. Milly sempat terpana melihat ketampanan pria yang menjadi suaminya itu, namun dengan cepat dia mengenyahkan pikirannya itu. "Kamu janganlah keluar rumah. Pagi ini makanlah bubur," ucapnya yang ia tujukan kepada sang istri. Milly pun hendak protes, namun terhenti ketika melihat tangan pria itu terangkat--mengkode bahwa dia tidak boleh membantah. Dan tentu saja yang bisa wanita ini lakukan adalah tetap diam dan menurut. "Hari ini aku ada janji dengan Kris," kata Milly akhirnya. Dia pun mengambil tempat duduk tepat di samping Eden, dan ada satu pelayan yang menyiapkan bubur miliknya. Dia sudah seperti di rumah sakit saja, bahkan makanan rumah sakit tidak selalu bubur. "Suruh dia ke rumah," balas Eden yang tidak beralih dari PC-nya. Sekali lagi Milly mengembuskan napas lelahnya. Eden selalu membuatnya terkurung di dalam rumah. Tidak selalu sebenarnya, hanya beberapa saat saja. "Baiklah, aku akan hubungi dia dulu," putus Milly yang mulai akan beranjak dari duduknya, namun dengan cepat dicegah oleh Eden yang mana membuat wanita ini kembali duduk di kursinya. Milly mengernyit bingung. "Makanlah dulu. Setelah makan, barulah hubungi dia," perintahnya. Milly pun mengangguk dan mulai menikmati bubur miliknya. Sepertinya tidak terlalu buruk makan bubur buatan pelayan di rumah ini. Oh iya, jangan kalian kira perhatian yang ditunjukkan Eden kepada Milly adalah bentuk perhatian suami kepada istrinya. Tentu saja tidak mungkin. Eden Resee Oswald, pewaris kedua keluarga Oswald. Orang yang disegani dan banyak dikenal orang, terutama kalangan pebisnis. Tentu saja pahatan wajahnya tidak perlu diragukan lagi karena dia terlalu sempurna untuk dimiliki. Dan Milly Wyanet Oswald adalah orang yang ditakdirkan untuk menemani hidup pria ini. Wyanet adalah nama ibu dari Milly, yang telah lama meninggal dunia. Wyanet bisa diartikan sebagai 'orang cantik dalam dongeng'. Memang benar dia cantik dan sangat pas jika bersanding dengan Eden. Namun, siapa sangka hidupnya tidak secantik namanya. Bahkan tidak secantik kisah keluarganya. "Aku berangkat," pamit Eden kepada Milly yang mengantarnya selalu sampai di depan pintu rumah. Satu kecupan ringan Eden daratkan di dahi wanita itu. "Hati-hati," balas Milly dengan senyum manis miliknya. Eden pun mengangguk dan mulai memasuki mobil miliknya, kemudian mobil itu mulai menjauh dari pelataran rumahnya. Dan di saat itulah senyum Milly yang cerah tadi seketika hilang tergantikan dengan embusan napas kasarnya. Milly pun segera mengirim pesan kepada Kris-sahabatnya. Untung saja pria itu setuju untuk datang. Sekali lagi Milly menatap potret fotonya bersama Eden yang terpampang di ruang tamu luas rumah ini. Dia pun tersenyum miris. Senyum yang ia tampilkan di sana ternyata berbeda dengan senyum yang ia miliki saat ini. Senyum yang Eden tampilkan di sana ternyata sungguh berbeda dengan sekarang. "Nyonya, apakah Anda hari ini jadi untuk keluar rumah?" tanya salah seorang yang selalu mengantar Milly ke mana saja. Pria berumur yang merupaka supir pribadi keluarga Eden sejak lama, tentu saja Milly sangat mengenal pria ini. "Tidak jadi, Pak. Eden tidak memberi saya ijin keluar," jawab Milly. "Baiklah, kalau begitu saya undur diri," ucap pria itu seiring dengan langkahnya yang menjauhi tempat Milly. Dan kembali lagi wanita itu menatap potret dirinya, rasanya dia tidak bosan menatap foto itu. *** Suara cempreng khas temannya pun terdengar di indra pendengaran Milly. Wanita itu segera menuju ke pintu, dan benar saja Kris sudah datang. Keduanya melakukan gerakan cipika-cipiki. Jangan kalian kira Kris adalah sosok pria dewasa yang maco, salah. Dia sedikit berbeda, kelihatan lebih feminim. Dan tentu saja Eden tidak akan pernah cemburu kepada Kris. Mereka sudah mengenal lama. "Hadeuh, hareudang banget ini hari," celoteh Kris yang membuat Milly terkekeh. Kemudian, datanglah pelayan rumah ini sambil membawakan minuman yang ternyata pas untuk pria itu. "Tau aja aku lagi haus. Terima kasih, ya," ucapnya kepada pelayan tadi. Milly pun beralih kepada Kris yang sedang membawa barang pesanan miliknya. "Ini, pesanan kamu. Aku sampai repot-repot telepon salah satu oppa-ku yang ada di sana. Jangan lupa biaya pulsa dan kuotanya, ya, Mil," ucap Kris dengan nada melambainya. Milly sepertinya tidak peduli dengan yang dikatakan temannya itu. Wanita ini lebih berfokus kepada tas yang sudah dia idam-idamkan lama. Sayangnya tas itu hanya tersedia di Korea, dan untung saja ada Kris yang memiliki relasi banyak di beberapa negara. "Thanks, Kris. Aku akan transfer nanti," balas Milly yang diacungi jempol oleh pria itu. "Btw, Eden mana?" tanya Kris dengan menyantap camilan yang tersedia di sana. Milly menyimpan tas miliknya itu di samping tempat dia duduk. "Dia sudah berangkat." "Oh. Terus kenapa tiba-tiba minta ketemu di rumah?" "Itu, Eden tidak beri aku ijin keluar karena badanku sedikit demam sekarang," terang Milly yang langsung membuat pria itu terkejut. "Kamu sakit? Muntah-muntah? Pusing? Atau apa?" tanya Kris beruntun. "Cuma demam," jawab Milly yang seketika membuat Kris tak bersemangat. "Kamu kenapa?" "Nggak. Aku kira kamu pusing, muntah-muntah dan tidak enak badan. Kalau itu berarti gejala orang hamil," ujarnya membuat Milly seketika tertawa. "Kamu aneh-aneh aja, Kris. Tidak mungkin aku hamil. Tau sendiri aku dan Eden bagaimana," kata Milly yang tersenyum miris. Sebenarnya Kris sudah tahu bagaimana rumah tangga temannya ini karena memang baik Eden, Milly, dan Kris, mereka sudah saling kenal sejak lama. "Bersabarlah, aku yakin semuanya akan berakhir dengan indah," ucap Kris yang kembali membuat temannya tertawa. "Ya, aku akan lebih bersabar." Meskipun aku sendiri tidak yakin kesabaran itu akan membuahkan hasil atau tidak. Bagaimana? Sudah dapat gambaran tentang kehidupan Milly dan Eden belum? Tunggu bab selanjutnya ya. 
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD