4. Menikahlah

765 Words
"Sudah berkali-kali aku katakan padamu, jangan biarkan nenek pergi sendirian, kenapa tidak kamu jaga, kan sudah aku siapkan dana untuk membayar orang yang akan berkerja dan bersedia merawat nenek Jeni!" Seorang wanita dengan busana yang cukup rapi dan sangat elegan baru turun dari lantai dua di rumahnya yang cukup besar. Wanita itu adalah istri dari Tuan Sastro yang memiliki perusahaan besar di beberapa kota. Mereka tengah sibuk berkumpul membahas orang tuanya yang tinggal satu-satunya itu. Nyonya Geni atau lebih dikenal dengan Nyonya Sastro berdiri dengan raut wajah masam saat tahu Nenek Jeni pulang dari bepergian tanpa ditemani siapapun. Seringnya nekad meski sudah diberi peringatan agar tak pergi kemana-mana tanpa ada yang menemani. Beberapa dari anaknya tak ada yang berniat menemani mamanya itu untuk bisa melepas kebosanan yang melanda karena hari-harinya hanya berada di dalam rumah saja. Tuan Sastro hanya bisa diam pasalnya dia sendiri sibuk sementara saudara yang lainnya tak bisa diandalkan karena memiliki kesibukan yang juga sama padatnya dengan dirinya. Geni dan Sastro merupakan pasangan yang sangat harmonis dan selalu di lingkari kekayaan yang tiada habisnya. Keduanya memiliki keluarga yang cukup banyak tinggal di rumah yang sama tapi tak satupun ada yang bersedia menemani sang mama pergi kemanapun atau bahkan ketika di rumah. Kebosanan sering melanda karena semua anggota keluarga sibuk dengan urusannya masing-masing. Nyonya Geni memiliki seorang putra dan juga putri yang semuanya telah beranjak dewasa. Satu putrinya kini sedang berada di luar negeri dan tengah mengejar studinya disana. Sementara itu putranya yang berada di rumah dan tinggal bersama mereka kini telah menjadi seorang pengusaha yang cukup mumpuni di dalam bisnisnya. Jarang di rumah meskipun sangat dekat dengan sang nenek. Usianya yang makin bertambah tidak membuatnya berkeinginan untuk memiliki seorang istri. Padahal neneknya telah mengidamkan seorang menantu untuk bisa menjadi teman di rumah bersamanya. Siang itu keduanya duduk di ruang makan setelah mendengar kepergian Nenek Jeni yang telah pergi dari pagi dan pulang saat jam makan siang tiba. Putra mereka tengah menuruni anak tangga ketika keduanya berbincang masalah nenek Jeni. "Arkana, kami mau bicara!" Pria tampan dan berwibawa itu menuruni anak tangga dengan cepat tapi tak langsung duduk karena sudah tahu apa yang akan dibicarakan kedua orang tuanya. "Pah, Mah, aku mau ke kantor dulu, ada rapat penting yang ..." ".... ini tentang nenek, carikan orang yang bisa bekerja di rumah ini! Kalau perlu bayar mahal agar bisa membuat nenek Jeni betah di rumah," Arkana hanya diam, dari dulu mereka selalu begitu. Sudah tahu nenek Jeni sangat sulit menerima orang baru masih saja diminta untuk mencari orang yang sanggup menghadapi sikap neneknya yang sedikit kolot. "Kalau perlu kamu menikah saja jadi nanti istrimu tinggal di rumah ini dan bisa menemani nenek tanpa perlu membayar orang," 'Ah, itu lagi,' batin Arkana. "Arkana tidak ada calon istri, sulit cari yang cocok, jangan terus menerus menyuruh menikah, perusahaan masih perlu dikembangkan lagi, Arkana masih butuh sendiri untuk mengurus semuanya!" Setelah berkata seperti itu, Arkana pergi meninggalkan keduanya. Mobilnya melaju cepat meninggalkan area rumah mewah milik keluarganya. Ia sudah tahu kemana arah pembicaraannya. Meskipun urusannya nenek Jeni pasti ujung-ujungnya disuruh menikah juga. Walaupun sudah ada pacar tapi ia tak mau gegabah. Gadis mana yang bersedia tinggal bersama sang nenek yang super cerewet dan sangat tegas dan kerap mengatur segalanya. Ia harus benar-benar bisa menaklukkan seorang gadis yang bisa menerima dirinya dan juga keluarganya terutama sang nenek. Ia tengah bingung dengan kejadian yang tak pernah bisa dilupakan olehnya. Sudah sangat lama kejadian itu tapi masih terngiang dan di laci mobilnya selalu tersimpan rapi jepit rambut milik seorang gadis yang pernah bersamanya di sebuah hotel saat mabuk berat kala itu. Citttt ... Mobilnya berhenti mendadak saat ada anak kecil yang lewat dan berlari dengan cepat menyeberang jalanan ini. Ia tak menemukan ada orang dewasa yang menemani anak kecil itu. Hampir saja tertabrak jika ia tak fokus menyetir. Anak kecil yang menyeberang tadi tertawa dan melihat ke arahnya. Wajahnya cukup tampan, membuatnya ingat seseorang. Wajahnya sangat mirip dengan orang yang pernah dikenalnya tapi pikirannya langsung ambyar tak bisa menebaknya dengan benar. Baru ingat juga ternyata anak kecil itu yang berada di ruangan kerjanya saat rapat itu berlangsung. Tiba-tiba sosok anak tadi menghilang setelah ia akan turun untuk menegurnya kembali. Lebih tepatnya akan memarahinya dan mencari tahu siapa orang tuanya yang teledor membiarkan anak sekecil itu berkeliaran di jalanan yang ramai. 'Sialan! Ke arah mana anak itu berlari tadi?' ucapnya dalam hati. Ia menoleh ke kanan dan ke kiri, tak ada siapapun lagi. Di tengah kebingungan, pikirannya teringat anak itu saat berada di kantornya. Selalu saja ada dimanapun dan dia heran, anak sekecil itu dibiarkan berkeliaran di kota yang sibuk ini.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD