Bagian 03: Tiga Titik Hitam di Langit, Apa Itu?

1425 Words
“Klang! Klang!” Suara besi panas yang beradu satu sama lain memenuhi ruangan yang penuh dengan asap pembakaran dan bau oli di mana-mana. Bengkel Dimitri namanya. Tidak hanya sebuah bengkel biasa, tempat ini adalah bengkel sekaligus rumah sakit bagi pasien yang cacat untuk mendapat lengan atau potongan kaki buatan yang dibentuk menggunakan lelehan besi. Keluarga Dimitri dikenal dengan penggunaan Nen mereka yang unik. Mereka membuat benang Nen dan menempelkannya di kaki buatan sebelum disambungkan ke jaringan Nen yang ada di potongan tubuh, sehingga akan berfungsi selayaknya anggota tubuh asli. “Elaine, ambilkan palu inggris di kotak penyimpanan Ayah.” Edmund, ayah Elaine, memanggil putri tunggalnya itu tanpa menoleh sedikit pun dari pekerjaannya, ia sedang fokus menempa lempengan besi agar membentuk pola yang sudah ia gambar semalam. Kali ini pasiennya adalah anak perempuan yang kehilangan kaki kirinya akibat diserang dan dirampok oleh bandit hutan. Mengingat wajahnya yang sedih dan kehilangan semangatnya untuk hidup membuat hati Edmund teriris, bahkan ibu anak perempuan hanya menangis sepanjang hari meratapi nasib buruk mereka. Kejahatan akhir-akhir ini meningkat pesat. Dengan banyaknya orang yang menjadi hunter dan perdagangan lintas kerajaan Earusia yang dibuka secara umum, kesenjangan antara yang kaya dan miskin menjadi semakin jauh. Mereka yang tidak mau berusaha atau pun gagal di bisnis perdagangan, memilih untuk menggeluti bidang kejahatan dan mendapat hasil memuaskan di sana sehingga banyak banyak dari mereka yang memilih untuk menjadi orang jahat. Tentu saja itu hal yang wajar, itu hal yang sangat wajar mengingat bahwa kucing dan ular ada untuk mengejar tikus yang bersembunyi. Namun, tetap saja, Edmund tidak bisa menerima semua ini secara terus-terusan. Setiap minggu pasien yang datang semakin bertambah, alasannya memang beragam, tetapi semuanya merujuk pada bandit dan perampok jalanan yang tak segan melukai orang lain jika tak mau menyerahkan barang berharga mereka. “Ini, Ayah.” Palu inggris terulur di hadapan Edmund, membuat pria berumur empat puluh tahun tersebut mendongak dan melihat putri kecilnya yang berlumuran oli baik di wajah atau pun di bajunya. Edmund mendengus kecil, ia lalu tertawa melihat putrinya yang sangat manis. “Kau bermain dengan besi-besi tua itu, Elaine? Kau, ‘kan, masih belum bisa mengendalikan Nen milikmu. Cepat pergi bersihkan dirimu lalu siapkan makan siang. Ayah mau omelet tomat cincang buatan Elaine.” Elaine menggembungkan pipinya kecil. Ia paling benci jika disuruh keluar dari bengkel, tempat pengap dan kotor ini sudah seperti kamar kedua milik Elaine. Gadis cilik itu menggulirkan bola matanya ke kanan dan ke kiri, mencoba mencari alasan agar bisa tetap di tempat ini. “Ayah, aku akan membuatkanmu omelet dengan cepat dan kembali lagi ke sini, kau tahu, penemuanku yang kuberi nama EL035-A sebentar lagi akan jadi. Aku akan menunjukannya padamu, jadi kumohon biarkan aku tetap berada di sini sebentar lagi, ya? Ya?” “Elaine, kau bisa melanjutkannya nanti—” “Elaiiiine! Kau di rumah? Kau sengaja bersembunyi dariku ya? Elaiiiine!” Gadis cilik itu mendadak terkejut saat mendengar suara lantang yang memanggilnya dari luar rumah. Dia lalu berjalan ke jendela dan mengintip dari celah kecil. Setelah melihat siapa yang datang, Elaine langsung menghela napas lelah. Edmund yang melihat perubahan tingkah putrinya langsung paham, orang yang ada di depan rumah adalah Kleigh, temannya sejak kecil. Sayangnya mereka berdua memiliki keperibadian yang sedikit bertolak belakang, membuat keduanya selalu bertengkar kecil saat bertemu meski sudah bersahabat sejak Kleigh berusia tiga tahun. Mereka sudah sebelas tahun tumbuh bersama di desa yang damai dan jauh dari perkotaan ini. “Apa yang kau lakukan? Undang Kleigh masuk, Elaine.” Elaine mendesah tak suka. “Huft, tapi aku sebal menemui anak nakal itu, Ayah.” “Hush! Dia satu tahun lebih tua darimu, Elaine. Kau harus—” “Cih.” Dia memeletkan lidahnya ke luar. “Ayah jahat! Ayah lebih sayang Kleigh daripada putrimu sendiri. Humph.” Elaine sudah berlari menuju pintu luar sebelum Edmund mampu menghentikannya. Duda tampan itu hanya tersenyum kecil melihat putrinya yang ngambek. “Diana, lihat putri kita yang lucu dan menggemaskan itu. Tiada hari tanpa dia merengek dan merajuk padaku. Kadang aku ingin marah padanya, tetapi saat melihat wajahnya, aku selalu teringat dirimu dan kemarahanku langsung lenyap begitu saja. Diana, apa kau mendengarku di suatu tempat di atas sana?” Edmund mendongak, menatap langit-langit ruangan seolah tengah menatap langit penuh bintang. “Kuharap kau baik-baik saja sekarang, kau tidak akan kesakitan lagi di atas sana, Diana. Aku akan menjaga Elaine dengan baik, kau bisa percaya sepenuhnya padaku dan lihatlah semuanya dengan tenang.” Suara pintu yang terbuka mengejutkan Kleigh. Bocah laki-laki itu masih mengagumi belati perak pemberian Kazzam saat Elaine muncul dengan wajah yang terlihat tidak senang akan kedatangan temannya tersebut. “Kenapa kemari? Pengemis tidak diterima di sini.” Kleigh mengerucutkan bibirnya kesal. “Cih. Jahat sekali kau Elaine.” Namun, lima detik berikutnya, Kleigh langsung menyodorkan belati perak itu ke hadapan Elaine. “Jengjengjeng! Lihat, aku diberi belati perak oleh Paman Kazzam. Ini sangat menakjubkan, coba kau periksa sendiri.” “Heeee, belati, ya.” Elaine menatap seperti tak tertarik pada penjelasan bocah yang hanya satu tahun lebih tua darinya itu dan mengambil belati dari tangannya. Elaine hanya akan melihatnya cepat dan segera kembali ke dalam untuk menyelesaikan prototipe lengan buatan terbarunya, yaitu EL035-A dan menunjukannya pada sang ayah. Dengan demikian, Elaine akan lulus dan diberi ijin untuk bekerja bersama dengan ayahnya di bengkel. Itu adalah cita-citanya sejak masih berumur enam tahun. Elaine kemudian melihat tulisan rune yang terukir di mata pisau. Elaine mengernyit kecil, dia sepertinya pernah melihat tulisan aneh ini, tetapi entah di mana. “Hei, Kleigh, apa kau tahu tulisan apa ini—” “Elaine. Lihat ke langit, sekarang juga.” Kleigh membelakanginya saat Elaine hendak bertanya. Gadis itu bingung kenapa tiba-tiba saja Kleigh memintanya untuk menatap langit di siang yang terik ini. Namun, mendengar suara Kleigh yang begitu serius membuat Elaine tidak bertanya lagi dan menengadahkan kepalanya. Ia tidak melihat apa pun selain langit yang penuh dengan awan mendung. Tunggu sebentar, memangnya tadi sudah mendung, ya? Sejak kapan? Elaine sama sekali tidak menyadarinya. “Apa kau melihat sesuatu di sana?” tanya Kleigh. Elaine menggeleng. “Tidak, tidak sama sekali. Memangnya apa yang ada di langit? Aku hanya melihat sekumpulan awan hitam di atas desa kita.” Kleigh mengacungkan telunjuknya ke suatu titik. Elaine menyipitkan matanya untuk memfokuskan pandangan. Dia melihat tiga titik hitam di langit, titik hitam yang terbang mendekat dengan perlahan. Entah kenapa, Elaine merasakan perasaan buruk dari tiga titik hitam tersebut. Sebenarnya apa yang akan terjadi? Kenapa detak jantungnya bertambah cepat? Tiga titik hitam itu kini buka sebuah titik lagi. Mereka memiliki wujud dengan empat kaki pendek dan sayap yang membentang lebar di punggung mereka. Elaine berkeringat dingin, perasaan buruk yang ia rasakan benar-benar terjadi. “Kleigh, aku merasakan hal yang buruk dari mereka.” Kleigh mengangguk tanpa menoleh. “Ya, kau benar. Kita harus memberitahu para penduduk desa untuk waspada. Mereka mungkin kumpulan bandit yang ingin menjarah desa. Elaine, aku akan pergi untuk menemui kepala desa.” Kleigh bersuara tegar. Namun, Elaine tahu tangan Kleigh sudah gemetaran sejak tadi. Ia hanya berusaha untuk menyembunyikannya dan berpura-pura tetap kuat. Namun, hal mengerikan yang datang pada mereka bukan bandit atau pun penjarah desa. Kleigh dan Elaine bahkan tidak bisa mengedipkan mata mereka saat melihat api yang menyembur ke luar dari mulut makhluk tersebut. Itu adalah naga! Elaine tidak percaya dengan apa yang ia lihat saat ini, makhluk itu seharusnya sejak lima ratus tahun yang lalu! Ketiga naga itu sudah semakin dekat dengan Landshire, hanya tinggal melewati satu gunung lagi sebelum makhluk purbakala itu mencapai ke tempat ini. Kleigh menoleh dan mencengkeram lengan Elaine dengan penuh kekhwatiran, ketakutan dan rasa cemas. “Mereka semakin mendekat! Elaine, katakan pada ayahmu untuk cepat kabur bersama dari desa! Aku akan pergi untuk memberitahu kepala desa.” “Kleigh! Bagaimana denganmu nantinya?” Elaine menyatukan kedua tangannya yang berkeringat dingin. Kleigh tersenyum meski ia tahu bahwa itu bukanlah senyuman yang tulus, melainkan setengah ketakutan. “Aku akan menyusul. Tenang saja. Sekarang, pergilah cepat!” Elaine mengangguk dan masuk kembali ke dalam rumah untuk memberitahu ayahnya tentang kedatangan tiga ekor naga yang tidak diundang. Kleigh mengusap pelipisnya yang telah banjir keringat dingin, tangannya menggenggam erat belati perak pemberian Kazzam. Matanya memandang ke langit, kira-kira butuh waktu lima menit sebelum naga itu sampai di Landshire. Kleigh bisa berlari ke rumah kepala desa dalam waktu tiga menit, dan memperingatkan warga desa untuk segera lari. Sekali lihat saja bocah berumur empat belas tahun itu tahu, bahwa hanya kematian yang menunggunya jika melawan mahkluk purbakala tersebut. Kleigh menghela napasnya pelan, ia kemudian melonggarkan genggaman pada belatinya dan mengangguk yakin. “Ayo pergi.”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD